Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019, Suranto Wibowo, menyebut Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tiga dari lima perusahaan smelter yang bekerja sama dengan PT Timah tidak disetujui oleh pihaknya. Hal tersebut diungkap Suranto saat menjadi saksi mahkota dalam kasus korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta, dan Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Andriansyah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis, 26 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiga perusahaan smelter yang dimaksud, yakni PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS). Suranto menyatakan RKAB ketiga perusahaan itu tidak disetujui lantaran tidak bisa mengajukan Competent Person Indonesia (CPI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mengajukan tapi tidak terbit, tidak disetujui untuk RKAB tahun 2018 diajukan," kata Suranto.
Dalam kesaksiaannya, dia menyebut diterbitkannya RKAB PT RBT dan CV VIP bukan karena memenuhi beberapa aspek dalam kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan benar, seperti perhitungan cadangan, tekni pertambangan, K3 (lingkungan, reklamasi) sampai dengan pendapatan dari perusahaan, melainkan karena mereka mengajukan CPI. Sebab, Sejak keluarnya Kepmen 1806 tahun 2018 untuk RKAB 2019 diperlukan CPI.
"Sebenarnya karena mereka bisa mengajukan CPI," ujarnya.
Selain itu, Suranto menyebut dirinya hanya bertugas untuk mengeluarkan persetujuan-persetujuan RKAB kepada smelter swasta. Namun tidak dengan RKAB PT Timah. Sebab, wewenang itu ada di Derektorat Jenderal ESDM.
Sebelumnya, Eko Zuniarto selaku Evaluator Kerja Sama Smelter PT Timah Tbk, menyebut kegiatan mitra kerja sama fasilitas peleburan bijih timah (smelter) dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan. Eko menyatakan hal itu saat menjadi saksi dalam sidang kasus yang sama pekan lalu. "Setahu saya itu dicantumkan di RKAB," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Kamis, 19 September 2024.
RKAB merupakan dokumen yang wajib disusun oleh perusahaan pertambangan setiap tahun dan diajukan untuk disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau instansi yang mendapat pendelegasian kewenangan dari Kementerian ESDM.
Menurut dia, kemitraan kerja sama smelter PT Timah mencakup kegiatan penambangan, sewa alat penambangan, dan peleburan crude tin atau sisa peleburan pertama bijih timah.
Kemitraan ini dilakukan PT Timah dengan lima smelter, yakni PT RBT, PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Tinindo Internusa (Tinindo), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS). Namun demikian, dia mengaku tidak mengtahui alasan PT Timah melakukan kemitraan ini.
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung mengungkap adanya pembayaran Rp 11 triliun dari PT Timah kepada lima perusahaan smelter swasta dalam surat dakwaan. Salah satunya surat dakwaan Emil Ermindra, mantan Direktur Keuangan PT Timah.
Dalam surat dakwaan jaksa menyebut PT Refined Bangka Tin dan empat perusahaan smelter lainnya memperoleh crude tin sebanyak 63.160.827,42 kilogram secara ilegal. Mereka mengumpulkan bijih timah illegal dari kolektor perusahaan cangkang yang terafiliasi dengan lima smelter tersebut dan. Untuk melegalkan aktifitas tersebut, perusahaan cangkang itu mendapat surat perintah kerja (SPK) dari PT Timah untuk melakukan pembelian dari penambang-penambang illegal (perorangan) dalam wilayah izin usaha (IUP) PT Timah. Harvey Moeis sendiri disebut sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.