Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Konsultan Tulang Belakang, Didik Librianto, menyatakan, anak perempuan rentan menderita bengkok tulang belakang ke samping atau skoliosis.
Disebutkan, mayoritas skoliosis dialami perempuan di dunia dengan rasio 1:9. Artinya, 9 dari 10 penderita skoliosis berjenis kelamin perempuan.
“Tapi di Indonesia belum ada surveinya,” kata Didik saat bincang santai dengan awak media di restoran Kembang Goela, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu.
Baca juga: Olahraga 60 Menit dalam Sepekan Dapat Kubur Depresi saat Tua
Meski begitu, Didik menjelaskan, penyebab skoliosis belum diketahui secara medis atau disebut idiopatik hingga saat ini. Tak terkecuali alasan mengapa perempuan lebih banyak skoliois ketimbang laki-laki. Secara umum, penyebab skoliosis dicurigai karena tulang atau jaringan kolagen terlalu lentur. Ada juga faktor hormon, genetik, dan gangguan saraf.
“Apa sebabnya belum diketahui, tapi 98 persen pada perempuan idiopatik,” ujar Didik.
Didik menjelaskan ada dua ciri skoliosis, yakni pundak tinggi sebelah dan adanya tonjolan di punggung. Selain itu, penderita skoliosis akan merasakan nyeri dada dan sesak napas. Rasa sesak terasa bila tulang bengkok di atas 100 derajat lantaran rongga paru menyempit sebelah. Penderita skoliosis juga kerap mengalami pegal-pegal, khususnya saat bangun tidur di pagi hari.
Menurut Didik, penanganan dengan operasi perlu dilakukan ketika tulang bengkok lebih dari 40 derajat. Untuk tulang bengkok pada kurva 20-40 derajat, pasien dianjurkan mengenakan alat penyangga (brace) tulang belakang. Hal itu agar mencegah bertambahnya lekungan tulang belakang.
Didik berujar, tulang yang bengkok pada skoliosis tak dapat diluruskan kembali. Namun, dapat dicegah dengan deteksi dini ke dokter di usia 10-14 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini