Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HEPATITIS B penyakit mudah menular dan fatal. Virus penyebabnya berkembang dalam jaringan hati sehingga timbul kerusakan pada sel-sel hati. Kalau sudah kronis, penyakit itu mengakibatkan pengerutan hati. Makanya, hepatitis B tergolong jenis penyakit yang mengundang kematian. Yang langsung adalah akibat peradangan hati akut, dan yang tak langsung, yaitu terjadi kanker hati. Penyakit ini sampai sekarang masih membingungkan masyarakat. Dan khusus perlu tidaknya vaksinasi pencegahan belum pula ada pernyataan dari Departemen Kesehatan serta kesepakatan dokter. Program ini masih diperdebatkan. Kalaupun ada sebagian imbauan vaksinasi, sulit dipercaya karena itu berasal dari seminar yang disponsori industri farmasi produsen vaksin hepatitis B yang ingin memasarkan produknya. Namun, seberapa jauh hepatitis B sudah menyebar di Indonesia? Dan, berapa angka insidensi yang sebenarnya? Karena rekaman medis di banyak pranata kesehatan masih kacau, sulit diperoleh data akurat. Walau demikian, kiraan dengan berbagai perbandingan data bukan tidak mungkin dilakukan. Itulah yang dikerjakan dr. Soeliadi Hadiwandowo. Melalui perbandingan tadi, belum lama ini ia menghitung-hitung insidensi hepatitis B, lalu memperkirakan angkanya di Indonesia tergolong tinggi. Merujuk angka dari WHO, organisasi kesehatan sedunia, Soeliadi mengutarakan bahwa setiap tahun ditemukan kurang lebih 500.000 kasus baru hepatitis B di dunia. Menurut ahli penyakit dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu, di negara-negara Asia Pasifik angka infeksi hepatitis B terbilang tinggi. Sumber penularannya, 170 juta berdiam di daerah Asia Pasifik. Sedangkan di seluruh dunia jumlahnya sekitar 216 juta orang. Memang, WHO sudah mengeluarkan patokan tinggi rendahnya angka hepatitis B di suatu negara. Dikatakan rendah kalau pada 100 orang penduduk tercatat hanya 0-2 orang yang mengidap virus hepatitis B. Disebut sedang bila pengidap virus 3-7 orang setiap 100 penduduk. Tergolong tinggi bila di antara 100 penduduk terdapat tujuh orang atau lebih pengidapnya. Menurut Soeliadi, angka infeksi Indonesia termasuk sedang dan tinggi. Tercatat 3 sampai 17 dari setiap 100 penduduk sudah terinfeksi. Malah berbagai penelitian mengungkapkan bahwa angka rata-rata pengidap (minimal exposure rate) virus hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi. Di luar Jawa, terdapat 3-20 pengidap virus di antara 100 penduduk. Ini sudah tergolong tinggi. Tapi di Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya, angka itu antara 5 dan 6. Jadi, masih dalam terkategori sedang. Indikator lain, secara keseluruhan, penyakit hati itu disebut tinggi di Indonesia. Penelitian fakultas-fakultas kedokteran di Indonesia menunjukkan 10% pasien dirawat di bagian penyakit dalam di rumah sakit adalah pasien penyakit hati. Artinya, tiap tahun terdapat kurang lebih 10.000 kasus baru penyakit hati. Seseorang yang terinfeksi virus hepatitis B dapat mengalami beberapa kemungkinan. Ada yang disebut pengidap sehat. Mereka terlihat sehat, padahal sudah tertular. Ada pula yang menderita infeksi, hanya masih bisa disembuhkan. Yang paling parah, kalau tidak bisa disembuhkan karena di kemudian hari menderita kanker hati primer, atau pengerutan hati. Menurut Soeliadi, yang tidak bisa sembuh ini meliputi 5% sampai 15% penderita. Pengaruh keadaan gizi mudah pula memancing hepatitis B. Di Indonesia ini tergolong rawan. Di samping itu juga dipengaruhi fungsi sistem kekebalan tubuh. Makin muda seseorang terinfeksi semakin besar kemungkinannya jadi menahun. Bila infeksi terjadi pada masa bayi, kemungkinan infeksi menahun sangat besar. Bahkan, virus hepatitis B dapat menyerang semua orang. "Dari bayi hingga yang berusia lanjut, baik dari golongan ekonomi lemah sampai konglomerat, tanpa memandang jabatan dan kedudukan tertentu," ujar Soeliadi. Mereka yang tergolong punya risiko tinggi tertular, yaitu dokter, dokter gigi, petugas laboratorium, calon pasien bedah, pasien gigi, serta penerima transfusi darah. Juga bayi dalam kandungan ibu pengidap virus, sanak keluarga penderita hepatitis B, dan di kalangan mereka yang sering berganti mitra seks. Penularan hepatitis B bisa terjadi melalui kontak darah, jarum suntik, jarum tindik telinga, malah penularan vertikal dari ibu ke anak. Selain itu, cairan tubuh, dan sperma, merupakan sumber penularan penting. Sedangkan gejala hepatitis B pada infeksi akut meliputi gangguan nafsu makan, mual, lesu, dan nyeri perut kanan atas. Lazim, ini diikuti dengan menguningnya kulit, bola mata, dan warna air seni seperti teh. Tapi, kepastian hepatitis B hanya dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium. Pencegahan hepatitis B dapat diusahakan dengan dua cara: nonvaksinasi dan melalui vaksinasi. Upaya pencegahan nonvaksinasi adalah mengurangi kemungkinan tertular virus hepatitis B dengan misalnya membiasakan hidup sehat dengan gizi cukup dan olahraga teratur hingga daya tahan tubuh bisa optimal. "Dalam keluarga, hendaknya dibiasakan untuk tak meminjam sikat gigi, alat cukur, dan alat-alat lainnya yang menunjang penularan virus," pesan Soeliadi. Sedangkan pencegahan melalui vaksinasi lebih efektif. Agaknya, yang menjadi ganjalan adalah harga vaksin hepatitis B tidak murah. Dan kekebalan yang dibentuknya juga tidak berlaku seumur hidup, sehingga vaksinasi harus diulangi. Jadi, kata Soeliadi, pelaksanaannya harus dengan konsultasi dokter. Konsultasi ini meliputi manajemennya. Misalnya, memprioritaskan anak-anak, dan dilakukan sekaligus pada sebuah keluarga, atau keluarga besar, agar efisien serta murah. Jim Supangkat dan Laporan Biro Yogya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo