Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Kelola Sampah dengan Ekonomi Sirkular

Selama 30 tahun gerakan pilah sampah berjalan, namun hasilnya belum maksimal.

1 Maret 2023 | 09.00 WIB

Seorang pria memilah sampah plastik berupa botol kemasan minuman di pinggir waduk di Buaran, Jakarta Timur, 6 November 2022. Setidaknya ada 87,52 persen atau 244,72 ton per hari timbulan sampah plastik fleksibel di wilayah DKI Jakarta, yang masih berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Dan untuk mengurangi sampah plastik, Pemprov DKI Jakarta banyak melakukan inovasi salah satunya dengan membangun Bank Sampah dan juga kegitana pilah sampah plastik di setiap RW dan Kecamatan. TEMPO/Fardi Bestari
Perbesar
Seorang pria memilah sampah plastik berupa botol kemasan minuman di pinggir waduk di Buaran, Jakarta Timur, 6 November 2022. Setidaknya ada 87,52 persen atau 244,72 ton per hari timbulan sampah plastik fleksibel di wilayah DKI Jakarta, yang masih berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Dan untuk mengurangi sampah plastik, Pemprov DKI Jakarta banyak melakukan inovasi salah satunya dengan membangun Bank Sampah dan juga kegitana pilah sampah plastik di setiap RW dan Kecamatan. TEMPO/Fardi Bestari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

INFO NASIONAL – Secara nasional, ekonomi sirkular di Indonesia dicanangkan pada 2020. Jangka pencapaian tahap pertama sampai dengan 2024. Ekonomi sirkular meliputi pengelolaan limbah, pembangunan energi berkelanjutan, dan pengembangan industri hijau masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Menurut Yusra Abdi, Chair Nusantara Circular Economy and Sustainability Initiatives (N-CESI), karena konsep ekonomi sirkular termasuk baru, maka diperlukan pertukaran pengetahuan dan mendahulukan awareness atau kesadaran. “Karena tidak semua bisa dilakukan dengan sirkular. Ada yang sampah ya sampah saja, belum bisa diurai karena belum ada teknologinya. Atau ada sampah yang berpotensi ekonomi.” Sebagai sebuah konsep, kata Yusra tidak apa-apa, namun dalam pelaksanaannya tidak sesederhana itu.

Dia pun menyayangkan, selama 30 tahun gerakan pilah sampah berjalan, namun hasilnya belum maksimal.“Pemilahan tetep perlu. Dipilah namun perlu diperhatikan hulu dan hilir konsisten tidaknya. Jangan sampai setelah dipilah di rumah, lalu truk sampah mengumpulkan dengan cara dicampur lagi dengan sampah lainnya, jadi sia-sia.”

Kepala Center for Sustainability and Waste Management Universitas Indonesia Mochamad Chalid mengatakan, ketika terdapat tumpukan plastik maka yang menjadi masalah bukan plastiknya, namun tata kelolanya. “Bicara tata kelola, sampah itu nantinya dikelola oleh industri-industri recycling. Terdapat tiga bagian yang bisa dibilang sebuah mata rantai yaitu produsen-masyarakat-industri daur ulang.”

Pekerja menggunakan alat berat melakukan pengaspalan jalan proyek perumahan dengan menggunakan aspal plastik di kawasan BSD Serpong, Tangerang, Banten, Kamis 21 Juli 2022. Aspal plastik yang berbahan baku dari daur ulang plastik kresek ini dikembangkan oleh PT Chandra Asri yang bermitra dengan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) diharapkan kedepannya dapat mewujudkan lingkungan bersih yang berkelanjutan. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Ketiga elemen ini, kata dia, berada dalam lingkup regulator yaitu pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan jaminan yang berlangsung dengan baik. “Sekarang bagaimana keempat-empatnya ini bisa berjalan dengan koridornya. Produsen dengan konsep penggunaan sekecil mungkin bahan baku plastik bisa dilakukan, kemudian bagaimana setelah pascakonsumsi masyarakat konsumen bisa mengelola sampahnya. Masyarakat harus dibangun perilakunya, mengubah sikap.

Dia pun menyayangkan masyarakat Indonesia yang belum move on dengan perilaku linier yaitu buat, gunakan, buang. Seperti dalam hal penggunakan kemasan berdaun jati, daun pisang, dan lainnya. “Kalau sudah menyangkut kemasan plastik, tidak bisa perilaku linear lagi, namun harus direcycling. Recyle itu yang disebut orang sebagai ekonomi sirkular.”

Di negara maju, kata Chalid, mereka menganggap plastik bukan musuh tetapi bagian dari hidup mereka. “Kalau ekonomi sirkular itu berkembang, maka orang melihat plastik itu bukan sampah lagi, tapi merupakan komoditas karena punya nilai keuangannya.”

Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Novrizal Tahar mengatakan, saat ini mulai bermunculan banyak social entrepreneur yang mengelola sampah. “Saya melihat teori supply and demand, kenapa social entrepreneur bisa berkembang dengan baik karena memang ada demand dari masyarakat yang mulai mengalami perubahan perilaku. Ingin tahu sampah yang dikumpulkan dibuang kemana. Adanya social entrepreneur membuat dia jadi yakin sampahnya tidak akan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan sampahnya akan didaur ulang. Itu juga berasal dari tekanan atau demand dari perubahan perilaku masyarakat yang baik. Dengan sendirinya supplynya menjadi banyak.”

Dia menuturkan, bagi masyarakat yang telah memilah sampahnya di rumah sebaiknya menggunakan jasa social entrepreneur karena umumnya mereka memberikan laporan proses daur ulangnya.“Kalau memilah sampah jangan dikasih lagi ke petugas sampah Pemda. Sampah kering disimpan dulu di rumah, dicari bank sampah terdekat, cari social entrepreneur yang bisa jemput, atau dibawa ke Gerakan Sedekah Sampah di masjid, dsb. Atau diberikan ke sector informal yang sudah terpilah, bisa disimpan tiga bulan, enam bulan, kalau memang sudah dipilih, jadi bersih.”

Selain perubahan perilaku pada masyarakat, Novrizal juga melihat partisipasi produsen air minum dalam kemasan (AMDK).  “Indonesia punya kebijakan baru yang dikeluarkan tahun 2019 yaitu Extended Producer Responsibility. Responnya bisa kita lihat sekarang, beberapa industri besar membangun recycling botol PET.” Selain itu, lanjut dia, banyak juga produsen yang mulai peduli dengan kemasannya lalu menggunakan kemasan daur ulang.

Juru bicara Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Felicita Sathrieyanti menyebutkan salah satu contoh perusahaan yang didirikan untuk industri recycling botol berbahan PET yaitu PT Bumi Indus Padma Jaya (BIPJ). Merupakan salah satu komitmen Mayora Group dan Le Minerale dalam mengaplikasikan peta jalan sampah perusahaan, BIPJ merupakan pabrik daur ulang plastik khusus PET yang memenuhi standar keamanan pangan (food grade).

“Mereka mengolah dari botol ke botol kembali yang food grade. Jadi, BIPJ bener-bener bisa melakukan ekonomi sirkular secara penuh dan bahan bakunya juga bener-bener dari lokal,” kata Felicita.

Perusahaan yang dikomandoi oleh Ketua Umum ADUPI Christine Halim itu menggunakan teknologi pengolahan PET paling modern dan berfokus pada higenitas. Ada dua proses utama dalam pengolahan botol plastik PET menjadi foodgrade recycled plastik resin. Pertama dimulai dengan proses pembersihan dan pembukaan tutup. Lalu botol PET bekas tersebut diseleksi secara otomatis untuk kebersihan warna. Setelah itu proses pencacahan menjadi serpihan untuk kemudian  pencucian dan pengeringan.

Kedua, proses extrusi, perubahan plastik dari bentuk padat menjadi cair. Lalu, proses dekontaminasi kontaminan dengan proses solid state polycondensation (SSP) dan yang terakhir proses pencetakan pellet plastik. Pellet plastik inilah yang dapat diolah kembali untuk menghasilkan produk plastik baru. “Jadi, peran BIPJ ini kepada ekonomi sirkular sangat besar,” kata Felicita.

PET, lanjut dia, merupakan jenis plastik yang nilai ekonominya sangat tinggi lalu kebutuhan lumayan besar terutama di negara Asia. Hasil daur ulang PET diminati oleh industri botol, bantal guling, otomotif, bahkan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol. “Industri-industri itu sudah rutin mencari bahan itu. Oleh karena itu PET jadi rebutan peminatnya. Tidak menutup kemungkinan kalau industri daur ulang PET kekurangan bahan baku dari dalam negeri, maka mau nggak mau juga harus impor.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus