Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara terdakwa Devita Friska atas kasus penipuan tas Hermes, Andi Hakim, menghadirkan tiga saksi yang dianggap dapat meringankan Devita di persidangan. Menurut Andi, tiga saksi ini dapat membuktikan ada rekayasa hukum dalam kasus yang didakwakan kepada kliennya. "Tiga saksi ini dua di antaranya berhubungan langsung dengan terdakwa, dan satu saksi ahli," kata dia dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 8 September 2015.
Saksi pertama adalah pekerja bagian umum sebuah showroom mobil di Medan, Ahmad Suwandi, 36 tahun. Ahmad pengantar kuitansi yang dipersoalkan pelapor Margaret Vivi dan terdakwa Devita. Menurut Ahmad, kuitansi itu berasal dari majikannya, Leni. Pada Maret 2014, Leni menyuruh Ahmad untuk mengantar dua kuitansi kosong yang ditaruh di amplop yang tak dilem ke rumah Devita di kota Medan. Saat bertemu Devita, Ahmad menyerahkan amplop tersebut.
"Devita menandatangani dua kuitansi, tapi hanya satu kuitansi yang diberi keterangan," kata dia. Menurut Ahmad, keterangan itu tertulis soal pembayaran DP (uang muka) tas hermes senilai Rp 400 juta. Anehnya, dalam kuitansi tertera keterangan bulan Maret 2013. Namun, Ahmad tak menanyakan soal keganjilan itu. Sekembalinya dari kantor, Ahmad langsung menyerahkan kuitansi kepada bosnya.
Tiga hari kemudian, bosnya kembali menyuruh Ahmad untuk mengelem amplop yang sama dan mengirimkannya via ekspedisi pengiriman 'Kertas Jaya Pustaka'. "Alamatnya di daerah Menteng. Ada tanda terimanya atas nama Vivi," kata dia.
Saksi kedua ibu tiri terdakwa, Heni Marlina, 48 tahun. Heni tinggal di daerah Jakarta Barat. Walaupun tinggal berjauhan dengan Devita (Devita tinggal di Medan), Heni mengaku dirinya rutin berkomunikasi dengan Devita, termasuk soal bisnis online anak tirinya ini. "Devita selalu cerita soal barang-barang yang dia jual," kata Heni. Menurut Heni, sudah sekitar sepuluh tahun Devita berbisnis online.
Awalnya, Devita bisnis berlian Hong Kong. Tapi, Devita kemudian memilih untuk lebih fokus berjualan tas bermerek di toko onlinenya itu. "Dia juga sering ke Jakarta, Hong Kong, dan Singapura untuk jual-beli," kata dia. Heni juga mengaku dirinya sering diberi tahu soal informasi tas merek asli dan palsu. Karena itu, Heni paham soal kualitas tas yang dijual anak tirinya itu. Bahkan, dia sempat membantu Devita mengirimkan tas ke Jakarta. "Saya percaya ini cuma rekayasa Vivi saja."
Saksi terakhir yang didatangkan pengacara Devita adalah Suhandi Cahaya, 61 tahun. Suhandi adalah pengacara yang saat ini bekerja sebagai dosen pascasarjana di Universitas Jayabaya, Jakarta. Suhandi memberikan keterangan soal kasus ini apakah lebih cocok dibawa ke ranah perdata atau pidana.
Selain itu, Suhandi juga membantu mendukung keterangan pengacara bahwa persidangan seharusnya dilakukan di Medan karena transaksi juga dilakukan di sana. Setelah mendengarkan saksi-saksi, Hakim Budhy Hertantiyo memutuskan untuk melanjutkan sidang Senin depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum Marlinang Samosir juga diberi kesempatan untuk menyusun kembali tuntutannya. Begitu pula dengan pengacara yang akan mempersiapkan pledoi bagi terdakwa. "Untuk kasus ini kami, sidang agendakan saja setiap Senin dan Selasa ya," kata Hakim Budhy.
YOLANDA RYAN ARMINDYA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini