FERDINAND E. Marcos, Presiden Filipina, sering dituduh banyak
melanggar hak asasi manusia. Misalnya dalam hak perlakuan
terhadap para tahanan politik dan memberlakukan undang-undang
darurat selama bertahuntahun. "Tapi dalam hal kebebasan
berserikat dan berkumpul, Filipina masih lebih baik," kata Adnan
Buyung Nasution.
Yang pasti di negara itulah, 18 Februari lalu diproklamasikan
berdirinya Dewan Hak-Hak Asasi Manusia Asia. Dewan itu, menurut
Mulya Lubis, delegasi dari Indonesia (selain Buyung dan Yap
Thiam Hien), bertujuan memonitor perlakuan terhadap hak-hak
asasi di kawasan Asia. Paling tidak dewan itu diharapkan bisa
menumbuhkan penghargaan terhadap hak-hak asasi. "Tidak hanya
dalam peraturan, tapi juga dalam praktek kehidupan," ujar Yap
Thiam Hien. Begitu pula perlindungan terhadap hakhak asasi itu,
bukan saja dari penguasa, juga dari anggota-anggota masyarakat.
Dewan yang berkedudukan di Manila ini, baru diprakarsai oleh
wakil 4 negara ASEAN, yaitu Filipina, Indonesia Malaysia dan
Muangthai. Sebab menurut Yap di keempat negara itu banyak
terdapat titik persamaan. Misalnya, perusahaan yang bersifat
Multi National di kdv asan itu, kata Yap, masih sering melanggar
hak-hak asasi. "Rakyat kecil terp aksa menjual tanahnya untuk
pabrik-pabrik perusahaan itu," ujar Yap Thiam Hien.
Selain persamaan masalah, di antara negara-negara ASEAN juga
banyak persamaan perundang-undangan. Misalnya, kata Mulya Lubis,
undang-undang subversi yang berlaku di Indonesia, Filipina dan
Malaysia. "Itu disebabkan interaksi antara negara-negara ASEAN,
karena hubungan regionalnya," kata Mulya Lubis.
Dewan yang membuka keanggotaan bagi negara-negara Asia lainnya,
juga merupakan wadah tukar menukar informasi dan data-data
tentang pelanggaran hak-hak asasi manusia antara sesama anggota.
Ide pendirian dewan ini, kata Yap sudah lama menjadi cita-cita
ahli-ahli hukum dan pejuang hak-hak asasi di kawasan ini.
Cita-cita itu menjadi lebih kongkrit ketika mereka bertemu di
konperensi International Commision of Jurist di Penang,
Malaysia, November tahun lalu. Kebetulan Februari tahun ini.
diadakan pula seminar Internasional Access to Justice di Manila.
Dua bela orang di antara peserta seminar itu akhirnya
bersepakat menandatangani konsep tentang perlindungan terhadap
'Hak asasi yang kemudian menjadi anggaran dasar dewan Hak-hak
Asasi Manusia Asia itu.
Keanggotaan di dewan itu, bersifat pribadi dan tiap-tiap negara
diwakili 5 orang anggota. "Syaratnya, bukan orang pemerintahan,
punya integritas baik dan gigih dalam memperjuangkan hak-hak
asasi manusia," kata Buyung. Jika ternyata di antara anggota
kemudian menladi orang pemerintahan, diwajibkan mundur dari
dewan. "Betul-betul non Governmental," ujar Yap. Selain itu
setiap anggota diwajibkan membayar iuran masuk sebanyak US$ 100
dan iuran tahunan US$ 50.
Setumpuk program telah disiapkan untuk para anggota dewan. Di
antaranya yang penting adalah mendesak negara masing-masing
untuk meratifisasikan konvensi-konvensi internasional mengenai
hak-hak asasi manusia." Indonesia baru meratifisasi dua konvensi
yaitu mengenai hak politik wanita dan penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap wanita. Tapi konvensi mengenai
hak-berserikat belum, padahal Filipina sudah," ujar Buyung.
Sorotan Khusus
Dewan itu merencanakan juga mendirikan Mahkamah Hak-Hak Asasi
Manusia Asia, semacam European Council on Human Rights. "Di
Eropa, pribadi-pribadi bisa mengadu ke dewan," kata Yap. Selain
itu, dewan akan meminta kepada PBB agar statusnya diakui sebagai
organisasi nonpemerintah, sepetti Amnesty International.
"Pokoknya dengan bertujuan agar mampu membela, baik perorangan
maupun organisasi atau kelompok yang hak-hak asasinya
tertindas," ujar Buyung Nasution optimistis.
Penindasan hak-hak asasi di negara-negara Asia selama ini memang
mendapat sorotan khusus dari berbagai organisasi internasional.
Kritikan dilancarkan bukan saja melalui media-media cetak, tapi
juga dalam pertemuan-pertemuan internasional. Di konperensi
Hukum dunia World Peace Through law, di Manila, misalnya,
beberapa negara Asia, termasuk Filipina, mendapat kecaman paling
keras.
Dalam satu acara, pada konperensi Agustus 1977 itu pula seorang
anggota delegasi Amerika, Peter Weiss, menuduh pemerintah Marcos
sebagai pemerkosa hak asasi. Menurut Weiss, lembaga-lembaga
internasional seperti Ainnesty International, Komisi Juris
Internasional dan lembaga-lembaga keagamaan juga telah
memberikan penilaian serupa terladap pemerintahan Marcos. Tapi
sekarang di negara itu pula Dewan Hak-Hak Asasi Manusia Asia
dilahirkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini