Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo khawatir pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membuat tindak pidana korupsi berubah menjadi tindak pidana biasa atau umum. Akibatnya, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi tak berwenang mengusut kasus korupsi.
"Ketika kodifikasi undang-undang tindak pidana korupsi masuk jadi pidana umum berarti jaksa tak bisa lagi mengusut kasus ini. Ini yang perlu dipertimbangkan," kata Prasetyo saat rapat kerja dengan Komisi Hukum di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 7 September 2015.
Prasetyo tak ingin lembaganya kehilangan wewenang dalam pengusutan tindak pidana korupsi setelah RUU KUHP ditetapkan menjadi Undang-Undang. Menurut dia, korupsi tetap merupakan tindak pidana luar biasa.
Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto mengatakan RUU KUHP berpotensi melemahkan KPK dan Kejaksaan. Kekhawatiran ini terkait dengan pasal 687, pasal 706 dan pasal 767 rancangan tersebut.
Menurut dia, seharusnya rumusan materiil tindak pidana korupsi dan pencucian aung dalam RUU KUHP tidak mereduksi korupsi dan pidana pencucian uang mejadi kejahatan biasa. Pasalnya, RUU KUHP juga mengatur kejahatan luar biasa seperti terorisme, narkoba, pemberontakan atau makar dan pembunuhan kepala negara.
Anggota Komisi Hukum Ruhut Sitompul sepakat jika tindak pidana korupsi masuk dalam aturan khusus atau lex specialis. Ia mengatakan pembahasan materiil polemik ini akan dilakukan bersama para pakar hukum.
"Nanti kami dengar pandangan pakar hukum supaya tak ada kepentingan politik di parlemen. Pakarlah yang paham soal ini," kata anggota fraksi Partai Demokrat itu.
PUTRI ADITYOWATI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini