Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Penantian Tiga Dekade

6 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Musuh bersama itu bernama virus dengue. Maklum, setelah ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, penyebaran virus ini kian tak terkontrol. Saat ini, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), demam dengue—dalam derajat lebih berat menjadi demam berdarah dengue—sudah bercokol di lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat.

Angka kejadian infeksi virus dengue pun terus meroket dalam beberapa dekade terakhir. Diperkirakan 2,5 miliar warga dunia—dari total 6,7 miliar—berada dalam ancaman virus yang masuk keluarga Flaviviridae ini. Saban tahun diperkirakan ada 220 juta warga dunia yang terinfeksi virus dengue. Dari jumlah itu, sebanyak 2 juta pasien, sebagian besar anak-anak, harus menjalani perawatan di rumah sakit karena infeksinya telanjur berat. Sebanyak 25 ribu di antaranya meninggal.

Ancaman keganasan dengue makin menjadi lantaran hingga kini belum ada vaksin yang bisa menangkalnya. Itu sebabnya sejumlah lembaga atau perusahaan berlomba-lomba membuat vaksinnya. Menurut catatan Institut Vaksin Internasional, setidaknya ada lima kandidat vaksin untuk mengatasi dengue yang dikembangkan oleh tujuh perusahaan. Di antaranya GlaxoSmithKline, Inviragen, Hawaii Biotech, dan Sanofi Pasteur. Mereka bersaing menciptakan vaksin yang bisa menaklukkan empat serotipe dengue, yakni DEN-1 sampai DEN-4.

Menurut Profesor Sri Rezeki S. Hadinegoro, peneliti vaksin yang menjabat Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, adanya empat serotipe itulah yang membuat pada ahli kesulitan menciptakan vaksin untuk virus dengue. Apalagi dulu teknologinya tidak semaju sekarang. “Membuat vaksin bukan hanya dicampur kayak es campur,” katanya. “Tapi satu per satu dicoba, serotipe satu sama dua dicoba, satu sama empat, dan seterusnya. Semua itu memakan waktu, biaya, dan segala macam.”

Nah, dalam persaingan itulah Sanofi Pasteur, divisi vaksin dari Grup Sanofi-Aventis, berhasil mendudukkan diri sebagai perusahaan pertama di dunia yang kandidat vaksin denguenya sudah memasuki uji klinis fase ketiga. Jika fase terakhir ini berjalan mulus, kata Wayne Pisano, Presiden Sanofi Pasteur, “Kami berkomitmen mengutamakan negara-negara dengan tingkat kejadian dengue tinggi.”

Untuk menggarap vaksin dengue, Sanofi menggandeng Pusat Pengembangan Vaksin Universitas Mahidol, Thailand, sejak 1994. Mahidol memang kampiun dalam urusan ini. Tengok saja, sejak 1980, mereka sudah berkomitmen mengembangkan vaksin tetravalen, yakni vaksin yang dirancang untuk melindungi manusia dari empat serotipe dengue. Dan belakangan komitmen itu bisa diwujudkan. Sebelum vaksin disuntikkan pada manusia, tim Mahidol secara intensif melakukan penelitian di laboratorium, termasuk mengevaluasi penggunaannya pada binatang.

Setelah terbukti aman pada binatang, selanjutnya uji klinis tahap kesatu dan kedua pada manusia pun dilakukan. Hasilnya, terbukti vaksin tersebut aman serta memberikan perlindungan pada anak dan orang dewasa dari serangan virus dengue.

“Semua formulanya aman dan ditoleransi tubuh manusia,” kata Yuri Pervikov dari Departemen Vaksin dan Biologis WHO. Pemberian vaksin tetravalen menumbuhkan kekebalan terhadap semua serotipe dengue, tapi antibodi tertinggi muncul saat melawan DEN-3. Sanofi menyebut uji klinis tahap kedua beres pada 2007 dan hasilnya positif.

Setelah uji klinis tahap kesatu dan kedua berhasil, sejak Oktober 2010, Sanofi Pasteur melakukan uji klinis tahap ketiga. Uji dimulai di Australia dengan melibatkan lebih dari 5.000 orang sukarelawan. Mereka menerima satu atau lebih dosis vaksin dengue dan kini sedang menunggu hasilnya. Selain itu, mulai pekan ini, uji klinis serupa dilakukan di lima negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus