Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Produsen Besar Didorong Jadi Pelopor Cantumkan Label BPA

Sebanyak 85 persen perusahaan AMDK di Indonesia di level industri kecil dan menengah. Mereka butuh contoh dari produsen besar lebih awal menerapkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024.

8 Juli 2024 | 18.36 WIB

BPOM Sosialisasi Aturan Baru LabelBahaya BPA
material-symbols:fullscreenPerbesar
BPOM Sosialisasi Aturan Baru LabelBahaya BPA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

INFO NASIONAL – Muhammad Mufti Mubarok, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional atau BPKN, mendorong produsen besar air minum dalam kemasan (AMDK) menjadi pelopor pencantuman label BPA pada kemasan produknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Setidaknya harus ada brand besar yang memulai, supaya nanti jadi contoh dan akhirnya diikuti perusahaan-perusahaan serupa di daerah,” kata Mufti melalui sambungan telepon kepada Info Tempo, Jumat, 5 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan Mufti ini menanggapi terbitnya peraturan BPOM tentang pemasangan label peringatan pada produk AMD, yakni Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Peraturan ini telah sah digulirkan sejak 1 April 2024.  

Menurut Mufti, pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM mencantumkan dalam regulasi tersebut, bahwa AMDK wajib menyesuaikan dengan ketentuan ini paling lama empat tahun.

Artinya, di satu sisi menyadari bahwa produsen AMDK perlu  biaya besar untuk mengubah semua prosed produksi terkait. “Kuantitas produksi air minum kan besar. Bahan baku banyak dari impor. Produksi juga nggak gampang mengubah begitu saja. Harus dari hulu ke hilir, kan harus menambah biaya desain, label, dan lain-lain,” ucap Mufti.

Sebab itu, ia melanjutkan, diberi ambang waktu hingga empat tahun. Namun, bukan berarti menunggu hingga waktu tenggat habis. “Harus dimulai dari sekarang. Kalau produsen besar yang duluan, nanti yang di daerah jadi follower. Pelan-pelan semua berproses, akhirnya ikut semua,” ujar pria asal Jawa Timur ini.

Sebagai informasi,  Asosiasi Perusahaan AMDK Indonesia (Aspadin) mencatat bahwa ada 700 perusahaan AMDK di Indonesia yang menjadi anggota asosiasi tersebut, dengan 85 persen di antaranya merupakan industri kecil dan menengah (IKM). 

Sedangkan dari sisi BPOM, kata Mufti, harus segera mengeluarkan aturan turunan atau petunjuk teknis. “BPOM harus bikin tahapan. Mulai dari sosialisasi ke asosiasi AMDK, lalu sosialisasi ke maysarakat. Mungkin waktunya akan panjang, tapi cepat dimulai, ingat empat tahun itu tidak terasa. Sebentar lagi kita sudah masuk 2025.”

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tubagus Haryo menjabarkan lebih detail langkah sosialisasi yang patut dijalankan BPOM. Pertama, melalui kampanye edukasi yang masif melalui media sosial, televisi, radio, dan media cetak.

Kedua, mengadakan workshop dan seminar untuk produsen dan konsumen tentang bahaya BPA dan pentingnya peralihan ke kemasan BPA-free. Ketiga, bekerja sama dengan asosiasi industri untuk memastikan produsen memahami dan menerapkan peraturan ini.

“Terakhir, jangan lupa mengintesifkan pengawasan dan inspeksi terhadap produsen untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan baru ini,” kata Haryo.

Haryo memastikan YLKI berlanjut mendorong BPOM untuk melakukan audit dan inspeksi secara berkala untuk memastikan produsen mematuhi peraturan ini. “BPOM juga harus memberikan sanksi tegas bagi produsen yang tidak mematuhi peraturan ini,” ujarnya.

YLKI juga akan menjalankan fungsi advokasi guna memastikan memberikan informasi yang transparan mengenai pergantian kemasan ke BPA-free. Salah satu langkah dengan mendorong produsen menggunakan label yang jelas dan mudah dipahami oleh konsumen mengenai produk BPA-free.

Seperti apa label yang harus dicantumkan produsen AMDK? Ahli Farmokologi Profesor Junaidi Khotib menjelaskan, waktu tenggat selama empat tahun ini dapat digunakan oleh pelaku usaha AMDK mengganti jenis gallon yang lebih aman secara bertahap.

Sebenarnya isi label yang patut dicantumkan yaitu tulisan “Dalam kondisi tertentu, kemasan Polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan”. Namun, hingga empat tahun ke depan, kata Prof. Juanidi, perusahaan boleh tidak mencantumkan label ini.

“Hanya saja pelaku usaha harus menyadari sepenuhnya bahwa mereka mempunyai tanggung jawab sosial dalam menjaga kesehatan masyarakat. Sehingga mereka juga tetap melakukan kegiatan yang mengarah pada pelabelan ‘Simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung dan benda-benda berbau tajam’. Itu harus,” ucap pengajar di Department Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga. (*)

Sandy Prastanto

Sandy Prastanto

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus