Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Benarkah Ketua BEM UI Melki Sedek Huang Melakukan Pelecehan Seksual?

Ketua BEM UI Melki Sedek Huang dituduh terlibat kekerasan seksual. Motif politis ikut menyeruak.

31 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULUHAN pesan masuk ke nomor telepon seluler Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia Melki Sedek Huang pada 18 Desember 2023. Ia tak menggubrisnya. Sebab, sepanjang hari ia bersama puluhan mahasiswa dari berbagai daerah mengikuti mimbar bebas bertajuk “Aksi Jagung” di depan Balai Kota Solo, Jawa Tengah. Salah satu orasi mereka adalah penolakan terhadap Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahasiswa Fakultas Hukum UI, Depok, Jawa Barat, itu baru mengecek telepon seluler setelah aksi selesai. Ia kaget membaca pesan dari seorang kolega di BEM UI. Sang teman mengirim pesan berisi surat pemberhentian sementara Melki sebagai Ketua BEM UI. Ia dituduh melakukan kekerasan seksual. “Sebagai manusia biasa, saya sempat terpukul,” kata Melki kepada Tempo pada 28 Desember 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat pemberhentian diteken oleh wakilnya, Shifa Anindya Hartono. Dalam surat itu Shifa merujuk pada Peraturan BEM UI Nomor 1 Tahun 2023. Peraturan itu memerintahkan BEM menonaktifkan sementara pengurus yang dilaporkan terlibat kasus kekerasan seksual.

Melki Sedek Huang (keempat dari kanan) saat bergabung dengan BEM SI menggelar aksi membawa jagung di depan Balai Kota Solo, Jawa Tengah, 18 Desember 2023./Tempo/Septhia Ryanthie

Peraturan ini menjadi bumerang bagi Melki. Pemuda 23 tahun itu dilantik menjadi Ketua BEM UI pada 6 Januari 2023. Seusai pelantikan, dia langsung menyusun aturan itu dan disahkan pada 19 Maret 2023.

Melki menerima keputusan pemberhentian sementaranya dari BEM UI. Dihubungi lewat sambungan telepon dan pesan WhatsApp, Shifa tak merespons permintaan wawancara Tempo hingga 29 Desember 2023.

Dari informasi yang dikumpulkan Tempo, korban lebih dulu melapor ke BEM UI. Laporan itu kemudian menjadi dasar penetapan status nonaktif sementara Melki. Setelah laporan itu dibuat, korban mengadu ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Indonesia pada 14 Desember 2023.

Dibentuk rektor pada 29 November 2022, satgas ini berfungsi menindaklanjuti terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Kasus Melki bukan laporan pertama yang ditangani satgas tersebut.

Melki juga sudah menerima surat dari Satgas PPKS UI. Ia diperiksa sekitar satu jam di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI pada 22 Desember 2023. Dalam pertemuan itu, Melki tetap membantah dugaan terlibat pelecehan seksual. “Saya tidak pernah melakukan apa pun bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual,” ucapnya.

Ketua Satgas PPKS UI Manneke Budiman memastikan laporan kekerasan seksual itu memang ada dan sedang diproses timnya. Namun ia tak bersedia mengungkap hasil pemeriksaan Melki. Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI itu mengatakan kasus Melki sebetulnya tidak terlalu kompleks. “Tapi jadi ruwet karena dipolitisasi berbagai pihak, khususnya di luar kampus,” ujarnya.

Informasi mengenai tuduhan kekerasan seksual itu menyebar luas pada hari yang sama saat Melki menerima surat penetapan nonaktif sebagai Ketua BEM UI. Sejumlah pihak menuding kasus ini sarat nuansa politis karena Melki sering mengkritik pemerintah. Salah satunya kritik kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani dengan membuat meme kepala Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu dengan tubuh tikus.

Banyak pihak lantas mengaitkan laporan kasus kekerasan seksual itu dengan sejumlah intimidasi yang pernah dialami Melki. Pada akhir Oktober 2023, misalnya, Melki menerima panggilan telepon dari ibunya yang tinggal di Pontianak, Kalimantan Barat. Rupanya, ada aparat yang datang ke rumah dan menanyakan kebiasaan Melki kepada ibunya.

Kasus kekerasan seksual ini turut ramai di media sosial. Selain banyak yang mencibir, ada pula pegiat media sosial yang menduga tuduhan itu merupakan operasi untuk membungkam Melki.

Melki mengaku sempat menduga ada yang mencoba menjatuhkannya dengan kasus ini. “Tapi saya memutuskan tidak percaya dan saya menghormati pelapor,” kata mahasiswa semester IX itu.

Kelompok yang mendukung Melki di antaranya pengurus BEM antarfakultas di UI. Mereka membentuk Aliansi UI Anti-Kekerasan Seksual dan membuat seruan bersama pada 20 Desember 2023.

Mereka berpesan agar publik menghargai keputusan korban untuk melapor. Mereka juga menyampaikan narasi yang menuduh laporan itu palsu dan bernuansa politis justru akan memperburuk kondisi korban. “Kami harus merespons tuduhan itu karena banyak orang yang juga ikut ragu,” ucap Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Indonesia Daniel Winarta.

Meski banyak keraguan, Satgas PPKS UI tetap melanjutkan pemeriksaan. Mereka bahkan sudah memanggil sejumlah saksi untuk menggali keterangan. Sejauh ini, menurut Manneke Budiman, tudingan politisasi kasus ini hanya spekulasi.

Ia mengatakan, kalaupun ada peran pihak luar dalam kasus Melki, Satgas akan menyertakan informasi itu dalam pertimbangan kesimpulan kasus. “Bagi Satgas sederhana saja, membuktikan apakah kekerasan seksual terjadi atau tidak,” tuturnya.

Jika merujuk pada jadwal, Manneke dan timnya seharusnya merampungkan pemeriksaan Melki sebelum trompet tahun baru 2024 berbunyi. Masalahnya, mahasiswa sudah menyelesaikan periode ujian akhir semester yang berarti memasuki masa libur. Mereka akan melanjutkan pemeriksaan sesudah libur tahun baru. “Kami masih perlu undang lebih banyak orang lagi untuk melengkapi data,” ucapnya.

Dari informasi yang dikantongi Satgas, kekerasan seksual tersebut terjadi saat Melki sudah menjabat Ketua BEM UI. Manneke mengatakan semua pihak yang terlibat dalam kasus ini adalah warga UI. Tapi ia tak bersedia mengungkap apakah korban yang melapor langsung atau pendampingnya yang melaporkan. Identitas korban juga masih tertutup rapat-rapat. “Rektor UI pun tidak akan tahu,” tuturnya.

Masih samarnya kasus ini sempat memunculkan dugaan sejumlah pihak bahwa korban melapor sejak pertengahan 2023. Sebab, Satgas PPKS UI sempat berhenti menerima laporan kasus kekerasan seksual pada 24 Juli 2023. Keputusan tersebut diambil Satgas karena masalah dana operasional dari rektorat.

Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Indonesia Manneke Budiman./TEMPO/Gunawan Wicaksono

Manneke memastikan laporan korban masuk ke Satgas pada 14 Desember 2023. Biasanya, dia menerangkan, dalam kasus kekerasan seksual, korban membutuhkan waktu lebih lama untuk melapor karena efek takut dan trauma.

Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan ikut memantau kasus kekerasan seksual yang sedang ditangani Satgas PPKS UI. Ia berharap korban tetap dilindungi. “Korban tidak tercederai oleh kepentingan yang lain,” ujarnya.

Satgas wajib melindungi korban. Manneke menyebutkan timnya sudah menyiapkan tim konselor psikologi untuk mendampingi korban. Tapi, dia menambahkan, korban merasa belum butuh pendampingan. Ia memastikan korban sudah aman.

Satgas pun kini berpacu dengan waktu. Jika nanti kasus ini terbukti, mereka akan merekomendasikan sanksi untuk Melki kepada Rektorat UI. Bila tidak terbukti, mereka juga akan merehabilitasi nama Melki. “Kami menjamin kasus ini pasti tuntas secara fair dan berkeadilan,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ricky Jualiansyah dari Depok berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Bumerang Kampus UI"

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus