Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO BISNIS - Dwelling time atau waktu bongkar-muat kapal di pelabuhan mendadak menjadi hal menarik dalam pembicaraan berbagai kalangan setelah Presiden Jokowi marah dalam kunjungannya ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, tanggal 17 Juni lalu. Dalam berbagai pemberitaan di media disebutkan bahwa Presiden Jokowi naik pitam karena persoalan lambannya dwelling time di pelabuhan-pelabuhan Indonesia, sehingga target pemerintah 4,7 hari tak tercapai. Beberapa unsur pemerintahan menilai otoritas pelabuhan (PT. Pelindo II) sebagai penyumbang kemacetan distribusi barang karena tahap pre-clearance memerlukan waktu paling banyak dalam bongkar-muat (Tempo, 18 Juni 2015). Pelindo balik menuding bahwa proses di delapan kementerian masih menjadi penghambat utama dalam aktivitas tersebut.
Indonesia disinyalir kehilangan potensi pendapatan (potential lost) hingga Rp 780 triliun, atau 11 kali lipat APBD DKI Jakarta pada 2015, akibat dari lambatnya pelayanan dwelling time yang bahkan dapat memakan waktu hingga 20-25 hari. Belakangan pemerintah mendapatkan solusi dalam memangkas waktu bongkar muat. Caranya dengan memperkuat sistem layanan online serta memperbaiki sistem perizinan pada sektor perdagangan dan perhubungan. Selain itu pemerintah juga meminta Presiden Jokowi menunjuk otoritas pelabuhan sebagai koordinator di pelabuhan supaya pelayanan bisa satu atap.
Penyebab Utama
Setidaknya ada tiga hal utama yang dapat memperlambat proses dwelling time: rantai birokrasi yang terlalu berbelit, fasilitas pelabuhan yang kurang memadai, dan pelaksanaan yang melenceng oleh petugas akibat kurangnya pengawasan terhadap proses pelaksanaan bongkar-muat dan clearance. Hal ini membuka celah bagi pengusaha melakukan suap dalam melicinkan proses agar barangnya dapat lebih lancar dan cepat keluarnya.
Dalam rangka mengejar target penurunan dwelling time ini diperlukan koordinasi dan pelaksanaan sistem pengendalian yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas, serta menghilangkan ketidakjelasan dalam proses dan prosedur. Perlu dibangun sistem agar setiap orang memahami benar bagaimana secara formal dapat mengurusnya dengan lancar tanpa harus melakukan suap. Hal tersebut pun harus terus diawasi baik oleh pengawas formil maupun juga pihak yang terkait. Seluruh stakeholder seyogianya memantau perkembangan dwelling time yang telah dicapai dari waktu ke waktu.
Publik juga harus dilibatkan dalam mengawal pencegahan korupsi pada segala lini. Hotline telepon maupun alamat email yang dapat dihubungi dapat digunakan dan disosialisasikan kepada seluruh masyarakat agar siapapun dapat memberikan masukan mengenai kejadian suap yang mereka ketahui. Setiap laporan harus dicatat dan ditindaklanjuti agar masyarakat terus mendukung upaya ini. Perlu kampanye yang terus menerus agar suap tidak dijadikan sebagai pilihan untuk memperlancar proses. Media sosial seperti facebook, twitter, linkedin, whatsapp, dapat diberdayakan dalam rangka sosialisasi secara cost effective.
Korupsi dan Kesejahteraan
Walaupun kasus seperti ini terkesan kecil bagi lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ikut terjun dan menindak, namun dampak terhadap perekonomian besar sekali. Bayangkan apabila dwelling time dapat ditekan, maka pemasukan negara juga berpotensi meningkat. Harga barang-barang dapat ditekan karena biaya yang berkurang sehingga Indonesia akan menjadi lebih kompetitif. Pada akhirnya apabila upaya-upaya perbaikan ini diperluas ke berbagai sektor dalam perekonomian, daya saing perusahaan-perusahaan Indonesia akan membaik.
Disinilah perlu dibangun pandangan bahwa suap dan korupsi adalah musuh bersama yang harus dihilangkan dari bumi Indonesia. Hal-hal sekecil apapun yang menyangkut suap, seperti sekedar memberikan uang pelicin, harus dihilangkan. Dengan demikian, akan terbentuk masyarakat yang anti korupsi (anti-corruption society). Dalam buku “Corruption and Government” (1999) karya Susan-Rose Ackerman, diuraikan bahwa korupsi terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara; sebuah negara secara umum miskin jika tingkat korupsinya tinggi; dan negara bisa terperangkap dalam jebakan korupsi, di mana korupsi mendorong timbulnya lebih banyak lagi korupsi serta mengurangi investasi bisnis yang resmi.
Pemerintah perlu melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan menerapkan strategi komprehensif yang melibatkan seluruh unsur masyarakat. Dengan strategi komprehensif tersebut, diharapkan korupsi dapat dicegah dan diberantas secara efektif. Yang paling diperlukan adalah komitmen dan eksekusi strategi secara berkelanjutan dalam memberantas korupsi supaya rakyat lebih sejahtera. Setiap langkah, seberapa pun kecilnya, akan berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Apabila penyakit kronis korupsi dapat teratasi secara tuntas, maka bangsa Indonesia dapat fokus pada musuh-musuh besar lainnya: kemiskinan, kebodohan, kelaparan, ketidakadilan, ketidaksehatan, dan penyakit-penyakit sosial lainnya. (*)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini