Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARAPAN menjangkit dari negeri Margaret Thatcher. Seorang
peneliti dari London School of Hygiene and Tropical Medicine
berhasil menemukan vaksin penyakit hati Hepatitis B. Orang boleh
bangga dengan penemuan ini. Setelah vaksin TBC, cacar dan polio
vaksin Hepatitis cukup penting mengingat penjangkitannya yang
luas di dunia. Vaksin itu sendiri dibuat dari tumor hati
penderita Hepatitis.
Sudah sejak lama diketahui infeksi menahun dari Hepatitis B
besar kemungkinan mengakibatkan kanker hati. Dari kemungkinan
itu Arie Zuckerman, profesor pada perguruan tinggi kedokteran di
Inggris itu bersama tim yang dipimpinnya lantas memisahkan
protein virus dari permukaan sel kanker hati penderita Hepatitis
B. Dia menemukan antigen (zat penolak tersebut sangat mirip
dengan protein virus yang juga ditemukan dalam darah penderita.
Zuckerman menemukan pula bahwa sel-sel tumor hati dapat
dipelihara, dikembang-biakkan dan malahan bisa disimpan dalam
suhu yang dingin.
"Cara yang kami temukan ini mcmungkinkan pembuatan vaksin dalam
jumlah besar-besaran dibandingkan dcngan cara terdahulu," urai
Zuckerman dalam majalah New Scientist 7 Februari 1980.
Rasa Mual
Sejawatnya Profesor Ken Murray dari Edinburgh University, sudah
agak lama bekerja untuk menemukan vaksin pencegah Hepatitis B.
Vaksin itu memang dia temukan, tapi hasilnya terbatas dan
lambat. Sedangkan metode yang dipakai Murray ialah memindahkan
gene dari partikel virus Hepatitis B ke dalam bakteri
Escherichia coli. Lalu ditunggu sampai bakteri tadi membuat
zat-zat virus sebagai reaksi dari gene.
Selain Ken Murray masih banyak lagi peneliti yang mencoba untuk
menemukan vaksin serupa, tapi gagal. Terutama disebabkan oleh
anggapan bahwa virus tak dapat dipelihara dan dikembang-biakkan
di laboratorium. Dengan terbukanya kemungkinan memproduksi
vaksin Hepatitis B maka penyakit ini dapat dicegah melalui
program vaksinasi massal, sebagaimana yang berlaku untuk TBC dan
cacar Dua penyakit yang secara cemerlang sudah berhasil
dikendalikan.
Korban Hepatitis B cukup besar. Penduduk yang tercekam di
seantero jagad diperhitungkan mencapai 176 juta orang. Di
beberapa negara di Afrika, Asia dan kepulauan di Pasifik
penderitanya mencapai 20% dari jumlah penduduk. Di Amerika
Tengah dan Selatan serta negara-negara yang terletak di pantai
Laut Tengah penderitanya juga melangit. Penduduk dari
negara-negara maju pun tak luput dari serangan virus penyakit
ini.
Penyebaran penyakit cepat sekali mengingat virusnya bisa
berpindah lewat darah, air-mani, susu dan ludah. Penderita
Hepatitis B pada tingkat awal terkadang tersamar dengan penyakit
virus lainnya, seperti panas dan flu. Tapi kalau seseorang sudah
mulai sering demam yang diikuti rasa mual, sudah saatnya untuk
memeriksakan diri kepada dokter. Kalau sudah parah, terkadang
penyakit ini bisa menyebabkan penyakit demam kuning atau malahan
kanker hati.
Penyakit Pejabat
Hepatitis B dibedakan dengan Hepatitis A terutama dalam masa
inkubasi. Hepatitis A berlangsung dalam 2 sampai 6 minggu,
sedangkan penularannya lewat kotoran. Sementara pada Hepatitis
B, penyakit berkembang lebih lama, 1« sampai 6 bulan.
Di Indonesia penyebaran penyakit Hepatitis B cukup mencemaskan.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan S. Moeslichan, A.H.
Markum, I. Wahidayat, Maria Abdulsalam dan Masri Rustam dari
bagian penyakit anak RS Cipto Mangunkusumo dan Palang Merah
Indonesia pada 1972, ditemukan penyebaran penyakit mencapai
4,3%.
Sebuah tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga yang melakukan penyelidikan di Mataram, NTB, tahun
1975 malah menemukan persentase penderita yang cukup tinggi.
Terutama di kalangan para pejabat. "Lebih dari 30%
pejabat-pejabat di Mataram yang menjalani general check up
mengandung Hepatitis B dalam darahnya dan tanpa keluhan," begitu
kesimpulan para peneliti tadi.
Ada yang beranggapan epidemi Hepatitis B di Mataram itu
diakibatkan oleh alat suntik yang dipakai berpindah-pindah dari
seorang ke yang lain. Alat suntik inilah yang diduga keras
menyebarkan virus, karena di daerah tersebut sebagian besar
penduduk menganggap pengobatan identik dengan suntikan.
Untuk mencegah penyakit ini jangan sampai lebih meluas, para
peneliti di sini menganjurkan agar alat suntik hanya digunakan
sekali pakai. Begitu juga tranfusi darah harus melalui
pemeriksaan ada tidaknya virus Hepatitis B pada si donor. Sebab
jangan sampai terjadi seorang korban yang mengharapkan
pertolongan, malah terjebak virus Hepatitis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo