Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Saat menulis artikel ini, gue sedang ada di Bali. Akhir tahun lalu, gue ada di Bali karena salah satu teman baik menikah. Tentu saja tanpa berpikir dua kali, dari jauh hari gue langsung booking tiket dan penginapan untuk mempersiapkan kehadiran gue ini. Tapi sisa waktunya, gue lebihin biar bisa nongkrong sambil kerja di berbagai tempat di sini. Bali gitu loh. Ya sekalian dong ah senang-senang dikit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi entah kenapa akhir-akhir ini pikiran gue lagi mumet gitu. Keliatanlah dari rambutnya yang jarang sisiran (ini mah dari dulu kali…). Mikirin masa depan, mikirin ini itu. Terus malah jadi gak maksimal dalam segala hal. Gue merasa akhir-akhir ini cuma menggunakan sebagian persen dari kemampuan gue, dalam segala hal. Jahat banget kan ke diri sendiri. Bikin diri sendiri malah jadi gak maksimal. Mau ngapa-ngapain, bosan. Gak seru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampai gue sadar, loh sebentar lagi gue kan mau ke Bali gitu. Harusnya kan gue seneng ya. Cuma, dalam pikiran gue ya isinya, ini bukan liburan, cuma mau pindah tempat kerja aja. Gue emang mau kerjain beberapa hal di luar kerjaan full time gue. Bahkan ketika on the way ke bandara, sebenarnya gue sambil dijemput teman dan sepanjang perjalanan, kita meeting di dalam mobil. Begitu gue sampai di bandara dan didrop, dia bilang,”ya udah Jo, enjoy ya di Bali!” Sedangkan gue belum merasa gue bakalan have fun dalam artian liburan.
Kebetulan gue flight pulang pergi bareng sama Adit, teman baik gue yang memang mau pulang kampung ke Bali. Terus pas kami lagi makan bareng, salah satu kebiasaan jelek gue nongol. Gue mengeluh.
Gue: Hadeh, pusing ah.
Adit: Kenapa lu?
Gue: Gak papa. Mikirin kerjaan.
Adit: Yaelah gue juga sama kali banyak kerjaan. (Dia di depan laptop, sambil ngurus kerjaannya). Tapi gue seneng-seneng aja tuh.
Suatu hari gue ngumpul dengan beberapa temen gue, kelompok yang sudah kayak keluarga sendiri saja. Di sini kita membahas berbagai hal, dan gue jadi diingatkan oleh beberapa hal. Semua orang punya permasalahan sendiri. Semua orang punya pusingnya sendiri.
Terus, ada satu hal yang gue nggak bisa lupa. Kemarin itu partner gue bilang, “Cuma ya udahlah coba jalanin aja. Papa aku pernah bilang juga, hidup itu indah. Kenapa dia bilang hidup itu indah? Dia yang punya tujuh komplikasi penyakit aja bisa ngomong begitu.”
Jleb.
Sepertinya gue emang kurang bersyukur aja. Kalau diingat-ingat, gue berlimpah dengan berkat dan kesempatan yang selalu datang. Gue dikelilingi teman-teman yang baik. Gue punya kerjaan yang bagus. And so on. Tuhan amat sangat memberkati gue.
Semua orang pasti punya masalah, tinggal bagaimana menghadapinya. Kalau keder, jangan terlalu sombong untuk minta tolong sama orang lain. Opportunity banyak, tinggal difollow up aja.
Tulisan ini sudah tayang di Johanakusnadi