Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL - Pembangunan kekuatan pertahanan nasional akan selalu menjadi fokus Kementerian Pertahanan dibawah komando Prabowo Subianto. Untuk menangkal ancaman baik yang bersifat militer maupun non militer, Kemhan memiliki beberapa langkah strategis seperti diplomasi pertahanan, komunikasi dengan komunitas global, pengerahan kekuatan untuk menangani ancaman non militer, hingga penguatan komponen utama, cadangan, dan pendukung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Potensi terjadinya ancaman menjadi lebih besar tatkala pertahanan dihadapkan dengan kondisi berkembangnya teknologi 4.0. Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan Marsma TNI Penny Radjendra membenarkan pertempuran kini tidak hanya terjadi di dimensi darat, laut, maupun udara, melainkan di ruang siber dan pengetahuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Karakteristik teknologi 4.0 yang menitikberatkan pada artificial intelligence, big data, dan machine learning telah melahirkan teknologi pertahanan kelas wahid seperti nanoteknologi, senjata elektromagnetik, railgun, dan rudal hipersonik dengan lima kali lebih besar dari kecepatan suara.
Hal demikian bisa juga menjadi ancaman non militer karena pemanfaatannya untuk keperluan selain perang seperti ideologi, politik, dan ekonomi. “Bertransformasi dari yang bentuknya besar menjadi beberapa mikromilimeter dengan ukuran semakin kecil, dan menjadi sistem yang juga dapat membahayakan,” kata Penny dalam program Podcast Defence’s Advocate yang disiarkan di kanal Youtube Kemhan RI.
Semakin cepat perkembangan teknologi, kata Penny, mungkin saja di masa mendatang akan terjadi perang dengan paradigma baru model hibrida (hybrid warfare). Perang hibrida jauh lebih kompleks karena model ini menggabungkan instrumen militer dan non militer secara tersinkronisasi pada kelemahan targetnya. “Walaupun tidak destruktif, tapi dalam jangka panjang itu mengganggu kedaulatan negara dan ini yang harus diantisipasi,” ujarnya.
Pengelolaan pertahanan di Indonesia mengacu pada sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang ditetapkan berdasarkan Kebijakan Umum Pertahanan Negara 2020-2024 oleh Presiden. Kebijakan ini meliputi berbagai upaya membangun, memelihara, dan mengembangkan secara terpadu segenap komponen pertahanan. Melalui sistem pertahanan semesta, ancaman militer dan non militer termasuk yang beririsan dengan teknologi 4.0 bisa diantisipasi dengan matang oleh segenap komponen pertahanan.
Penny menambahkan, pihaknya terus mengoptimalkan pembangunan pertahanan melalui penguatan teknologi alat utama sistem pertahanan (alutsista), meskipun pandemi Covid-19 menjadi hambatan dari sisi prioritas anggaran. Kemhan telah melakukan upaya strategis di tengah kondisi pandemi untuk membangun kekuatan pertahanan, diantaranya revisi kebijakan Alpalhankam di masing-masing angkatan, pemetaan hakikat ancaman, dan optimalisasi alutsista sebelum pengadaan baru agar strategi pertahanan tetap bisa dijalankan.
Pengamat politik dan ekonomi internasional, Dina Prapto Raharja di kesempatan yang sama mengungkapkan sebenarnya banyak negara berusaha menghindar dari penggunaan senjata dalam menjaga kedaulatannya. Meski begitu, tidak sedikit juga negara ingin menunjukkan kecanggihan senjata yang bersifat less destruction tetapi mampu melumpuhkan. “Senjata itu investasi, dikembangkan bahkan dibuat makin canggih,” katanya.
Dina mendorong agar kedepannya Indonesia tidak hanya membeli senjata semata, melainkan mulai melakukan investasi pada teknologi dan sains. Kemandirian negara dalam produksi persenjataan canggih dan pengetahuan yang mumpuni akan membuat negara-negara lain gentar terhadap Indonesia. “Jadi kuncinya sebenarnya cuma satu, sains. Itu yang membuat negara lain sungkan pada suatu negara, jadi pertahanannya juga membaik,” ujarnya.(*)