Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Kawasan Wisata Watu Lumbung Bantul Siapkan Film Edukasi Alam

Film bertajuk Bumi Pati yang diproduksi Rumah Sinema Watu Lumbung ini dibuat untuk mengangkat cerita tentang alam di Watu Lumbung.

26 Juni 2021 | 22.17 WIB

Salah satu sudut kawasan wisata Watu Lumbung yang berada di balik perbukitan utara Pantai Parangtritis Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Perbesar
Salah satu sudut kawasan wisata Watu Lumbung yang berada di balik perbukitan utara Pantai Parangtritis Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kawasan wisata yang berada di balik bukit Pantai Parangtritis, Watu Lumbung Bantul Yogyakarta menyiapkan sebuah film bergenre edukasi alam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Film bertajuk Bumi Pati yang diproduksi Rumah Sinema Watu Lumbung ini dibuat untuk mengangkat cerita tentang alam di Watu Lumbung yang berada di perbukitan. Lengkap dengan suasana hutan jati dan kehidupan masyarakat yang sebagian besar bertani dan memproduksi madu dari jenis lebah Trigona.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dari film ini kami ingin mengangkat bagaimana seharusnya manusia menjaga alam, jangan sampai ada eksploitasi yang membuat alam kehilangan ruh-nya," ujar pengelola Watu Lumbung Muhammad Boy Rifai, Sabtu, 26 Juni 2021.

Boy mengatakan dari film yang melibatkan penulis naskah Budi Sardjono, diproduseri Dian Setyawati dan disutradarai Guntur Novaris serta
menggandeng kampus UPN Veteran Yogyakarta itu, Watu Lumbung diprotret lebih dekat. Tidak hanya sekedar sebagai kawasan wisata, melainkan tempat belajar menghargai alam.

"Bukan pesan moral yang kami tawarkan dari film ini, tapi ajakan kesadaran manusia dan alam perlu bersinergi, bukan merusak agar memberi manfaat," ujar Boy.

Misalnya saja, di Watu Lumbung, sebelumnya masyarakat tidak menyadari apa manfaat dari bunga Akasia yang bertebaran di situ selain hanya tumbuh lalu rontok begitu saja. Ternyata lebah Trigona bisa mengambil nektar dari polen bunga Akasia itu dan dipakai untuk menghasilkan madu berkualitas yang bermanfaat bagi kesehatan sekaligus ekonomi warga.

"Jadi semua yang ada di alam ternyata diciptakan Tuhan dengan masa, rencana dan tata caranya sendiri, manusia butuh pengetahuan untuk memanfaatkannya, bukan untuk merusak," kata Boy.

Bagian lain eksotisme Watu Lumbung juga diangkat dalam film ini. Salah satunya tentang bagaimana kawasan wisata itu bertumbuh bersama cerita ketika para mahasiswa melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kawasan itu.

Produser fim Bumi Pati Dian Setyawati mengatakan dari film itu publik semakin bisa melihat bagaimana wisata alam di Watu Lumbung menyajikan pemandangan natural khas pedesaan selatan Yogyakarta dengan udara yang masih segar bebas polusi. "Dari film ini bisa mengajak khalayak bahwa beginilah seharusnya bumi dijaga, dengan membebaskannya dari segala polusi sehingga kita mendapat manfaat berupa oksigen yang terjamin," kata dia.

Sutradara film Bumi Pati Guntur Novaris mengatakan Watu Lumbung sebagai cerita sudah menyajikan lengkap tentang profil bagaimana alam desa yang dibutuhkan. "Di sini semua lengkap, ada hutan, rumah, kehidupan masyarakatnya," kata dia.

Ia pun tertantang membuat film itu karena semua pemain yang terlibat bukan pemain terkenal atau profesional. "Yang terlibat sebagai aktor orang biasa, warga desa, juga mahasiswa, kami hanya perlu mengarahkan saja membuat mereka terlihat wajar dalam film itu," kata Guntur.

Film Bumi Pati merupakan film edukasi seri pertama dari trilogi yang disiapkan Watu Lumbung. Setelah Bumi Pati mereka rencananya juga akan memproduksi film tentang alam Watu Lumbung bertajuk Projo Pati dan Belo Pati.

Ninis Chairunnisa

Ninis Chairunnisa

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus