Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Tata Rias Pengantin Yogyakarta, Dulu Pantang buat Rakyat Sampai Sultan Izinkan

Ketahui apa saja pakem tata rias pengantin Yogyakarta yang dulu hanya untuk keluarga Keraton Yogyakarta.

10 April 2022 | 11.01 WIB

Tata rias pengantin Keraton Yogyakarta bernama Paes Ageng Jangan Menir yang diperagakan di Pendapa Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Kamis, 31 Maret 2022. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Perbesar
Tata rias pengantin Keraton Yogyakarta bernama Paes Ageng Jangan Menir yang diperagakan di Pendapa Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Kamis, 31 Maret 2022. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Tata rias pengantin gaya Yogyakarta yang berkembang di masyarakat saat ini berasal dari tata rias pengantin tradisi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Penanggung jawab urusan tata rias dan adat dari Tienuk Riefki Management, Suyono mengatakan, dulu, pakem tata rias ini hanya untuk keluarga keraton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Awalnya dari keraton dan tak boleh keluar keraton (dilarang dikembangkan untuk masyarakat umum)," kata Suyono saat ditemui Tempo di sela Workshop serta Pameran Arsip dan Memorabilia Tienuk Riefki di Pendapa Royal Ambarukmo Yogyakarta, Kamis, 31 Maret 2022. Tata rias pengantin Keraton Yogyakarta yang asli bernama Paes Ageng dan Paes Ageng Jangan Menir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Paes merupakan riasan pengantin di area dahi hingga rambut. Sedangkan tata rias pengantin sendiri meliputi riasan, busana, dan semua aksesori yang dikenakan dari ujung kepala hingga kaki. Paes Ageng, menurut Suyono sudah ada sejak zaman Sultan Hamengku Buwono II. Putra putri sultan menerapkan tata rias pengantin Paes Ageng saat berada di dalam keraton. Adapun tata rias Paes Ageng Jangan Menir diterapkan ketika pengantin akan keluar untuk diarak dari keraton ke kepatihan.

Tata rias pengantin Keraton Yogyakarta bernama Paes Ageng yang diperagakan di Pendapa Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Kamis, 31 Maret 2022. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Dalam perkembangannya, Suyono melanjutkan, masyarakat boleh menerapkan tata rias pengantin Keraton Yogyakarta supaya tetap lestari. Hanya saja, menurut dia, Sultan Hamengku Buwono IX berpesan agar jangan keluar dari pakem tata rias pengantin Keraton Yogyakarta yang asli.

Nama Tienuk Riefki yang tersemat pada Tienuk Riefki Management, tempat Suyono bekerja, adalah perias pengantin putra dan putri Keraton Yogyakarta. Tienuk yang meninggal pada 14 September 2019 itu pernah merias 14 putra dan putri Keraton Yogyakarta sejak masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IX dan Sultan Hamengku Buwono X. Dia dikenal sebagai maestro tata rias pengantin tradisional Jawa. "Disebut maestro karena beliau adalah perias yang nguri-nguri atau melestarikan pakemnya," kata Suyono.

Pria yang juga anggota Bidang Pendidikan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia atau HARPI Melati Daerah Istimewa Yogyakarta ini mengatakan, sekarang tata rias pengantin gaya Yogyakarta berkembang menjadi tujuh. Selain Paes Ageng dan Paes Ageng Jangan Menir yang merupakan tata rias asli Keraton Yogyakarta, ada juga Kanigaran, Jogja Putri, Kasatriyan Ageng, Kasatriyan Ageng Malem Selikuran, dan muslimah berkerudung untuk tata rias pengantin muslimah berkerudung tanpa paes.

Tata rias pengantin Keraton Yogyakarta bernama Paes Ageng Kanigaran yang diperagakan di Pendapa Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Kamis, 31 Maret 2022. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Tujuh tata rias itu, menurut Suyono, sudah diputuskan oleh pengurus HARPI pusat sebagai tujuh tata rias pengantin Yogyakarta. "Tienuk Riefki yang memprakarsai tata rias pengantin Kasatriyan Ageng dan Kasatriyan Ageng Malem Selikuran," ujarnya. Berdasarkan bentuk busana, Paes Ageng terbagi menjadi Paes Ageng Busana Keprabon, Busana Kanigaran, Busana Jangan Menir, dan Paes Ageng Busana Pembayun. Busana yang digunakan adalah busana kebesaran keraton. "Yang membedakan adalah perhiasannya," kata Suyono.

Bentuk busana Paes Jogja Putri, Kasatriyan Ageng, Kasatriyan Ageng Malem Selikuran dikembangkan dari busana-busana keraton untuk tradisi tertentu. Busana Jogja Putri misalkan. Ini adalah pakaian adat Keraton Yogyakarta yang dipakai untuk menyambut ulang tahun Ratu Belanda Wilhelmina pada masa sebelum kemerdekaan.

Adapun busana Kasatriyan Ageng Malem Selikuran biasa dikenakan putra raja pada malam ke-21 bulan Ramadan saat menjalankan tradisi menyebar udhik-udhik di pelataran Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta. Bajunya berupa surjan berbahan beludru dan memakai Kuluk Kanigara.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus