Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Aktivis Desak Kasus Bekas Pimpinan KPK Dihentikan

Jika kasus bekas pimpinan KPK dibiarkan masuk persidangan, maka kata dia, pengadilan menjadi tong sampah.

12 Februari 2016 | 20.22 WIB

Dari kanan: Ketua KPK nonaktif, Abraham Samad, Wakil Ketua KPK nonaktif, Bambang Widjojanto dan penyidik KPK, Novel Baswedan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, 25 Mei 2015. Ketiganya terjerat status sebagai tersangka saat tengah bergulat m
Perbesar
Dari kanan: Ketua KPK nonaktif, Abraham Samad, Wakil Ketua KPK nonaktif, Bambang Widjojanto dan penyidik KPK, Novel Baswedan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, 25 Mei 2015. Ketiganya terjerat status sebagai tersangka saat tengah bergulat m

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada meminta agar kasus bekas ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan Bambang Widjojanyo diterbitkan surat ketetapan penghentian dan penuntutan perkara (SKP2).

“Jika Abraham Samad disidang atas tuduhan memasukkan orang dalam kartu keluarganya, maka banyak orang di Indonesia akan masuk penjara,” ujar Direktur Pukat Zaenal Arifin Mochtar, Jumat, 12 Februari 2016.

Bahkan, menurut Zaenal, tidak sedikit pejabat yang memasukkan orang yang bukan keluarganya ke dalam kartu keluarga. “Mahfud MD (mantan ketua Mahkamah Konstitusi) saja mengakui melakukan itu," kata Zaenal.

Budi Gunawan yang gagal menjadi Kapolri gara-gara dijadikan tersangka oleh KPK saat kepemimpinan Abraham Samad pun, punya empat kartu tanda penduduk. “Kenapa tidak ditangkap,” ujarnya.

Sedang Bambang Widjojanto diperkarakan karena mengarahkan saksi saat sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi. Ada 63 saksi di sidang Mahkamah Konstitusi, mustahil mereka bersaksi semua karena sidang hanya dua hari. Yang dilakukan adalah memilah saksi. Ada yang relevan dan ada yang tidak. Itu yang disebut merekayasa saksi. "Kalau itu disebut merekayasa saksi, maka saya bilang, seluruh pengacara di Republik ini harus masuk penjara," kata dia.

Ia mencontohkan soal kasus Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, petinggi KPK era Antasari Azhar. Bukti untuk menjerat mereka hanya sobekan kertas parkir hotel Bellagio. Ada mobil milik KPK di saat yang sama ada orang yang berperkara di hotel itu. "Disimpulkanlah karena ada mobil KPK di situ, dengan sobekan kertas parkir sudah bisa disimpulkan Bibit dan Chandra bertemu (orang berperkara), kan tidak logis," kata Zaenal.

Jika hal-hal demikian dibiarkan masuk persidangan, maka kata dia, pengadilan menjadi tong sampah. “Semua mengamini kebobrokan itu,” ujarnya.

Jika kasus Abaham Samad dan Bambang Widjojanto akhirnya masuk pengadilan, kata Hifdzil Alim, peneliti Pukat, pasti akan banyak demonstrasi menentang. "Tidak akan gaduh secara politik. Tetapi secara publik akan santer gelombang penolakan," kata Hifdzil.

MUH SYAIFULLAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Raihul Fadjri

Raihul Fadjri

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus