Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL – Sejumlah pengamat berkomentar tentang penyiapan transportasi yang tepat guna di Jakarta. Terutama ketika kota ini tidak lagi menjadi ibu kota negara, dan disiapkan menjadi kota global dan kota bisnis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Presiden Joko Widodo telah mensahkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) pada 25 April 2024 silam. Regulasi itu telah mengatur berbagai aspek, termasuk tranportasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada pasal 24 disebutkan, Jakarta berwenang mengatur lalu lintas dan angkutan jalan, termasuk salah satunya pembatasan usia kendaraan. Isu ini tentunya menarik perhatian masyarakat.
Bilal, anggota komunitas motor antik, Honda CB 100, misalnya. Ia mengungkapkan, rekan-rekannya tersebar di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Terkadang saat berkumpul di Tangerang, Banten, ia yang bermukim di Depok, Jawa Barat, harus melintasi Jakarta. “Nanti kalau kena pembatasan usia kendaraan, bisa muter jauh lewat Pamulang. Kita juga bakal sulit kalau ada agenda kumpul di Jakarta,” ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengakui, ihwal pembatasan usia kendaraan memang termaktub dalam UU DKJ. “Meski begitu, Pemprov DKI Jakarta akan melakukan kajian komprehensif pembatasan usia dan kepemilikan kendaraan bermotor secara menyeluruh,” ucapnya.
Sebelumnya, Syafrin juga sempat menyampaikan, pembatasan kendaraan bermotor di atas sepuluh tahun akan diterapkan pada 2025. Terlebih, pembatasan usia kendaraan telah dituangkan pula dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Namun, Pemerintah Provinsi DKI belum bisa menjalankan Ingub 66/2019 itu, mengingat peraturan di atasnya tak mengatur soal larangan ini. Seturut pemberlakuan UU DKJ, maka Instruksi Gubernur akan diselaraskan dengan undang-undang tersebut.
Syafrin menambahkan, sudah mendiskusikan masalah itu dengan Kementerian Perhubungan. “Saat ini Dinas Perhubungan sedang mempersiapkan Rancangan Peraturan Derah (Raperda) Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (MKLL). Salah satu topik di dalamnya adalah Pembatasan Usia dan Jumlah Kendaraan Bemotor Pribadi,” katanya.
Sementara itu, menurut Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta, Yusa Cahya Permana, peraturan ini sebenarnya sudah diberlakukan, tetapi khusus untuk membatasi kendaraan umum. Sekarang, seturut rencana yang bergulir dari Dishub DKI, pembatasan kendaraan diperluas membatasi kendaraan pribadi juga. “Regulasi itu kan untuk mengatasi kemacetan dan polusi yang terus terjadi di Jakarta,” jelasnya.
Terkait keresahan masyarakat, ia mengimbau Pemprov DKI membuka komunikasi untuk menjelaskan kebijakan pembatasan usia kendaraan tersebut kepada publik. “Diatur juga untuk komunitas kendaraan antik, mungkin dapat difasilitasi,” tuturnya.
Yusa memahami berbagai kebijakan terkait kendaraan dan transportasi untuk menyiapkan Jakarta menuju kota global. Kendati demikian, ada hal lebih penting yang mestinya disiapkan Pemprov DKI saat ini.
“Bagaimana kita mau bicara tentang lalu lintas dan transportasi yang nyaman sesuai kota global, kalau kita belum tahu seperti apa rencana tata kota ke depan,” ujar penggemar olah raga jalan kaki ini saat bertemu Info Tempo di sebuah kafe, Pancoran, 5 Juni 2024.
Yusa berpendapat, pada masa transisi menjadi Daerah Khusus Jakarta ini, Pemprov DKI melibatkan banyak pihak untuk mulai merencanakan tata kota. Hanya dengan tata kota yang benar, dapat ditentukan kebijakan ihwal kendaraan dan transportasi pada masa depan.
“Transportasi itu mengikuti, semua berawal dari tata kota dulu mau seperti apa. Jakarta kalau ingin jadi kota global, ditetapkan dulu posisinya mau seperti apa. Intinya sudah ada perencanaan selama beberapa puluh tahun ke depan,” paparnya.
Ia memberi contoh saat melanjutkan pendidikan di Inggris. Negara tersebut memiliki berbagai kebijakan untuk mengatur lalu lintas. “Misalnya, untuk truk hanya bisa loading barang saat malam. Di semua tempat, mulai dari mal, hotel, sampai perkantoran, itu berlaku. Jadi bisa menghindari kemacetan,” bebernya.
Ihwal transportasi publik, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno, berpendapat, perlu revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam revisi itu, perhubungan harus masuk kebutuhan dasar.
“Revisi perlu menyertakan penguatan peraturan daerah angkutan umum, yaitu lima persen untuk angkutan umum. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri perlu memasukkan pedoman untuk mencari pembiayaan angkutan massal,” tulisnya kepada Info Tempo.
Pemerintah, tambah Djoko, perlu melanjutkan pembangunan ekosistem transportasi dan berkolaborasi lintas sektor, seperti dengan perbankan dan pengembang perumahan, hingga kementerian serta lembaga. “Kolaborasi ini perlu, karena kondisi transportasi publik masih buruk. Di level kementerian tidak sejalan, akibat kepentingan atau ego sektoral,” pungkas Djoko. (*)