Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Kulon Progo Kembangkan Kampung Kakao di Kalibawang

Masyarakat Kulon Progo mayoritas menanam kakao jenis Lindak.

14 Januari 2018 | 15.30 WIB

Mahasiswa UGM Olah Limbah Kakao Menjadi Nata De Cocoa. dok/ugm.ac.id KOMUNIKA ONLINE
Perbesar
Mahasiswa UGM Olah Limbah Kakao Menjadi Nata De Cocoa. dok/ugm.ac.id KOMUNIKA ONLINE

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Kulon Progo - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengembangkan kampung kakao di Desa Banjarharjo dan Banjaroya, Kecamatan Kalibawang. Kampung kakao ini hadir untuk mengembangkan potensi wisata di Kawasan Bukit Menoreh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Widi Astuti mengatakan saat ini pihaknya mendampingi petani kakao dan kelompok tani kakao dari hulu sampai hilir. Kebijakan pemerintah pusat, kata dia, adalah mengembangkan Kawasan Strategis Pembangunan Nasional (KSPN) Borobudur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami mulai mengubah dan melakukan inovasi bidang perkebunan, khususnya kakao supaya mendukung sektor pariwisata dan meningkatkan kesejahteraan petani kakao," kata Widi Astuti di Kulon Progo, Minggu, 14 Januari 2018.

Dia mengatakan produksi kakao berkisar 1.043,86 ton per tahun dengan luas tanam 2.345,7 hektare. Pusat kakao yakni Kokap seluas 800,02 hektare, Kalibawang 754,45 hektare, dan Girimulyo seluas 471,95 hektare.

"Di program pascapanen kami melakukan pelatihan dan bimbingan teknis terkait pengolahan kakao yang memiliki kualitas standar nasional Indonesia," kata Widi.

Dia menjelaskan kualitas kakao di Kulon Progo mayoritas masuk dalam golongan C dan B. Golongan B dengan 101 hingga 110 biji per 100 gram, dan golongan C antara 111 hingga 120 biji per 100 gram.

"Masyarakat Kulon Progo mayoritas menanam kakao jenis Lindak. Saat ini, Kulon Progo akan mengembangkan Teknologi Somatic Embriogenesis (SE) Kakao yang merupakan produk unggulan nasional," katanya.

Produksi kakao Kulon Progo, kata dia, masih sebatas sebagai bahan baku industri sehingga harga di tingkat petani masih rendah. "Untuk menaikkan nilai jual produk kakao, kami mengimbau petani melakukan vermentasi kakao pascapanen. Saat ini, petani menjual kakao kering dengan harga murah."

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Bambang Tri Budi mengatakan kakao merupakan produk unggulan di Kulon Progo. Pemerintah kabupaten memberikan bantuan kepada petani baik berupa bibit dan pengembangan kawasan kakao seluas 50 hektare di Desa Banjaroya, yakni Pantok Wetan, Pantok Kulon, Slanden, dan Beneran. "Kami berharap kakao Kulon Progo mampu menunjang sektor pariwasata," katanya.

ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus