Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta -Festival Film Asia Jogja-NETPAC (JAFF) ke-12 kali ini mengumpulkan film panjang dan pendek untuk diadu dalam sebuah kompetisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ajang kompetisi itu diperebutkan oleh 10 film panjang dan 10 film pendek, baik berjenis fiksi maupun dokumenter dalam program JAFF – Indonesia Screen Awards.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
JAFF –Indonesia Screen Awards merupakan program baru dalam JAFF 2017 yang mengangkat tema Fluidity. Program tersebut untuk memberi ruang lebih bagi film Indonesia dan mengukur perkembangannya.
“Ada lima penghargaan yang diperebutkan,” kata Koordinator Program JAFF 2017, Ismail Basbeth usai pemutaran film Munggah Kaji dan The Gift di CGV Cinemas J-Walk Yogyakarta, Sabtu, 2 Desember 2017 malam.
Lima penghargaan yang dimaksud adalah sutradara, penulis skenario, aktor, dan sinematografer terbaik. Berbeda dengan perhelatan JAFF sebelumnya yang menamai program The Faces of Indonesian Cinema sebelum kemudian diganti dengan program JAFF – Indonesia Screen Awards pada 2017 ini.
“Ada tiga juri yang semuanya dari luar negeri yang mengikuti perkembangan sinema Indonesia,” kata Ismail.
Mereka adalah Gertjan Zuilhof, mantan programmer di Internasional Film Festival Rotterdam yang sudah lama sekali berfokus pada film Indonesia. Kim Young Woo, programmer Busan Internasional Film Festival untuk wilayah Asia. Serta Maggie Lee, jurnalis film internasional yang dalam setiap kesempatan selalu menulis tentang film Indonesia.
Menurut Ismail, berdasarkan hasil diskusi kurator dan tim program JAFF ada pemisahan antara penonton film pendek dengan penonton film panjang. Kemudian dibuat format sebelum pemutaran film panjang didahului dengan pemutaran film pendek dalam satu studio. Seperti malam itu, pemutaran film The Gift yang disutradarai Hanung Bramantyo didahului dengan pemutaran film Munggah Kaji karya sutradara Rivandy Adi Kuswara yang berdurasi 29 menit.
“Ini sudah beberapa tahun lalu. Jadi bagaimana mempertemukan dua kelompok penonton yang sebenarnya ‘kakak adik’ itu,” kata Ismail.
Menurut penjelasan Executive Director JAFF 2017 Ifa Ifansyah, program The Faces of Indonesian Cinema memberi ruang untuk film-film yang mempunyai pencapaian lebih dalam industri, baik dalam hal pencapaian penonton, nilai produksi, hingga capaian teknisnya.
Perkembangannya dilihat dari jumlah penonton maupun bentuk filmnya. Perkembangan itu membuat banyak film Indonesia yang dibuat sutradara mapan dengan hasil yang maksimal tidak mendapat ruang di program kompetisi JAFF. “Padahal tiap tahunnya capaian film seperti itu tidak sedikit,” kata Ifa menjelaskan asal mula adanya kompetisi untuk film-film panjang dan pendek Indonesia dalam JAFF.
Sepuluh film panjang yang berkompetisi di Festival Film Asia Jogja-NETPAC (JAFF) kali ini meliputi film yang pernah diputar di bioskop maupun yang belum, meliputi “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara”, “Bukaan 8”, “Cek Toko sebelah”, “Galih & Ratna”, “My Generation”, “Negeri Dongeng”, “Nigth Bus”, “Posesif”, “Satu Hari Nanti”, dan “The Gift”. Sedangkan film berdurasi pendek antara 6-29 menit selain “Munggah Kaji”, ada juga “Joko”, “Kisah di Hari Minggu”, “Mesin Tanah”, “Pranata Mangsa”, “Regards from The Southern Crab”, “Sepanjang Jalan Satu Arah”, “Songbird: Burung Berkicau”, dan “The Nameless Boy”.
PITO AGUSTIN RUDIANA