Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Suatu kasus atau perkara pidana dimungkinkan dihapus kewenangan menuntut dan menjalankan pidana apabila melewati masa kedaluwarsa. Hal ini sebagaimana diatur dalam BAB VII Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Terkait dengan hal tersebut, sejumlah perkara pidana pernah terjadi di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebagai contoh kasus pembunuhan Taslim alias Cikok pada 14 April 2002 silam. Diberitakan Antara, salah seorang warga Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, itu dibunuh secara sadis di Pasar Malam Balai. Setelah melalui penyidikan pihak Kepolisian menetapkan tujuh orang tersangka, dua di antaranya sudah terpidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sementara lima orang lainnya masih dalam daftar pencarian orang. Lalu pada 17 April dan 10 Maret 2003, polisi kembali menetapkan dua tersangka lainnya. Namun kepada dua tersangka ini polisi memutuskan untuk menghentikan penyidikan. Alasannya, hukum perkara telah kedaluwarsa atau disebabkan dengan adanya ketentuan a quo.
Berdasarkan hal tersebut, pihak pemohon Cikok merasa dirugikan dengan adanya ketentuan kedaluwarsa penuntutan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. Sedangkan penuntutan ini menjadi kedaluwarsa karena pelaku melarikan diri dan atau tidak dijalankannya sistem penegakan hukum pidana kepada pelaku. Seharusnya mereka mendapat masa kedaluwarsa penuntutan yang lebih lama.
Lantas, berapa lama ketentuan suatu kasus atau perkara pidana kedaluwarsa? Pasal 77 KUHP menegaskan bahwa kewenangan menuntut pidana hapus jika tertuduh meninggal dunia. Lebih lanjut, berikut ketentuan masa kedaluwarsa perkara pidana yang diatur dalam Pasal 78:
1. Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
- mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
- mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
- mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
- mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
2. Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Di samping itu, menurut Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto, kasus yang telah dihentikan atau telah diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tidak bisa dibuka kembali. "Dalam konteks ini, bila perkaranya sama, orangnya, locus dan tempus-nya sama, maka pengertiannya adalah perkara yang sama. Karena itu, kasus ini tidak bisa disidik kembali,” katanya melalui keterangan pers dalam menanggapi kasus PT Titan Infra Energy, Senin, 6 Oktober 2022.
HARIS SETYAWAN