Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Tahu, Formalin Dan Pemerintah

Sekretaris YLK, Permadi SH, mensinyalir para pengusaha tahu menggunakan formalin sebagai bahan pengawet. Di benarkan Dep-Kes. Produsen tahu harus dibimbing untuk mempergunakan air yang telah dimasak. (ksh)

3 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM sebuah forum ceramah dan diskusi mengenai makanan olahan di Arena Promosi dan Hiburan Jakarta, akhir April yang lalu, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen, Permadi SH mengungkapkan sebuah kabar yang kedengaran menjijikkan. "Hampir semua tahu di Jakarta menggunakan formalin sebagai bahan pengawet," katanya. Sarjana hukum berusia 46 dan sering mengenakan pakaian hitam-hitam itu juga menceritakan tentang sudah dilaporkannya masalah tersebut kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Obat & Makanan. "Tetapi lembaga pengawasan tersebut belum juga memberikan tanggapan," ia menambahkan. Kabar tentang tahu berformalin sebenarnya sudah tersimpan dalam laci Permadi sejak pertengahan 1977. Terutama setelah datangnya seorang tamu. Ia pengusaha tahu yang cukup besar dari Grogol, yang mengeluh tentang tahunya yang cepat membusuk. Dalam pertemuan itu disinggung-singgung pula tentang kemungkinan formalin sebagai bahan pengawet. Pembicaraan tadi mengajak Permadi untuk mencari keterangan lebih seksama mengenai kebenaran cerita tentang digunakannya zat pengawet mayat itu untuk tahu. "Karena kekurangan biaya, info tersebut tak bisa kami buktikan melalui pemeriksaan laboratorium," kata ir Diah Maulida salah seorang staf ahli Lembaga Konsumen. Ketika keterangan Permadi tersiar luas di berbagai koran, datanglah reaksi sengit dari Kepala Dinas Perindustrian DKI, ir Martono Sumodinoto. "Itu berita sensasi murahan yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Keterlaluan dan sangat merugikan para pengusaha tahu," geramnya. Seperti apa yang digambarkan ir Martono, selama seminggu setelah berita tersebut, pasaran tahu memang menurun banyak. "Hampir 50%," menurut pengakuan seorang pengusaha tahu di Jalan Daan Mogot. Penurunan yang drastis itu banyak berhubungan dengan perasaan jijik dan kecemasan orang terhadap pengaruh formalin untuk kesehatan. Kasip Apakah anda semua sudah memakan tahu berformalin Manalah kita tahu. Sebab Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes, baru saja melakukan penelitian. Dan cerita Permadi SH tadi ternyata benar. Menurut press release yang dikeluarkan Depkes tanggal 20 Mei 1978, "dari 25 contoh yang telah diperiksa hingga 18 Mei hasilnya menunjukkan bahwa hanya ada dua contoh yang memberikan reaksi positif terhadap formalin, dengan kadar rata-rata 5,5 ppm (bagian persejuta) dalam tahu 1,8 ppm dalam airnya." Dari hasil penelitian yang singkat, cepat tapi kasip itu tentu sulit untuk mendapatkan gambaran keadaan tahu sebelum kabar dari Permadi tersiar. Ir Martono Sumodinoto juga memperoleh sebuah salinan dari keterangan Departemen Kesehatan tersebut. "Keterangan itu bagus. Bagus," ujarnya kalem mengomentari hasil penelitian tadi. "Ketika memberikan keterangan dulu saya lagi panas. Tiap orang yang ketemu menanyakan tahu. Telepon sepanjang hari berdering, menanyakan tahu. Di nite club orang bertanya mengenai tahu, bagaimana kepala saya tidak panas," katanya. "Dan yang sangat saya sesalkan dari Lembaga Konsumen bahwa dia telah meruntuhkan semua usaha dan pekerjaan kita hanya karena adanya beberapa pengusaha yang pakai formalin," sambungnya pula. Tetapi dengan kadar formalin seperti yang telah ditemukan Departemen Kesehatan melalui penelitiannya, apa yang bakal terjadi terhadap kesehatan? "Kita belum tahu dan kalau mau melakukan penelitian mengenai pengaruh formalin terhadap tubuh memerlukan waktu yang lama," jawab dr Iwan Darmansjah, kepala bagian farmakologi Universitas Indonesia. Tahan 4 Hari Sementara itu ahli gizi dan pangan Hermana dan FG Winarno dalam sebuah tulisan mereka di Kompas menyebutkan formalin sebagai zat yang bersifat racun. Jika termakan, mulut dan kerongkongan bisa sakit, sukar menelan, mual dan muntah. Bisa sakit perut dan menceret berdarah. Dalam penelitian yang mereka berdua lakukan ternyata formalin tidak hilang biarpun tahu yang diberi formalin telah digoreng atau direbus. Memang begitulah sifat semua racun. Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet tidak dilarang. Tapi dalam daftar zat pengawet yang diizinkan Departemen Kesehatan tidak disebutkan formalin. "Melarang penggunaan formalin, dengan anggapan kadar yang ditemukan dalam penelitian tersebut sebagai berbahaya, tidaklah tepat, sebab kita belum tahu apa pengaruhnya. Jika ada alternatif pembuatan tahu supaya awet maka pelarangan tersebut bisa disetujui," kata Iwan Darmansjah. Menurut Iwan, tahu sebagai sumber protein perlu diperhatikan cara pembuatannya. Pemerintah, katanya harus memberikan bimbingan kepada para produsen tahu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermana dan FG Winarno perlu diperhatikan, katanya. Dalam penelitian mereka tahu yang pembuatannya menggunakan air bersih apalagi kalau disimpan dalam air yang sudah dididihkan lebih dulu bisa disimpan sampai 4 hari. Kalau begitu ditunggu usaha pemerintah untuk menyebarkan cara pembuatan tahu tahan lama ini kepada 200 pengusaha yang terdaftar. Dengan begitu larangan terhadap formalin menjadi kuat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus