Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Hari Purbakala, Generasi Muda Diajak Lestarikan Cagar Budaya Indonesia

Komunitas Museum Malam mengatakan pelestarian cagar budaya bisa dilakukan dengan berbagai cara yang kekinian.

15 Juni 2021 | 08.48 WIB

Ilustrasi - Pengunjung Museum Nasional, Jakarta, Selasa, 22 September 2015. [TEMPO/Subekti; SB2015092276] KOMUNIKA ONLINE
Perbesar
Ilustrasi - Pengunjung Museum Nasional, Jakarta, Selasa, 22 September 2015. [TEMPO/Subekti; SB2015092276] KOMUNIKA ONLINE

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam rangka Hari Purbakala ke-108, Komunitas Malam Museum mengajak masyarakat berkontribusi dalam upaya melestarikan cagar budaya milik Indonesia. Kontribusi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Mau apresiasinya dengan musik, lewat game, silahkan. Karena ini milik kita, dan kita yang harus melestarikan. Semoga tetap lestari," kata Pendiri Komunitas Malam Museum Erwin Djunaedi, Senin, 14 Juni 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Contohnya seperti yang sudah dilakukan di Candi Borobudur. Di sana, pemerintah dan para pelaku seni berkreasi dengan membuat batik berdasarkan relief candi serta merekonstruksi alat musik yang ada di relief Candi Borobudur.

"Jadi jangan melihat Borobudur sebagai sesuatu yang stagnan, tapi jadikan itu inspirasi berkesenian dan berkebudayaan," kata Erwin.

Ia pun mengajak generasi muda ikut melestarikan dan mengkonservasi cagar budaya. Salah satu caranya melalui komunitas-komunitas yang lebih bisa 'dicerna' anak-anak muda, seperti penggemar boyband BTS yang memiliki komunitas ARMY.

"Itu alasan kami sampaikan kenapa pelestarian budaya butuh wadah untuk bisa melakukannya bersama," kata Erwin.

Sementara itu, arkeolog Universitas Gadjah Mada Inajati Adrisijanti menyakini Indonesia bisa disebut sudah menjadi negara maju salah satunya mana kala ada anak TK yang ditanya ingin menjadi apa ketika dewasa lalu menjawab ingin menjadi arkeolog, antropolog atau sejarawan. Karena itu, ia menekankan perlunya peningkatan edukasi soal sejarah, cagar budaya, kepurbakalaan pada pemandu wisata agar paham kerja-kerja arkeologi yang sebenarnya.

"Anak-anak sekolah kalau datang ke Borobudur misalnya begitu turun bis biasanya mencari kamar kecil. Lalu berfoto. Lalu lari-lari beli kaos, lari lagi balik ke bis. Sempat kami tanya, jawabnya kan sudah ada fotonya," kata Prof Inajati menceritakan lagi pengalamannya yang terjadi di Candi Borobudur.

Bertepatan dengan Hari Purbakala yang jatuh di setiap 14 Juni, Inajati berharap pelestarian dan kelestarian cagar budaya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. "Dengan catatan pelestarian dan kelestarian itu perlu dijaga," ujarnya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus