Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Bukit Uluru, Situs Suci Aborigin yang Akhirnya Ditutup Total

Suku Aborigin telah meminta penutupan Bukit Uluru lebih dari 10 tahun silam. Selain situs suci, bukit ini membahayakan untuk didaki.

5 November 2019 | 05.27 WIB

Bukit Uluru, situs suci Suku Abrigin yang jadi ikon wisata alam Australia. Mark Kolbe/Getty Images AsiaPac/Getty Images
Perbesar
Bukit Uluru, situs suci Suku Abrigin yang jadi ikon wisata alam Australia. Mark Kolbe/Getty Images AsiaPac/Getty Images

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Palu akhirnya diketuk. Bukit Suci Uluru di Australia resmi ditutup dari pendakian. Wisatawan hanya boleh mengelilinginya meskipun penasaran untuk naik ke atasnya. Yup. Penutupan Bukit Uluru menjadi perdebatan panjang dan kontroversial di Australia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Pendakian di situs Northern Territory yang terkenal itu benar-benar tak bisa lagi. Dewan Taman Nasional Uluru-Kata Tjuta menyatakan, pendakian dari sudut manapun dilarang mulai 1 November. Bukit Uluru adalah situs suci Suku Aborigin. Wujudnya berupa monolit batu berpasir setinggi 348 meter. Bentang alamnya merupakan ikon wisata alam Australia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suku Aborigin, puluhan tahun lalu telah meminta agar pemerintah menyetop pendakian. Selain berstatus situs suci, bahaya mengancam para pendaki, "Pendakian resmi dilarang di situs suci ini," kata Ketua Dewan Taman Nasional Uluru-Kata Tjuta, Sammy Wilson.

Wilson bersuara atas nama delapan pemilik tradisional komunitas Anangu dan tiga perwakilan dari Taman Nasional Uluru. Mereka telah menetapkan tiga kriteria untuk dipertimbangkan sebelum menutup area untuk pendaki: pengalaman (edukasi) pengunjung, pengetahuan budaya dan alam wisatawan, pendaki harus turun di bawah 20 persen.

Suku Aborigin, puluhan tahun lalu telah meminta agar pemerintah menyetop pendakian. Selain berstatus situs suci, bahaya mengancam para pendaki. TORSTEN BLACKWOOD/AFP/AFP/Getty Images

Pemicu penutupan memang karena ulah turis yang tidak sensitif terhadap situs suci Uluru. Misalnya, pada 2010 turis dari Prancis berbikini di atas bukit, "Selama bertahun-tahun, Suku Anangu merasakan intimidasi, seolah-olah seseorang memegang pistol di kepala kami agar Bukit Uluru tetap terbuka," kata Wilson.

Pada tahun 2009, Suku Anangu merekomendasikan larangan pendakian. Namun tak disetujui pemerintah, dengan alasan bisa merugikan industri pariwisata Australia.

Meskipun demikian, jumlah wisatawan cenderung meningkat namun pendakian mengalami penurunan. Pasalnya, lereng yang curam dan suhu yang tinggi membuat banyak kecelakaan. Sejak dibuka untuk pariwisata pada 1958 hingga 2010, terdapat 36 wisatawan yang meninggal akibat terjatuh.

Menurut Taman Nasional Uluru-Kata Tjuta, pada 1990-an jumlah pengunjung yang mendaki Uluru mencapai 74 persen, pada 2010 tinggal 28 persen, dan pada 2015 hanya 16,2 persen pada 2015. Pada 2015, 300.000 orang mengunjungi Uluru, yang sebelumnya dikenal dengan nama kolonialnya Ayers Rock.

Penutupan dan Konsekuensinya

Tanggal pelarangan pendakian ditetapkan pada 26 Oktober 2019, bertepatan dengan ulang tahun ke 34 kembalinya Uluru kepada pemilik tradisionalnya. Perdebatan mengenai pendakian ini sudah berlangsung sejak 1985, saat Pemerintah Persemakmuran Australia mengembalikan Uluru kepada Suku Pitjantjatjara dan Yankunytjatjara, yang juga dikenal sebagai Anangu.

Uluru memang sakral bagi masyarakat adat Australia karena diyakini telah terbentuk selama pada periode kuno ketika semua makhluk hidup diciptakan atau era Dreamtime. Batu besar itu dianggap hidup dan menjelajahi Bumi, untuk menciptakan alam. Temuan arkeologis menunjukkan nenek moyang Aborigin menetap di daerah itu lebih dari 10.000 tahun yang lalu. Uluru juga merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO. 

Mempelajari geologi Uluru dan sejarah Suku Aborigin selama ribuan tahun jauh lebih menarik ketimbang mendaki Uluru. Chris Jackson/Getty Images/File

"Ini adalah tempat yang sangat penting, bukan taman bermain atau taman hiburan seperti Disneyland. Kami sudah memikirkan hal ini sejak lama," kata Wilson. Wisatawan dipersilakan datang, namun bukan untuk mendaki.

John O'Sullivan, Direktur Pelaksana Tourism Australia, mengatakan menyambut keputusan tersebut, "Selalu menjadi keinginan pemilik tradisional agar pengunjung Bukit Uluru tidak mendaki ke situs suci mereka. Dan saya pikir itu adalah sesuatu yang dipahami dan dihormati oleh wisatawan domestik dan internasional," katanya.

Menghilangkan pendakian, tak mengurangi minat wisatawan mendaki Bukit Suci Uluru. Seorang wisatawan Heather White terakhir mengatakan terakhir kali mengunjungi Uluru dari Melbourne pada 2015. Ia berkesimpulan untuk menikmati Bukit Uluru tak perlu dengan mendaki.

"Ini mirip dengan mendaki Vatikan atau Biara Westminster. Ini adalah tempat yang benar-benar indah dan spiritual: Anda tidak perlu mendaki untuk mengalami itu," ujarnya. Mempelajari geologi Uluru dan sejarah Suku Aborigin selama ribuan tahun, jauh lebih menarik ketimbang mendaki Uluru.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus