Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Setara Institute, Hendardi, meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghentikan keistimewaan hukum terhadap TNI. Tidak tunduknya militer pada peradilan umum, kata dia, berpotensi mengulang insiden penyerangan Kantor Polsek Ciracas yang diduga dilakukan anggota TNI, malam tadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika benar oknum TNI terlibat dalam peragaan kekerasan ini, maka berulangnya peristiwa kekerasan disebabkan karena TNI terlalu lama menikmati keistimewaan dan kemewahan hukum," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu, 29 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kantor Polsek Ciracas diserang oleh 100 orang pengendara motor pada Jumat malam, 28 Agustus 2020. Pelaku diduga anggota TNI. Mereka membakar mobil, motor, dan menganiaya petugas piket.
Sebelum menyerang kantor Polsek Ciracas, pelaku merusak sejumlah kios di Pasar Rebo, menganiaya dan melukai warga sipil, dan merusak kendaraan milik warga.
Menurut Hendardi, peristiwa malam tadi menunjukkan reformasi TNI tidak menyentuh dimensi kultural dan perilaku anggota. Mandeknya reformasi TNI membuat anggotanya kebal dan terus merasa unggul menjadi warga negara kelas 1. "Kebiadaban yang diperagakan pada 28/8 telah menggambarkan secara nyata kegagalan reformasi TNI," ucap dia.
Ia menuturkan keistimewaan dan imunitas yang sama akan terjadi jika Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme disahkan oleh Presiden Jokowi.
"Tidak bisa dibayangkan, atas nama memberantas terorisme, kebiadaban dan unprofessional conduct seperti diperagakan dalam peristiwa terbaru ini akan menjadi pemandangan rutin dan dianggap benar oleh peraturan perundang-undangan," ujar Hendardi.
Setara Institute mendesak aparat hukum untuk mengusut tuntas kekerasan yang terjadi malam tadi, termasuk kemungkinan meminta pertanggungjawaban anggota TNI jika terlibat.
Hendardi berujar jangan sampai ada kesan dari institusi dan pihak manapun untuk memaklumi apalagi melindungi perilaku biadab yang dipertontonkan secara terbuka tersebut. "Rule of law harus menjadi panglima untuk mewujudkan tertib hukum dan tertib sosial," tuturnya.
Sementara itu, Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) 0505/Jakarta Timur Kol. Kav. Rahyanto Edy mengatakan tidak ada keterlibatan anggota TNI dalam insiden penyerangan Markas Polsek Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu dini hari, 29 Agustus 2020.
"Sejauh ini tidak ada keterlibatan anggota kami dalam kejadian itu," kata Rahyanto dalam konferensi pers di Markas Kodam Jaya Cawang Jakarta Timur.
Hingga kini pihak TNI bersama Polri masih memeriksa lokasi terjadinya peristiwa serta memeriksa saksi. Menurut Rahyanto, kronologis kejadian bermula saat sekelompok orang tidak dikenal bergerak dari arah Cibubur ke Polsek Ciracas.
"Sepanjang perjalanan ada sejumlah aksi anarkisme." Fasilitas umum yang juga diserang selain Polsek Ciracas ada di sekitar kawasan TMII dan kawasan Cibubur. Dandim mengaku belum tahu motif perusakan Polsek Ciracas. "Motifnya masih didalami," ujarnya.