Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan pengusaha Harvey Moeis sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan atau IUP PT Timah Tbk. Kejaksaan Agung menyebut Harvey Moeis berperan melobi beberapa perusahaan untuk menambang secara ilegal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Harvey Moies bergeming ketika keluar dari Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Rabu malam, 27 Maret 2024. Suami dari artis Sandra Dewi itu tampak berkemeja putih lengan pendek berbalut rompi merah muda tahanan Kejaksaan Agung. Sembari ngeloyor ke mobil tahanan, tangannya tampak ditutup kain hitam. “Bagaimana menjadi tersangka?” tanya jurnalis yang menunggu dirinya sejak pukul 17.00. Harvey irit bicara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mobil tahanan berwarna hijau tua itu membawa Moeis ke Rumah Tahahan Negara Kejaksaan Agung di Salemba, Jakarta Selatan. Kejaksaan menahan dia selama 20 hari sejak ditetapkan sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus atau Jampidsus Kuntadi menyebut dari enam saksi yang telah diperiksa, Harvey berperan untuk melobi beberapa smelter di kawasan IUP PT Timah untuk mengakomodasi pertambangan liar. Dalam prosesnya, Harvey memfasilitasi pertambangan tanpa izin ini dengan sewa-menyewa alat peleburan timah. “Selanjutnya tersangka menghubungi beberapa smelter untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut,” kata Kuntadi di Kantor Kejaksaan Agung pada Rabu malam, 27 Maret 2024.
Setelah para pemilih smelter sepakat, Harvey Moeis meminta mereka untuk menyisihkan keuntungan dari hasil tambang liar untuk meng-cover kegiatan CSR. “CSR yang dikirim pengusaha smleter kepada HM (Harvey) yang difasilitasi oleh tersangka HLN (Helena Kim),” kata Kuntadi.
Kejaksaan Agung menjerat HLN dengan pasal Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 KUHP.