Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Sidang Harvey Moeis, Saksi Ungkap RKAB 3 Smelter yang Bekerja Sama dengan PT Timah Tak Disetujui

Saksi dalam sidang Harvey Moeis menyatakan 3 dari 5 smelter yang bekerja sama dengan PT Timah tak mengantongi RKAB.

27 September 2024 | 09.53 WIB

Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 9 September 2024. Dalam sidang tersebut, salah satu saksi yaitu Manajer Keuangan PT Refined Bangka Tin (RBT), Ayu Lestari Yusman, mengaku pernah memproses pembayaran ke rekening terdakwa korupsi timah, Harvey Moeis, atas perintah Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta, yang juga merupakan terdakwa dalam kasus serupa. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 9 September 2024. Dalam sidang tersebut, salah satu saksi yaitu Manajer Keuangan PT Refined Bangka Tin (RBT), Ayu Lestari Yusman, mengaku pernah memproses pembayaran ke rekening terdakwa korupsi timah, Harvey Moeis, atas perintah Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta, yang juga merupakan terdakwa dalam kasus serupa. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019, Suranto Wibowo, menyebut Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tiga dari lima perusahaan smelter yang bekerja sama dengan PT Timah tidak disetujui oleh pihaknya. Hal tersebut diungkap Suranto saat menjadi saksi mahkota dalam kasus korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta, dan Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Andriansyah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis, 26 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ketiga perusahaan smelter yang dimaksud, yakni PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS). Suranto menyatakan RKAB ketiga perusahaan itu tidak disetujui lantaran tidak bisa mengajukan Competent Person Indonesia (CPI).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Mengajukan tapi tidak terbit, tidak disetujui untuk RKAB tahun 2018 diajukan," kata Suranto.

Dalam kesaksiaannya, dia menyebut diterbitkannya RKAB PT RBT dan CV VIP bukan karena memenuhi beberapa aspek dalam kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan benar, seperti perhitungan cadangan, tekni pertambangan, K3 (lingkungan, reklamasi) sampai dengan pendapatan dari perusahaan, melainkan karena mereka mengajukan CPI. Sebab, Sejak keluarnya Kepmen 1806 tahun 2018 untuk RKAB 2019 diperlukan CPI.

"Sebenarnya karena mereka bisa mengajukan CPI," ujarnya.

Selain itu, Suranto menyebut dirinya hanya bertugas untuk mengeluarkan persetujuan-persetujuan RKAB kepada smelter swasta. Namun tidak dengan RKAB PT Timah. Sebab, wewenang itu ada di Derektorat Jenderal ESDM.

Sebelumnya, Eko Zuniarto selaku Evaluator Kerja Sama Smelter PT Timah Tbk, menyebut kegiatan mitra kerja sama fasilitas peleburan bijih timah (smelter) dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan. Eko menyatakan hal itu saat menjadi saksi dalam sidang kasus yang sama pekan lalu. "Setahu saya itu dicantumkan di RKAB," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Kamis, 19 September 2024.

RKAB merupakan dokumen yang wajib disusun oleh perusahaan pertambangan setiap tahun dan diajukan untuk disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau instansi yang mendapat pendelegasian kewenangan dari Kementerian ESDM.

Menurut dia, kemitraan kerja sama smelter PT Timah mencakup kegiatan penambangan, sewa alat penambangan, dan peleburan crude tin atau sisa peleburan pertama bijih timah.

Kemitraan ini dilakukan PT Timah dengan lima smelter, yakni PT RBT, PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Tinindo Internusa (Tinindo), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS). Namun demikian, dia mengaku tidak mengtahui alasan PT Timah melakukan kemitraan ini.

Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung mengungkap adanya pembayaran Rp 11 triliun dari PT Timah kepada lima perusahaan smelter swasta dalam surat dakwaan. Salah satunya surat dakwaan Emil Ermindra, mantan Direktur Keuangan PT Timah.

Dalam surat dakwaan jaksa menyebut PT Refined Bangka Tin dan empat perusahaan smelter lainnya memperoleh crude tin sebanyak 63.160.827,42 kilogram secara ilegal. Mereka mengumpulkan bijih timah illegal dari kolektor perusahaan cangkang   yang terafiliasi dengan lima smelter tersebut dan. Untuk melegalkan aktifitas tersebut, perusahaan cangkang itu mendapat surat perintah kerja (SPK) dari PT Timah untuk melakukan pembelian dari penambang-penambang illegal (perorangan) dalam wilayah izin usaha (IUP) PT Timah. Harvey Moeis sendiri disebut sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus