Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Pandemi Covid-19 menyurutkan jumlah pengunjung lokasi wisata budaya Saung Angklung Udjo di Jalan Padasuka, Kota Bandung. Pimpinan Saung Angklung Udjo Taufik Hidayat mengatakan pihaknya kemudian merancang daftar produk unggulan demi bisa bertahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kami bikin performance edukasi (angklung) secara virtual,” kata Taufik lewat daring, Kamis, 24 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tayangan itu dirancang sesuai segmentasi seperti untuk kalangan anak usia dini, pelajar dan umum. Menurut Taufik, proses penggarapan tayangan yang sedang berlangsung itu tidak mudah karena harus tepat sesuai target kalangan.
“Selain itu ada program sejuta angklung, sebuah upaya agar angklung masuk ke sekolah-sekolah,” kata Taufik. Dalam kondisi pandemi sekarang ini, bermain angklung bisa diajarkan secara virtual.
Rencana lain, yaitu merintis pembangunan museum hidup di Saung Angklung Udjo. “Agar bisa jadi muatan wajib bagi pendidik dan pelajar untuk mengenal angklung lebih jauh,” kata Taufik.
Angklung yang dinobatkan UNESCO sebagai warisan budaya tak benda untuk kemanusiaan, diharapkan Taufik tidak sekedar menjadi alat musik. Seperti di Jepang, kata dia, angklung berguna untuk pendidikan, karakter, menumbuhkan tenggang rasa, kebersamaan dan harmoni dalam satu komando. “Angklung juga bisa menjadi alat terapi bagi korban tsunami atau pasien,” ujarnya.
Kondisi Saung Angklung Udjo selama pandemi menjadi sepi kegiatan dan pengunjung. Dari biasanya hingga mencapai 2.000 orang per hari, kedatangan sepasang atau keluarga kecil dalam sebulan pun sulit.
Dampaknya, menurut Taufik, sekitar 2.000 orang yang terkait dengan ekosistem wisata budaya itu ikut terimbas. “400 orang pemain yang main ceria sekarang mereka tinggal di rumah dan banyak yang stres,” ujarnya.
Saung Angklung Udjo biasanya secara rutin menawarkan pertunjukan dan hiburan musik angklung. Para pemain musik dan penarinya dari usia bocah hingga remaja dan sebagian orang dewasa. Mereka juga mengajak pengunjung untuk belajar dan bermain musik angklung bersama.
Selain itu, ada kelompok pengrajin yang membuat angklung untuk dijual di toko oleh-oleh Saung Angklung Udjo. “Selama masa pandemi kondisi prihatin tapi tidak menyerah,” ujar Taufik.