Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Di Desa Ini, Kelelawar Bacem Laris. Tak Takut Virus Corona?

Kelelawar diduga bisa membawa virus corona. Tapi hewan ini di Gunung Kidul, Yogyakarta, malah dibacem. Dikudap dan diyakini sebagai obat.

30 Januari 2020 | 10.10 WIB

Olahan kelelawar bacem dari resep Sukarwanti. Ia membuka warung yang menjajakan kelelawar bacem yang disukai masyarakat Desa Giringharjo, Gunung Kidul. TEMPO/Muh. Syaifullah
Perbesar
Olahan kelelawar bacem dari resep Sukarwanti. Ia membuka warung yang menjajakan kelelawar bacem yang disukai masyarakat Desa Giringharjo, Gunung Kidul. TEMPO/Muh. Syaifullah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Virus corona yang mewabah di Wuhan, Cina, membuat wisata inbound dan outbond ke Cina seret. Kelelawar diduga menjadi penyebab virus itu. Apalagi hidangan sup kelelawar digemari warga Wuhan. Benarkah kelelawar jadi salah satu biang penyebaran virus corona?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Peneliti mikrobiologi dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra, mencatat bahwa tiga jenis virus corona yang bersifat mematikan perantara alaminya adalah kelelawar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun Di Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul ada sebuah warung khas masakan ekstrim. Salah satu menu yang disajikan berupa kelelawar bumbu bacem. Kelelawar buah yang dipilih untuk dimasak bumbu bacem. Biasanya kelelawar yang dipilih adalah kelelawar buah atau biasa disebut codot. Bukan kelelawar goa yang baunya sangat anyir.

"Saya jual codot bacem sudah turun temurun, tetap banyak yang beli," kata Sukarwanti, penjual codot bacem di Giriharjo, Panggang, Gunung Kidul, Rabu, 29 Januari 2020. 

Para pelanggan codot bacem meyakini justru mengkonsumsi codot bisa menyembuhkan penyakit terutama asma, asam urat dan diabetes. Meskipun saat ini merebak kabar virus corona yang diduga ditimbulkan oleh kelelawar, namun warung itu tetap didatangi para pelanggan. 

Sukarwanti meyakini codot bacem olahannya aman dikonsumsi. Sebab, proses pengolahannya lama. Dimulai dengan membedah kelelawar, membersihkan hingga mengulitinya. Setelah bersih, codot itu digodok hingga lama. Bumbu bacem dimasukkan dalam rebusan sehingga rasa daging sangat gurih lalu digoreng. Proses memasak yang lama itu, diyakini membuat codot aman untuk dikonsumsi. 

"Codot didapat dari warga yang berburu, di tegalan (kebun) dan dekat pantai," kata dia. Harga codot bacem juga tidak mahal. Yaitu antara Rp 7.000-Rp 8.000 untuk ukuran kecil dan sedang. Untuk ukuran besar dijual Rp15.000 per ekor.

Para pembeli tidak hanya dari wilayah Gunung Kidul, namun juga banyak dari luar kota. Bahkan ada yang telepon untuk diantarkan codot bacem. Sukarwanti berpendapat, jika memang salah satu virus corona disebabkan oleh kelelawar, itu karena cara memasaknya. 

Sukarwanti pemilik warung yang menyajikan codot atau kelelawar bacem meyakini, bila pengolahan kelelawar benar dan dimasak dalam waktu lama tak menimbulkan penyakit. TEMPO/Muh. Syaifullah

Slamet, warga Bantul, salah satu warga yang suka makanan ekstrim mengaku sering makan codot bacem masakan Sukarwanti ini. Ia juga percaya kalau memasaknya benar, tidak akan menimbulkan penyakit, justru menjadi obat. "Saya sudah langganan sejak gempa bumi Bantul 2006. Selain rasanya gurih, juga bisa mengurangi rasa sakit asam urat," kata dia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus