Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Meraih Penghasilan Ekstra dengan Anyaman Khas Sanggau

Sebanyak, 20 orang ibu rumah tangga yang rata-rata berusia kurang dari 45 tahun mengikuti "Pelatihan Teknik dan Desain Produk Anyam Menuju Pasar Ekspor"

22 November 2019 | 08.31 WIB

Ibu-ibu rumah tangga secara berkelompok sedang berlatih membuat tas dari kulit
rotan. Mereka mengikuti kegiatan pelatihan teknik dan desain produk anyam yang diadakan
PT Finnantara Intiga, unit bisnis Sinar Mas Asia Pulp and Paper (APP) pada 18-25 November
2019.
Perbesar
Ibu-ibu rumah tangga secara berkelompok sedang berlatih membuat tas dari kulit rotan. Mereka mengikuti kegiatan pelatihan teknik dan desain produk anyam yang diadakan PT Finnantara Intiga, unit bisnis Sinar Mas Asia Pulp and Paper (APP) pada 18-25 November 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

INFO NASIONAL — Ibu-ibu rumah tangga di Desa Mengkiang, Kecamatan Sanggau Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, sebenarnya terbiasa membuat anyaman. Selain bertani dan menyadap kebun karet, sebagian dari mereka juga membuat wadah menyimpan bumbu dapur atau tempat menyimpan ikan asin dari bahan dasar bambu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sebanyak, 20 orang ibu rumah tangga yang rata-rata berusia kurang dari 45 tahun ini mengasah keterampilannya melalui “Pelatihan Teknik dan Desain Produk Anyam Menuju Pasar Ekspor” di Gedung Sekretariat Desa Mengkiang, 19-25 November 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kegiatan yang diadakan PT Finnantara Intiga, unit usaha Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas ini bekerja sama dengan Yayasan DR Sjahrir dan Vintocraft. 

Kegiatan yang merupakan bagian dalam program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) ini bertujuan agar para peserta pelatihan dapat meningkatkan keterampilan menganyam bambu, buluh dan rotan. Selain itu, diharapkan mereka memperoleh pendapatan lain. 

Pelatihan ini menghadirkan instruktur Vinto B. Effendi, pemilik Vintocraft asal Muaro Bungo, Provinsi Jambi yang telah menghasilkan beragam produk kerajinan untuk tujuan ekspor seperti batik, syal, tas, tikar, dan lain-lain. 

Di hari pertama pelatihan, ibu-ibu yang berjumlah 20 orang dibagi dalam lima kelompok yang satu kelompoknya beranggota empat orang. Mereka diajarkan membuat tas berbahan dasar kulit rotan yang telah diolah dan melalui proses bleaching (pemutihan). 

Berbeda dengan kebiasaan yang berlaku, kali ini mereka membuat tas dengan cetakan kayu persegi empat untuk memangkas waktu pembuatan.

Dalam pandangan Vinto, penduduk desa masih membakar hutan karena selama ini mereka memandang segala sesuatu yang berasal dari hutan tidak bermanfaat. Lain halnya jika ada pembeli kerajinan anyaman yang bersedia menampung hasil produk mereka setiap saat.

“Jika usai pelatihan, saya pesan ke ibu-ibu ini untuk membuat anyaman sebanyak satu truk, pastinya mereka akan mencari bahan baku anyaman dan tidak lagi membakar hutan,” ujarnya.

Vinto mengajak para peserta pelatihan untuk menanggalkan cara-cara menganyam yang diajarkan secara turun-temurun. Dia pun memperkenalkan tiga cara inovasi produk, yakni mengubah bentuk, mengubah teknik pembuatan, dan mengganti bahan baku.

Anyaman bakul untuk pasar ekspor diubah ukurannya menjadi setinggi 1,5 meter. Fungsinya pun berubah menjadi tempat menaruh pakaian kotor. Sedangkan anyaman wadah bumbu dapur akan didesain ulang sebagai kap lampu di dalam rumah. 

PT Finnantara Intiga dan APP Sinar Mas berharap para peserta bisa mengikuti pelatihan selama sepekan dengan gembira dan nyaman. Hal terpenting adalah melatih kedisplinan mereka, misalnya menyelesaikan pekerjaaan dengan tepat waktu. 

Dengan membuat anyaman yang diterima pasar dunia, ibu-ibu ini sekaligus akan memperkenalkan Sanggau, sehingga desa ini akan mendatangkan banyak orang.

“Tidak berlebihan kalau saya menyebut ibu-ini adalah duta-duta di Sanggau yang akan memperkenalkan Sanggau lewat produknya,” ujar Agung Wiyono, Head of Social and Security APP Sinar Mas.

“Dengan pelatihan ini, saya mengetahui kalau produk yang dijual ke luar negeri itu bentuknya harus menarik dan berbeda dari yang biasa saya buat,” ujar Ida, seorang peserta pelatihan.

“Setelah mengikuti dua hari pelatihan, saya baru tahu kalau untuk membuat anyaman, kita tidak boleh asal ambil rotan atau bambu sebagai bahan baku,” kata Susana, peserta lain yang juga merasakan manfaat pelatihan.

Vinto optimistis dengan hasil kegiatan ini. Dia mencontohkan peserta workshop di Cirebon yang mampu membuat 300 tas anyaman rotan per bulan, mampu mengirim anaknya kuliah di Yogyakarta. “Kalau mereka bisa, kenapa kita tidak?” katanya. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus