Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO OTO - Avanza Journey berlanjut ke destinasi wisata berikutnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (Jogja). Perjalanan Pangandaran – Jogja memakan waktu sekitar tujuh jam. Kondisi Toyota Avanza 1.300 cc bertransmisi otomatis yang prima membuat perjalanan terasa menyenangkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sekitar pukul tujuh malam ketika Benteng Vrederburg menyembul di pandangan kami. Kami segera meluncur ke satu sudut Alun-alun Utara, ikut berburu kuliner bersama rombongan wisatawan yang cukup ramai malam itu. Kami memilih kedai Bakmi Jawa Pak Pele yang saat itu tampak penuh pengunjung. Sedikit bersabar menunggu pesanan, akhirnya kelezatan bakmi godhog (rebus) dan bakmi goreng dengan citarasa khas pun kami rasakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bersantap malam di Bakmi Jawa Pak Pele, Alun-alun Utara Yogyakarta.
Keistimewaan masakan di kedai Bakmi Pak Pele adalah penggunaan telur bebek, yang membuat masakan terasa lebih nikmat. Selain itu, pengunjung juga bisa memilih menggunakan bakmi kuning atau bihun dalam hidangan yang dipesan. Rasanya menu ini sangat tepat disantap setelah perjalanan sejauh ratusan kilometer dari Pangandaran.
Bersantap malam di Bakmi Jawa Pak Pele, Alun-alun Utara Yogyakarta.
Penginapan mungil dengan konsep unik menjadi tempat pelepas lelah tim Avanza Journey. Ya, Arjuna Garden Homestay yang berlokasi di jalan Mangkuyudan memberikan suasana berbeda jika dibandingkan dengan hotel. Di sini, setiap tamu berinteraksi dengan cair. Bowy, turis backpacker wanita asal Belanda, salah satunya. Ia tampak kerasan di tempat tersebut usai berkeliling Yogyakarta.
“Saya senang singgah di sini, lagi pula beberapa hal yang saya ingin lihat di Yogyakarta tercapai,” katanya. Ia mengaku baru saja dari keraton dan sempat menyaksikan festival marching band para pelajar se-Jawa di Malioboro. “Ini jarang sekali bisa saya temui di negara saya,” ujarnya, menambahkan.
Namun obrolan kami pagi itu mesti segera disudahi. Sebab masih ada dua tujuan wisata lain yang menanti kami di Yogyakarta, yakni Gua Pindul dan Pantai Timang. Meski keduanya berjarak cukup jauh, namun sama-sama berada di Kabupaten Gunung Kidul.
Menyusuri aliran sungai bawah tanah di Gua Pindul, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Wisata goa Pindul cukup menarik, sebab kita akan diajak menelusuri aliran sungai bawah tanah yang memanjang hingga ke ujung goa. Stalagtit dan stalagmit menyatu tepat di tengah-tengah goa, membentuk seperti pilar kokoh dan besar. Panjang sungai goa Pindul sekitar 350 meter, dengan lebar mencapai 5 meter. Sedangkan kedalaman air sungai kisaran 5 meter hingga 12 meter.
Biaya berwisata ke Goa Pindul cukup terjangkau, yaknir Rp 50 ribu. Jumlah itu meliputi biaya retribusi Rp 10 ribu per dan tiket masuk tiket masuk Rp 40 ribu. Jumlah ini tentu saja sangat sesuai untuk dapat merasakan sensasi mengasyikan menelusuri gua melewati sungai yang cukup panjang.
Objek kami berikutnya adalah pantai Timang, destinasi yang indah sekaligus menantang. Untuk menuju kawasan Pantai Timang, tim Avanza Journey mesti melewati jalan terjal dengan rute curam dan menanjak. Toyota Avanza 1.300 cc bertransmisi otomatis yang kami kendarai berhasi mencapai puncak tebing pantai tanpa kendala.
Wisata menantang nyali dengan menaiki gondola di Pulau Timang, Gunung Kidul, Daerah Istimewah Yogyakarta.
“Gondola ini dulu digunakan oleh kami, para nelayan, untuk mencari lobster,” kata salah satu kru Gondola 1997 di pantai Timang. Gondola tersebut merupakan wahana wisata ekstrem yang menghubungkan tebing tinggi di pantai Timang dengan satu pulau kecil di seberangnya. Kehadiran wahana ini murni inisiatif para nelayan lokal, melihat peluang potensi wisata yang cukup besar.
Tampaknya ide brilian para nelayan ini masih perlu dukungan pihak terkait. Sistem hidrolik gondola misalnya, masih dioperasikan manual dengan tenaga manusia.
Meski berat hati, kawasan indah pantai Timang yang terletak di pedukuhan Danggolo, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul, mesti kami tinggalkan saat hari beranjak senja. Suara debur ombak yang keras menghantam karang dengan pemandangan laut lepas pun telah membekaskan kenangan terbaik di tiap-tiap ingatan kami selama mengunjungi Jogja. (*)