TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita, mengatakan bersedia bergabung dengan Tim Bantuan Hukum yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Romli menuturkan tim ini bertujuan agar pemerintah tidak salah jalan ketika menerapkan aturan. "Maksudnya baik kan ada masalah seperti ini, tahu sendiri di media sosial, di mana-mana. Oleh karena itu, bagaimana kalau kita bentuk tim hukum. Saya setuju Pak," kata Romli pada Rabu, 8 Mei 2019, mengulang obrolannya dengan Wiranto.
Ia mengatakan tim bantuan hukum nasional bertugas untuk memberikan panduan hukum bagi pemerintah untuk menindak ucapan, pemikiran, dan tindakan orang atau tokoh yang melanggar hukum. Sehingga, kata dia, polisi bisa mendapatkan saran yang tepat ketika ingin memproses seseorang di jalur hukum.
Mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM ini tidak mau menanggapi kritikan dari koalisi masyarakat sipil yang menganggap tim bantuan hukum berpotensi mengekang kebebasan berpendapat. Menurut dia, pemerintah dan polisi lebih mengerti kondisi negara dibanding koalisi masyarakat sipil.
"Sebetulnya kalau jaman dulu, orde baru tidak perlu begituan. Masih ingat bagaimana orde baru, Pak Harto. Apakah pake tim hukum, Pak Harto? nggak ada kan," kata dia. Ia mengatakan kalau pernyataan Amien Rais soal people power dilakukan pada era Soeharto pastinya sudah ditangkap. Untuk pemerintahan Jokowi, kata Romli langkah refresif itu tidak menjadi pilihan.
Menurut Romli, langkah Jokowi sudah tepat untuk mengutamakan penegakan hukum dalam penindakan ucapan dan pernyataan tokoh yang melanggar hukum. Dia bahwa kekuasaan negara untuk melakukan penangkapan harus menaati rambu-rambu hukum. "Saya setuju kalau pemerintah mau menegakkan hukum, bukan kekuasaan," kata dia.
Romli beranggapan kritik yang disampaikan oleh Kontras, Amnesty Internatioanl, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai sikap yang prematur. Selama ini, kata dia belum ada pelanggaran yang dilakukan negara dalam rencana pembentukan tim hukum.
"Belum ada gerakan, kami sedang menyusun bagaimana caranya polisi kalau periksa orang, menetapkan orang tersangka, menahan, sampai nanti mengadili nanti. Ada hukum yang betul yang diberlakukan," kata dia.
Sebelumnya, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto membatalkan pembentukan tim bantuan hukum.
"Kami mendesak Menkopolhukam menghentikan rencana pembentukan tim bantuan hukum dan upaya mengeluarkan kebijakan yang berdampak pada pelanggaran HAM, mencederai demokrasi, termasuk kebebasan pers,” Koordinator KontraS, Yati Andriyani lewat keterangan tertulis pada Selasa, 7 Mei 2019.