Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Nyepi: Kenapa Parade Ogoh-ogoh Selalu Menarik Minat Para Turis?

Menjelang Hari Raya Nyepi di Bali, walau hujan lebat sore kemarin, para turis tetap semangat melihat parade ogoh-ogoh di Ubud, Kabupaten Gianyar Bali.

7 Maret 2019 | 08.02 WIB

Sejumlah pemuda mengarak Ogoh-Ogoh atau boneka raksasa menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1940 di Desa Tegalalang, Gianyar, Bali, 15 Maret 2018. Parade yang melambangkan sifat-sifat buruk tersebut untuk menetralisir kekuatan negatif dan sifat buruk. ANTARA/Wira Suryantala
Perbesar
Sejumlah pemuda mengarak Ogoh-Ogoh atau boneka raksasa menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1940 di Desa Tegalalang, Gianyar, Bali, 15 Maret 2018. Parade yang melambangkan sifat-sifat buruk tersebut untuk menetralisir kekuatan negatif dan sifat buruk. ANTARA/Wira Suryantala

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Jelang Hari Raya Nyepi di Bali, walau hujan lebat mulai Rabu siang hingga sore hari kemarin, namun hal itu tidak menyurutkan para turis asing dan domestik untuk melihat parade ogoh-ogoh di Ubud, kabupaten Gianyar.

Baca juga:Nyepi di Palembang: Simak Makna Ogoh-ogoh di Tahun Politik Ini

Para turis mulai berdatangan sejak pukul 4 sore. Dengan menggunakan jas hujan, mereka berdatangan dan berdiri di pedestrian di jalan Ubud Raya dan jalan Monkey Forest, kata salah seorang polisi yang mengamankan arak-arakan ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh adalah simbol dari setan yang diwujudkan dalam berbagai bentuk rupa yang menyeramkan. Kemudian diarak-arak keliling oleh masyarakat Hindu Bali kemudian dibakar.

“Ogoh-ogoh ini bagian dari kegiatan ritual hari raya Nyepi yang jatuh Kamis, 7 Maret 2019,” kata kepala dinas pariwisata Gianyar Anak Agung Ari Brahmanta.

Para turis ada yang berjalan dari berbagai hotel dan penginapan. Banyak juga yang mengendarai sepeda motor.

Sejak sore, jalan-jalan utama di Ubud lengang. Hanya motor yang boleh lewat karena dikosongkan untuk kelancaran arak-arakan masyarakat menggotong ogoh-ogoh. Baik pemuda, remaja, bahkan anak-anak berpartisipasi menggotong ogoh-ogoh.

Richard, seorang warga Amerika, bersama istri dan anaknya menyaksikan ogoh-ogoh.

“Sangat kreatif pembuatan ogoh-ogoh. Ada ogoh-ogoh bercampur tubuh manusia dengan babi, ada yang perpaduan antara manusia dengan gajah, dan ada juga perpaduan antara manusia dengan ikan hiu. Sangat menarik dan membuat anak-anak saya senang,” katanya.

Ia menonton arak-arakan ogoh-ogoh sampil menyeruput kopi dan teh di sebuah kafe di Ubud.

Turis asal Denmark, Christin bersama teman-temannya tampak sibuk mengambil foto dan berfoto dengan latar belakang ogoh-ogoh.

“Kami datang ke Bali memang mau melihat kegiatan ritual yang dilakukan setahun sekali ini. Jadi walau hujan, kami tetap keluar dan berjalan menyaksikan acara ini,” katanya.

Karena hujan, ogoh-ogoh di Ubud yang biasanya berkumpul di lapangan sepak bola Ubud, tapi karena becek akhirnya ogoh-ogoh diparkir di tengah jalan. Ada yang di jalan Ubud Raya dan jalan Monkey Forest.

Beberapa pedagang diantaranya jualan bakso, sate dan jagung bakar, yang sudah berkumpul di lapangan terkena imbasnya penjualan menurun.

“Akibat hujan pembeli juga menurun dibandingkan tahun lalu. Begitu juga ogoh-ogoh yang kumpul di lapangan lebih sedikit dibandingkan [Nyepi] tahun lalu,” kata Kadek, salah seorang penjual jagung rebus dan jagung bakar di Ubud.

Baca juga: Hari Raya Nyepi di Kupang, Tilik Keistimewaan Pawai Ogoh-ogohnya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus