Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebuah tradisi unik kembali digelar di Kalurahan Wonokromo, Pleret, Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta pada Selasa petang 12 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tradisi bernama Rabu Pungkasan itu diwarnai kirab kudapan berupa lemper namun berukukuran raksasa sepanjang 2,5 meter dengan diameter 50 sentimeter. Lemper raksasa ini menghabiskan puluhan kilo beras ketan, berkilo-kilo daging ayam sebagai isian, dan puluhan papah daun pisang sebagai pembungkus.
Tradisi Rabu Pungkasan
Upacara Rabu Pungkasan dipercaya telah ada sejak masa Pemerintahan Sultan Agung, raja Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. "Tradisi ini dulu digelar sebagai upaya bagi masyarakat kala itu untuk menolak bala atau musibah," ujar Bupati Bantul Abdul Halim Muslih di sela perhelatan tradisi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pelaksanaan tradisi ini sesuai namanya, digelar setiap malam Rabu terakhir bulan Safar. Tahun 2023 ini, malam Rabu terakhir bulan Safar itu jatuh pada Selasa 12 September.
Bulan Safar bagi masyarakat dahulu, dikenal sebagai bulan sial. Oleh sebab itu untuk mengantisipasinya, para leluhur membiasakan untuk salat empat rakaat dan berdoa kepada Allah SWT.
Hal ini dilakukan agar dijauhkan dari musibah-musibah baik musibah lahir maupun batin. Juga terhindar dari musibah kolektif seperti gempa bumi ataupun individual seperti kebangkrutan dan lainnya.
"Sebagai penolak bala, tradisi ini diwarnai laku keprihatinan para kyai dan ulama zaman dulu, sekaligus bentuk syukur atas hasil bumi yang diperoleh," kata Halim.
Lemper simbol tradisi Rabu Pungkasan
Lemper menjadi simbol tradisi ini karena menjadi salah satu makanan yang sarat makna dengan kebiasaan masyarakat di zaman tradisi ini mulai berkembang. Selain dikenal sebagai kudapan favorit Sultan Agung kala itu, juga memiliki makna sebagai simbol perjuangan hidup agar manusia menyingkirkan belenggu sebelum mengecap nikmatnya kehidupan.
Lemper semacam simbol bagi manusia untuk selalu rendah hati. Sesuai dengan kepanjangan lemper, yakni yen dialem atimu ojo memper. Yang artinya tidak boleh sombong ketika dipuji orang lain.
"Lemper juga dimaknai sebagai bentuk harapan akan datangnya suatu keberkahan," kata Halim. "Tadisi Rabu Pungkasan ini juga menjadi momentum masyarakat saat ini kian memperbanyak doa agar dijauhkan dari musibah dan marabahaya."
Lemper raksasa mewarnai pelaksanaan tradisi Rabu Pungkasan di Wonokromo, Pleret, Bantul Yogyakarta, Selasa 12 September 2023. Dok. Istimewa
Halim menambahkan, Rabu Pungkasan kini telah menjadi bagian dari Warisan Budaya Tak Benda yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Dalam tradisi kali ini kirab lemper dilakukan dari Masjid Al Huda Karang Anom menuju pendopo Balai Kalurahan Wonokromo, Pleret, Bantul.
Di penghujung acara, sepasang gunungan yang terdiri atas lemper-lemper kecil dan berbagai hasil bumi masyarakat Wonokromo dibagikan kepada masyarakat. Sedangkan lemper raksasa yang dikirab, secara simbolik dibelah oleh Bupati Bantul lalu dibagikan untuk masyarakat sekitar.
PRIBADI WICAKSONO