Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua puluh tahun silam ada nama Chicha Koeswoyo, Adi Bing Slamet, Ira Maya Sopha, Bobi Sandora, Fitria Elvy Sukaesih, Joan Tanamal, dan seterusnya, yang kita tahu adalah anak-anak para penyanyi. Kaset mereka meledak, meski belum tentu mereka berbakat seperti orangtuanya. Era banjir kaset anak penyanyi sudah lewat. Mereka kini sudah beranak pinak pula dan bahkan ''penyanyi kecil" Ira Maya Sopha sudah bikin iklan mi sebagai seorang ibu yang telah berputri. Kini adalah era Saskia, Geoffani, Joshua, Chikita Meidy, Dea Ananda, dan Maissy. Belum lagi sederet nama lain yang, entah bagaimana, muncul begitu saja dengan suara yang pas-pasan, dengan lagu yang, sebagian, juga tak jelas apa misinya. Dengar bait ini: ''... mama, bolo-bolo... papa bolo-bolo...; atau ada lagi ''... mana empengnya, mana! Mana endotnya, mana!"
Kini, mau pilih penyanyinya? Yang pandai melenggak-lenggok sembari mengedipkan mata? Ada Maissy. Yang lucu, menggemaskan, dengan aksen Jawa Timur yang kental? Pilih Joshua. Yang suaranya lumayan terpelihara? Ada Trio Kwek-kwek. Dan para orang tua yang sibuk, apa boleh buat, hanya dapat mengusap dada karena jengkel dengan lirik lagu yang tak jelas atau dengan suara pas-pasan toh merasa tak punya pilihan untuk membeli kaset itu. Mau menyensor mereka juga hampir tak ada gunanya, karena para penyanyi kecil ini bertebaran di acara videoklip anak-anak (acara Ciluk...ba, VAN, Enno Ceria, Jumpa Joshua, dan seterusnya).
Yang lebih seru, mereka bukan cuma menyanyi dan melenggak-lenggok, tapi juga hampir menjadi tambang emas dari keluarga ataupun perusahaan rekaman yang mengontraknya. Contohnya? Menurut pengamat industri kaset Theodore K.S., Joshua Suherman (7 tahun) sukses besar dengan penjualan album ''Air/Diobok-Obok" (baca Sehari Bersama Seorang Joshua), yang laku satu juta keping (tetapi sang produser menyanggah dan mengatakan penjualannya hanya mencapai 300 ribu kaset). Kalaupun penjualan kaset itu ''hanya" mencapai 300 ribu keping, artinya produser itu berhasil meraih Rp 4,5 miliar!
Demikian pula album ''Kuku-ku" yang dinyanyikan oleh Chikita Medy, menurut sang ibu, Ery Burhan Meidy, penjualannya juga mencapai sejuta keping. Dari 10 album yang dihasilkan, Chikita sudah menghasilkan rumah, mobil, sebuah studio, dan deposito yang tak diganggu gugat, ''untuk sekolah masa depan", demikian sang ibu.
Menjadi penyanyi (kecil) masa kini memang tampak begitu mudah: jika ada duit, silakan rekaman sendiri, produksi sendiri. Untuk dipromosikan ke televisi melalui sebuah acara, silakan mem-blocking air time (demikianlah istilah stasiun televisi yang kira-kira artinya: pihak penyanyi membeli waktu siar televisi, sang penyanyi yang cari iklan, dan stasiun televisi terima bersih).
Paling tidak, inilah yang dilakukan oleh Merry Herawati, ibu yang merangkap manajer Maissy. Inilah penyanyi sekaligus presenter acara ''Ciluk...ba" di SCTV, yang mengaku kepada Tempo punya hobi ''berjingkrak-jingkrak, menari, dan berenang". Dia memang lincah, centil, dan gayanya agak ''kontroversial". Yang menonton bisa menyukainya atau sekalian mematikan tombol televisi karena kedipan matanya atau gerak pinggulnya. Sebetulnya suara Maissy tergolong lumayan jika dibanding dengan puluhan penyanyi cilik lain yang tak jelas juntrungannya dan bersuara pas-pasan. Sang ibu, Merry, berkisah bagaimana ia merasa tertantang untuk membuat sebuah acara videoklip anak-anak. ''Ini semua acara dewasa," tuturnya. Ia datang ke SCTV membawa sebuah konsep tayangan videoklip anak-anak dan rekaman klip Maissy yang dibuatnya sendiri. Jadilah deal itu. Jam siar dibloking, acara ''Ciluk...ba" mengudara selama tiga tahun dan mencapai rating yang melebihi acara ''Bintang Cilik" yang dibawakan Chikita dan acara ''Jumpa Joshua" yang dibawakan Joshua. Artinya, menurut catatan Kepala Bagian Humas SCTV, Budi Darmawan, acara itu paling tidak ditonton oleh 352.000 anak setiap kali tayang.
Namun jangan berani-berani menuduh para orang tua ini mengeksploitasi anak, lo. ''Memang ada tuduhan bahwa ia tulang punggung keluarga," ujar Merry. Apalagi mereka memiliki sanggar tari anak-anak yang menggunakan nama Maissy. ''Tuduhan itu saya biarkan saja. Saya pikir seperti pohon, makin tinggi makin keras anginnya," katanya. Maissy sendiri tampaknya, meski menikmati kehidupannya sebagai selebriti, ternyata sangat disiplin dalam sekolah. Di SD Strada Wiyatasana, dia hampir selalu menduduki ranking satu dan pernah pula menjadi ketua kelas. Meski sudah pasti memiliki tabungan yang entah berapa angka nol di belakangnya, ibunya cukup memberikan uang jajan Rp 1.000. ''Semua keperluan Maissy kami yang menanggung sebagai orang tuanya. Penghasilan Maissy kami tabung untuk masa depannya, juga untuk keperluan infak," tutur sang ibu dengan semangat. Kita tidak tahu apakah para penyanyi ini (baik yang memang bersuara bagus seperti Dea Ananda maupun yang bersuara pas-pasan) akan mampu terus menjadi penyanyi. Rata-rata mereka bercita-cita menjadi dokter atau ahli biologi. Jadi, mungkin itulah sebabnya, mumpung mereka masih anak (dan masih lucu) mereka menyanyi atau setengah menyanyi. Yang menjadi problem, jika mereka memiliki suara pas-pasan dan memaksa diri menyanyi. Please, produser... jangan paksakan telinga ini....
Leila S. Chudori, Dwi Wiyana, Darmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo