Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KONSENTRASI Enggartiasto Lukita untuk bisa meraup suara agar kembali duduk sebagai wakil rakyat kini bisa jadi terganggu. Pekan lalu, kejutan datang dari Abdul Hadi Djamal, tersangka kasus suap proyek Departemen Perhubungan, yang juga rekan Enggartiasto di Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat. Kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Abdul Hadi menyebutkan pernah melakukan pertemuan dengan Enggartiasto membahas proyek Departemen Perhubungan.
Menurut Firman Wijaya, pengacara Abdul Hadi, nama Enggartiasto sebenarnya sudah disebut kliennya saat diperiksa pada 3 Maret lalu. ”Tapi, perannya apa, Abdul Hadi belum menjelaskan secara detail,” kata Firman. Menurut Firman, Ketua Departemen Real Estate Indonesia periode 1986-1989 itu diduga terkait dengan proses pengegolan proyek pengembangan pelabuhan dan dermaga di Indonesia timur yang akan dibiayai anggaran stimulus.
Enggartiasto sendiri tampaknya belum mau melayani berita teranyar dari ”kasus Abdul Hadi” ini. Sambungan telepon dan pesan pendek yang berulang kali dikirim Tempo tidak diresponsnya. Ia sibuk berkampanye di daerah pemilihannya, Cirebon dan sekitarnya. Saat Tempo menemuinya di tengah-tengah kampanye di Indramayu, pekan lalu, kader Partai Golkar itu mengelak diwawancarai. ”Enggak… enggak,” katanya. Lalu ia buru-buru masuk mobilnya.
Sumber Tempo membenarkan pengakuan Abdul Hadi itu. Senin petang 2 Maret lalu, sebelum politikus Partai Amanat Nasional ini dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi, Enggartiasto menggelar pertemuan di kantornya di Jalan Hang Tuah, Jakarta Selatan. Pertemuan ini dihadiri Abdul Hadi dan dua anggota staf Biro Perencanaan Departemen Perhubungan. ”Yang dibahas sinkronisasi anggaran stimulus untuk Departemen Perhubungan,” kata sumber ini.
Sepulang dari kantor Enggartiasto itu, Abdul Hadi menemui Jhonny Allen Marbun di ruang kerjanya, di Dewan Perwakilan Rakyat, sekitar pukul 19.30. ”Dia melaporkan hasil dari kantor Enggar.” Nah, menurut sumber Tempo, pertemuan Abdul Hadi dengan Jhonny ini merupakan pertemuan kedua mereka hari itu. Sebelum ke kantor Enggartiasto, pada pukul 16.00, Abdul Hadi memang lebih dulu menemui Wakil Ketua Panitia Anggaran ini.
Dalam perjumpaan malam itu, Jhonny sempat menanyakan kekurangan ”setoran” dari Hontjo Kurniawan, pengusaha yang akan menggarap proyek stimulus Departemen Perhubungan. Saat itu, Abdul Hadi meminta Jhonny bersabar. Menurut sumber Tempo, kala itu Abdul Hadi sudah mengatakan kepada Jhonny, keadaan dalam ”siaga satu”. ”Mungkin kita sedang dipantau KPK,” ujar sumber itu menirukan ucapan Abdul Hadi.
Firasat Abdul Hadi memang tepat. Malam itu, bersama Darmawati H. Dareho, Kepala Tata Usaha Distrik Navigasi Tanjung Priok Departemen Perhubungan, dia ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi di bawah Jembatan Casablanca, Jakarta. Di mobil Honda Jazz milik Darmawati yang juga ditumpangi Abdul Hadi, petugas Komisi menemukan US$ 90 ribu dan Rp 54,5 juta—total sekitar Rp 1 miliar. Dengan bukti di tangan itu, Komisi menetapkan Abdul Hadi dan Darmawati sebagai tersangka penerima suap. Begitu pula dengan Hontjo, sebagai tersangka pemberi suap.
Saat dihubungi Tempo Jumat pekan lalu, Jhonny Allen menolak mengomentari adanya dua kali pertemuan dia dengan Abdul Hadi dan perihal ”setoran kurang” itu. ”Saya bosan dengan pertanyaan itu. Itu kan katanya, katanya…,” ujarnya. Lalu, klik, ia menutup teleponnya. Adapun Abdul Hadi, saat ditemui di penjara Cipinang, tak mau berbicara banyak. ”Maaf, saya tidak bisa memberi komentar,” katanya.
Jhonny, menurut pengakuan Abdul Hadi kepada penyidik Komisi, adalah penerima uang Rp 1 miliar dari Hontjo, Komisaris PT Kurnia Jaya Wira Bakti, Surabaya. Politikus Partai Demokrat itu juga disebut Abdul Hadi sebagai inisiator pertemuan informal antara Panitia Anggaran dan pemerintah untuk membahas penambahan bujet stimulus infrastruktur Rp 2 triliun di Hotel Four Seasons pada 19 Februari lalu. Soal ini, Jhonny juga membantahnya.
Menurut Abdul Hadi, salah satu orang yang mengusulkan penambahan anggaran itu adalah Rama Pratama, anggota Panitia Anggaran dari Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan. ”Rama salah satu yang mengajukan inisiatif menaikkan dana stimulus dari Rp 10,2 triliun menjadi Rp 12,2 triliun,” ujar Abdul Hadi (Tempo edisi 23-29 Maret 2009).
Selain mengungkap keterlibatan sejumlah rekannya di parlemen, Abdul Hadi membuka peran Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu sebagai pelobi anggota Dewan. Januari lalu, Abdul Hadi mengaku dilobi Anggito di Hotel Borobudur. ”Yang di Borobudur itu saya sendiri, tapi semuanya (anggota Panitia Anggaran) didatangi, dilobi satu-satu,” kata Abdul Hadi. Anggito juga dikatakan ikut menghadiri pertemuan di Hotel Four Seasons itu. Rama membenarkan dan mengaku ikut menghadiri pertemuan Four Seasons. Tapi politikus Partai Keadilan Sejahtera itu membantah disebut sebagai pengusul kenaikan dana stimulus (Tempo edisi 23-29 Maret 2009).
Anggito mengiyakan adanya pertemuan di suite room lantai 12 Hotel Four Seasons itu. Menurut dia, pertemuan itu atas inisiatif Panitia Anggaran. ”Saya datang bersama pejabat Direktorat Jenderal Anggaran atas undangan pimpinan Panitia Anggaran,” kata Anggito melalui keterangan tertulisnya pekan lalu. Menurut Anggito, dalam acara itu para anggota Panitia Anggaran menyampaikan pandangan dan usul optimalisasi alokasi stimulus. Tapi dia menegaskan, ”Pertemuan itu tidak membicarakan perincian proyek dan kegiatan departemen tertentu.”
Tapi Mohammad Iskandar, pengacara Abdul Hadi lainnya, menegaskan pertemuan di Four Seasons datang dari pemerintah karena usul stimulus berasal dari pemerintah. ”Dewan hanya menunggu,” katanya kepada Anton Aprianto dari Tempo, Rabu pekan lalu. Ide agar anggaran stimulus ditambah Rp 2 triliun, menurut dia, muncul dalam pertemuan itu. Usulnya datang dari anggota Dewan. ”Beberapa anggota Dewan menganggap stimulus Rp 10,2 triliun itu tidak menyangkut daerah konstituennya, sehingga ada usul anggaran dinaikkan,” ujar Iskandar. Hanya, dia memastikan, pada pertemuan itu tidak dibicarakan urusan bagi-bagi proyek atau dana stimulus untuk anggota Panitia Anggaran. ”Enggak ada cerita soal bagi-bagi.”
Emir Moeis, Ketua Panitia Anggaran, tidak menjawab tegas perihal ada-tidaknya pertemuan di ruangan yang tarifnya sekitar US$ 230 (Rp 2,5 juta) per malam itu. ”Kalaupun pertemuan itu benar-benar ada, saya tidak ikut,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Rabu pekan lalu. Dia juga mengaku tidak tahu penambahan bujet Rp 2 triliun sebagai hasil dari pertemuan dua jam itu. Menurut dia, Panitia Kerja Panitia Anggaran menyepakati stimulus ekonomi diperbesar dalam rapat formal di parlemen.
Soal anggaran stimulus, menurut Emir, Dewan dan pemerintah memang perlu menyamakan persepsi karena itu merupakan hal baru dan tidak biasa. Potensi pro dan kontra di antara anggota Panitia Anggaran, ujarnya, sangat besar. Alhasil, kesepakatan bersama sulit dicapai. Padahal kebutuhan dana tambahan ini dipandang mendesak oleh pemerintah. ”Makanya perlu lobi,” ujar Emir.
Firman sendiri mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki pertemuan di Hotel Four Seasons itu. Menurut dia, fakta adanya pertemuan itu penting karena merupakan cikal bakal munculnya kasus suap yang menimpa Abdul Hadi. ”Suap itu cuma hilirnya. Hulunya ada di pertemuan Four Seasons,” tuturnya. Apalagi, kata dia, Komisi sudah memegang rekaman CCTV hotel saat pertemuan itu berlangsung. ”Bisa dilihat siapa saja yang hadir.”
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi, menyatakan Komisi tak mengabaikan fakta pertemuan di Hotel Four Seasons. Hanya, kata dia, saat ini pihaknya memfokuskan kasus suap Hontjo pada Abdul Djamal. ”Kami telusuri terus ke mana saja duit itu mengalir,” ujarnya Jumat pekan lalu.
Senin pekan ini, Jhonny Allen akan menjejakkan kakinya di Komisi Pemberantasan Korupsi. Politikus dari daerah pemilihan Tapanuli ini untuk pertama kalinya akan diperiksa Komisi. Setelah Jhonny, giliran Enggartiasto yang diperiksa. Kelak, keterangan Abdul Hadi dan Jhonny itu juga akan dikonfrontasi lagi ke Enggartiasto.
Jadi, babak pertama kasus Abdul Hadi ini, seputar peran dan posisi Jhonny Allen, mudah-mudahan segera terungkap.
Anne L. Handayani, Agung Sedayu, Kurniasih Budi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo