Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Wisatawan Hobi Belanja Suvenir, Ini Jurus Pelaku UMKM Yogyakarta Memenuhi Pesanan yang Membludak

Minat wisatawan di Yogyakarta berbelanja suvenir itu belakangan makin tinggi, otomatis produksi juga harus digencarkan.

13 September 2023 | 15.50 WIB

Sejumlah pelaku UMKM kerajinan souvenir menggelar pameran di Pakuwon Mall Yogyakarta. (Tempo/Pribadi Wicaksono)
material-symbols:fullscreenPerbesar
Sejumlah pelaku UMKM kerajinan souvenir menggelar pameran di Pakuwon Mall Yogyakarta. (Tempo/Pribadi Wicaksono)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Salah satu pendukung geliat pariwisata di Yogyakarta adalah suvenirnya yang beragam dengan harga terjangkau. Wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta seringkali memborong suvenir kala pulang ke daerah asalnya sebagai oleh-oleh. Mulai dari makanan, kerajinan, sampai produk fesyen yang dijajakan di area destinasi, pasar tradisional, maupun pusat perbelanjaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Minat wisatawan di Yogya berbelanja suvenir itu belakangan makin tinggi, otomatis produksi juga harus digencarkan," kata pelaku UMKM asal Yogya yang bergerak di bidang fesyen, Sutardi di sela pameran suvenir Marrakesh Market di Pakuwon Mall Yogyakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sutardi memberi gambaran, sejak mulai membangun usaha fesyennya 2015, menjual satu lusin pakaian saja ia butuh waktu hampir satu bulan. Namun, penjualannya akhirnya meningkat tajam. Saat booming wisata yang terjadi pada 2019, turut berimbas pada tingginya kunjungan wisata dan aktivitas belanja di Yogyakarta. Saat ini, Sutardi bahkan bisa memproduksi 30.000 potong pakaian setiap bulan.

Tentu saja produksi sebanyak itu tak dilakukannya sendirian. "Untuk memenuhi tingginya permintaan konsumen pada suvenir fesyen itu kami berkolaborasi dengan UMKM lain," kata pria yang juga pendiri label Farah Button itu.

Sutardi kini berkolaborasi dengan 300 perajim yang terhimpun dalam lima kelompok UMKM bidang konveksi di Yogyakarta.

Sutardi menuturkan, kualitas konveksi di Yogyakarta terbukti bagus. Hal ini terbukti dengan produk-produk yang berhasil di ekspor hingga Amerika dan Jepang. 

Hanya saja, kata Sutardi, para perajin itu memang butuh diberi bimbingan dan pelatihan tentang standar produksi yang baik. Dia menyayangkan peran pemerintah belum optimal menjamah pelaku kerajinan konveksi di Yogya ini. Jadi, ia masih kerap turun tangan sendiri memberikan pelatihan.

Ratu Sabilla, pemilik UMKM konveksi Asiatik Work menuturkan, hal terberat dalam usaha suvenir fesyen adalah memenuhi kuota produksi akibat tingginya permintaan, imbas kunjungan wisata yang padat.

"Kami harus berkolaborasi agar dapat memenuhi tingginya permintaan ini," kata Ratu yang melibatkan 18 penjahit dalam produksinya.

Adapun Isa Setyawan, pendiri brand fesyen Gorilland mengakui kerja sama antar-UMKM jadi hal krusial agar kapasitas produksi dapat  meningkat dan memenuhi tingginya permintaan.

"Kebutuhan souvenir terutama fesyen di Yogya sangat tinggi terutama musim liburan, kalau tidak berkolaborasi sulit memenuhi permintaan yang tinggi itu," kata dia.
 
PRIBADI WICAKSONO

Mila Novita

Mila Novita

Bergabung dengan Tempo sejak 2013 sebagai copywriter dan menjadi anggota redaksi pada 2019 sebagai editor di kanal gaya hidup. Kini menjadi redaktur di desk Jeda yang meliputi gaya hidup, seni, perjalanan, isu internasional, dan olahraga

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus