Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sempat beredar kabar bahwa kasus dugaan pemerkosaan oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dokter Priguna Anugerah Pratama (PAP) diselesaikan dengan restorative justice karena korban FH mencabut laporannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun Kepolisian Daerah Jawa Barat membantah adanya pencabutan laporan oleh korban dalam kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter Priguna itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan, mengatakan, bahwa korban FH, 21 tahun, tidak pernah mencabut laporannya dan membantah kabar adanya kesepakatan damai dengan pelaku seperti yang sebelumnya disampaikan oleh pihak kuasa hukum PAP.
“Nggak ada. Jadi nggak ada pencabutan laporan korban yang kami proses hukumnya. Damainya juga nggak ada upaya, karena ini perbuatan berulang,” kata Surawan di Bandung, Jumat, 11 April 2025, seperti dikutip Antara.
Surawan menjelaskan dalam perkara pemerkosaan tidak berlaku pendekatan keadilan restoratif (restorative justice), terlebih jika tindakan tersebut dilakukan secara berulang.
Dia menambahkan hingga saat ini telah ada tiga korban yang melaporkan dugaan tindakan serupa yang dilakukan oleh dokter tersebut.
“Salah satu perbuatan yang tidak bisa restorative ialah perbuatan berulang,” kata dia.
Dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadllan Restoratif, Pasal 5 huruf e. bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan.
Dua Korban Melapor
Dia mengatakan kedua korban baru tersebut merupakan pasien perempuan berusia 21 dan 31 tahun dengan mengalami pelecehan dengan modus serupa pada 10 dan 16 Maret 2025.
"Dua korban lagi sudah dilakukan pemeriksaan kemarin. Benar bahwa dua korban ini ternyata sudah menerima perlakuan yang sama oleh dokter tersangka dengan modus yang sama," katanya.
Menurut dia, pelaku menjalankan aksinya dengan dalih melakukan uji alergi dengan menyuntikkan cairan anestesi kepada korban sebelum membawa mereka ke lantai 7 bagian bangunan di RSHS yang belum dipergunakan untuk melakukan tindakan pencabulan.
“Korban dibawa ke ruangan yang sama. Ini terjadi sebelum kasus yang menimpa korban ketiga, FH,” kata dia.
Terkait tempat kejadian, Surawan menyebut insiden itu terjadi di ruangan yang belum difungsikan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Ruangan tersebut disebutkan belum digunakan secara resmi sehingga minim pengawasan.
“Memang ruang itu belum digunakan, sehingga rumah sakit juga akan melakukan evaluasi pengawasan terutama terhadap dokter residen,” kata Surawan.
Untuk mengantisipasi adanya korban lain, Kepolisian Daerah Jawa Barat membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang menjadi korban dokter Priguna Anugerah Pratama.
Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Hendra Rochmawan di Bandung, Kamis, mengatakan posko layanan pengaduan tersebut dibuka untuk memberi ruang bagi korban tindak asusila dokter PPDS yang mungkin belum berani melapor.
"Kami telah membuka layanan untuk laporan yang lainnya mungkin kasusnya sama, tetapi waktunya berbeda," katanya seperti dikutip Antara.
Hendra mengatakan pihaknya menerima sejumlah informasi dari media sosial mengenai dugaan korban lain dari kasus dokter PPDS itu. Oleh karena itu, posko aduan dibuka agar mereka bisa melapor secara aman dan didampingi.
"Kami berikan kesempatan untuk melaporkan diri kepada kami, mungkin karena malu atau mungkin karena sesuatu hal, kita tunggu," katanya.