Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL - Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah mengatakan, sikap Megawati Soekarnoputri, aktivis, akademisi, budayawan hingga agamawan yang mengajukan diri menjadi Sahabat Pengadilan atau Amicus Curiae bagi Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi bukti kepedulian banyak pihak terhadap MK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Saat praktik bernegara menunjukkan gejala penguasa melakukan abuse of power dengan berupaya mengakali konstitusi untuk melanggengkan kekuasaannya, maka konsistensi para pemimpin bangsa yang merupakan negarawan sejati yang taat pada konstitusi ibarat secercah cahaya di tengah kegelapan hukum dan demokrasi,” ujar Basarah, Kamis, 18 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurutnya, pilihan Megawati dalam kapasitasnya sebagai seorang warga negara menjadi Amicus Curiae dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilu Pilpres 2024 di MK menunjukkan kualitas kesadaran bernegaranya yang selalu taat pada konstitusi.
Basarah mengatakan, sikap yang diambil Megawati selalu sejalan antara perkataan dengan perbuatan. Saat melawan rezim Orde Baru, Megawati mendukung pembentukan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) untuk memperjuangkan hak-hak politiknya. Begitupun perjuangannya saat ini menjadi Amicus Curiae.
“Sikap itu memperlihatkan konsistensi perjuangan Ibu Megawati sebagai tokoh bangsa yang selalu berpedoman pada prinsip negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum dan etika. Hingga kini, Ibu Megawati juga masih percaya Mahkamah Konstitusi yang dibentuk pada Agustus 2003 saat dirinya menjadi Presiden masih tetap menjaga kredibilitasnya sebagai ‘Penjaga Konstitusi’,” ujar Basarah.
Oleh karena itu, Basarah mengatakan, pihak yang mengajukan diri sebagai Sahabat Pengadilan jangan dianggap sebagai langkah mengintervensi MK. Sahabat Pengadilan merupakan praktik lazim dalam hukum Indonesia yang keberadaan dan urgensinya diatur dalam berbagai landasan hukum.
Terkait dengan keberadaan Sahabat Pengadilan, Basarah menegaskan, UUD 1945, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi memberikan ruang partisipasi melalui opini hukum atau pendapat hukum bagi masyarakat untuk terlibat dalam penyelesaian suatu perkara yang menyita perhatian dan berdimensi kepentingan publik.
Menurut Basarah, MK sebagai lembaga negara pengawal konstitusi memiliki kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagaimana dijamin UUD NRI 1945. Merujuk Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 2 UU 24 Tahun 2003 tentang MK, menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Ia menambahkan, Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga menyebutkan bahwa Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
“Pengadilan perlu membuka diri atas berbagai pandangan dan pendapat hukum dari masyarakat, meskipun kewenangan putusan sepenuhnya ditangan hakim. Dengan adanya para Sahabat Pengadilan justru akan menambah bobot keyakinan hakim saat mengambil keputusan untuk kepentingan bangsa dan negara,” ujar Basarah.
Sebagi sebuah produk hukum, putusan MK juga harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila sebagai norma dasar, di mana tujuan pembentukan hukum harus menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukan bagi sekelompok orang saja.
Basarah berharap, para hakim MK bisa memecah kebuntuan dan mengedepankan prinsip keadilan substansial dalam memutuskan sengketa Pilpres 2024 tanpa kehilangan independensi dan imparsialitasnya.
“Berbondong-bondongnya masyarakat menjadi Sahabat Pengadilan sesungguhnya merupakan bentuk peringatan bagi penguasa untuk tidak kembali melakukan praktik abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan yang dapat mencederai nilai demokrasi dan etika politik,” ujar dia.(*)