Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Sesuaikan KUHAP, KPK Proses Sprindik Baru untuk Jerat Eddy Hiariej

KPK terus memproses sprindik baru bagi eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.

27 Maret 2024 | 22.22 WIB

KPK menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menjadi tersangka gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi senilai Rp 8 miliar dari Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. KPK menduga suap tersebut diberikan agar Eddy membantu Helmut dalam perebutan kepemilikan PT CLM. Selain itu, gratifikasi diduga diberikan agar Eddy membantu Helmut dalam kasus pidana yang menjeratnya di Badan Reserse Kriminal Polri. Namun, hingga kini Eddy masih belum ditahan. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
KPK menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menjadi tersangka gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi senilai Rp 8 miliar dari Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. KPK menduga suap tersebut diberikan agar Eddy membantu Helmut dalam perebutan kepemilikan PT CLM. Selain itu, gratifikasi diduga diberikan agar Eddy membantu Helmut dalam kasus pidana yang menjeratnya di Badan Reserse Kriminal Polri. Namun, hingga kini Eddy masih belum ditahan. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memproses surat perintah penyidikan (sprindik) baru bagi eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Berkaca dari proses praperadilan, lembaga antirasuah itu memproses sprindik baru sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dalam praperadilan, hakim tunggal Estiono memutuskan penetapan status tersangka terhadap Eddy Hiariej tidak sah karena didasarkan kepada alat bukti yang dikumpulkan pada tahap penyelidikan. Menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP, Estiono berpandangan penyelidikan bukanlah proses pro justitia sehingga alat bukti yang dikumpulkan tidak sah. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Estiono tak menghiraukan argumentasi KPK yang menyatakan, penetapan tersangka Eddy didasarkan kepada Pasal 44 Undang-Undang tentang KPK. Pasal itu mengatur tentang tentang penyelidikan yang dilakukan untuk mencari bukti yang cukup. Status tersangka, menurut Estiono, hanya bisa ditetapkan bila mendapat setidaknya dua jenis alat bukti dari penyidikan. 

Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyatakan komisi menyadari sprindik lama dibatalkan dengan pertimbangan KPK harus patuh kepada KUHAP, bukan kepada Pasal 44 UU KPK. Karena itu, KPK akan memproses sprindik baru menggunakan kitab hukum warisan Belanda itu. "Jadi ada proses penyidikan umum, baru kemudian penetapan tersangka," ujar Ali dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 27 Maret 2024.

KPK, menurut Ali, tak mungkin mengulang proses yang sama menggunakan UU KPK. Sebab, putusan hakim agar KPK tunduk kepada KUHAP bersifat inkracht—tidak bisa dijawab dengan banding atau kasasi. "Tapi perlu kami garis bawahi, substansi perkara itu sama sekali tidak berubah," kata Ali. 

Kepada Tempo, Ali tak mengiakan ataupun membantah ketika ditanya apakah pimpinan KPK sebenarnya telah setuju menerbitkan sprindik, tetapi terhambat di Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi. "Itu proses aja, semua ada prosesnya," kata Ali. Ketika ditanya adakah intervensi Polri dalam perkara ini, Ali yang sudah berjalan meninggalkan lokasi jumpa pers hanya tertawa kemudian pergi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus