Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ada melankoli dan romantisme di hampir setiap sudut Kota Istanbul, Turki. Tembok kota peninggalan Kekaisaran Romawi Timur hingga masjid-masjid kuno dari Kesultanan Utsmaniyah menjadi jejak besarnya peradaban yang dibangun di atas tanah yang dulu bernama Konstantinopel itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selepas Kesultanan Utsmaniyah berakhir pada 1922, Istanbul seperti yang digambarkan sastrawan Turki, Orhan Pamuk, menjadi kota yang meninggalkan melankoli bagi penduduknya. Kota ini hanya menyisakan puing dari sisa-sisa kejayaan lama. Kini, sejarah itu menjadi bagian penting dalam pembangunan Istanbul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Memadukan kemegahan sejarah dengan modernitas, Istanbul menjelma menjadi surga pariwisata. Mereka membangun sistem kereta bawah tanah (metro) yang mencakup lebih dari 130 stasiun di seluruh pelosok Istanbul dengan total jarak lebih dari 200 kilometer. Kereta bahkan menembus ke Istanbul bagian Asia, setelah adanya Terowongan Marmaray yang melintas di bawah Selat Bosphorus yang memisahkan Istanbul Eropa dan Asia.
Salah satu stasiun berada persis di samping Alun-Alun Sultanahmet. Dari sana, publik bisa mengakses dua bangunan bersejarah di Istanbul, Hagia Sophia dan Masjid Biru, lewat 7 menit jalan kaki. Basilica Cistern atau tempat penampungan air dari era Bizantium juga dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Lokasi ini juga menjadi populer setelah menjadi lokasi syuting film James Bond: From Russia with Love (1963) hingga Inferno (2016).
Pasar kuno Grand Bazaar di Istanbul, Turki menjual beragam pernak pernik, perhiasan, hingga makanan khas Turki. (Tempo/Egi Adyatama)
Pariwisata jantung utama Istanbul
Pariwisata menjadi jantung utama Istanbul. Jalanan kota yang rumit dihiasi banyak ruang publik dan akses angkutan umum. Deretan restoran, toko pernak-pernik, kafe, hingga hotel memadati hampir setiap jalan. Data dari Kementerian Pariwisata Turki mencatat jumlah pengunjung ke Turki pada 2022 saja mencapai 51,4 juta orang. Jumlah itu meningkat dari 2021 sebesar 30 juta pengunjung.
Berada di antara dua benua membuat asal wisatawan di negara ini juga beragam. Tak hanya dari Eropa, turis dari Asia juga semakin memadati pariwisata Istanbul belakangan. Bagi orang Indonesia, Turki juga menjadi salah satu opsi liburan, khususnya dengan mulai menjamurnya paket wisata umroh dengan opsi Turki sebagai destinasi kunjungan tambahan.
Lukisan Yesus Kristus di atas Pintu Kaisar (Imperial Door) di Hagia Sophia, Fatih, Istanbul. Mosaik gereja peninggalan Kekaisaran Bizantium alias Romawi Timur menghiasi sejumlah interior Hagia Sophia yang saat ini difungsikan kembali sebagai masjid. (Tempo/Egi Adyatama)
Pertemuan dua agama
Pertemuan dua agama Islam dan Kristen juga menjadi daya tarik lain dari Istanbul. Hagia Sophia atau dalam bahasa lokal Ayasofya, menjadi contoh paling mudah. Gereja kuno yang dibangun oleh Kekaisaran Romawi pada tahun 360 itu sempat dialihkan fungsinya menjadi masjid saat Kesultanan Utsmaniyah mengambil alih kekuasaan. Saat Republik Turki berdiri pada 1922, Hagia Sophia ditetapkan sebagai museum hingga akhirnya Presiden Recep Tayyip Erdogan mengembalikan fungsinya sebagai masjid pada 2020 lalu.
Meski menuai pro dan kontra, perubahan fungsi ini tak mengubah banyak arsitektur dan sisa-sisa sejarah di Hagia Sophia. Lukisan Yesus di atas Pintu Kaisar (imperial door atau imperial kapisi dalam bahasa lokal) setinggi 7 meter, masih terpajang megah sebagai pintu utama menuju lokasi salat.
"Tak hanya datang untuk berwisata, wisatawan juga datang untuk melihat sejarah peradaban keagamaan," kata Ufuk Turan, salah satu warga Istanbul, 19 Oktober lalu.
Dikaruniai sejarah panjang, peradaban yang beragam, hingga alam yang memikat, Istanbul kini terus berbenah menjadi kota pariwisata dunia. Tak hanya menjanjikan kota yang indah, destinasi pun semakin beragam dengan beragamnya wisata kuliner, kecantikan, hingga hiburan malam.
EGI ADYATAMA