Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO METRO - Kehadiran teknologi dalam bidang tata kelola air mutlak diperlukan mengingat ketahanan air Jakarta hanya sebesar 5 persen. Hal ini karena puluhan sungai dan waduk di Jakarta memiliki tingkat polusi melebihi ambang batas mutu air baku yang dapat digunakan dalam pengolahan air bersih.
Mulai 2015, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) telah mengoperasikan Instalasi Pengambilan Air (IPA) Baku Kanal Banjir Barat dengan menerapkan teknologi moving bed biofilm reactor (MBBR). Menurut Meyritha Maryanie, Kepala Divisi Corporate Communication dan Social Responsibility Palyja, teknologi ini menggunakan partikel yang dinamakan METEOR, yang memanfaatkan mikroorganisme alami yang hidup dalam air untuk menetralisasi polutan terlarut. Hasilnya, air yang berasal dari Kanal Banjir Barat dapat digunakan sebagai air baku. "Tambahan pasokan air baku sebanyak 550 lps berhasil kita produksi dari Instalasi Pengambilan Air Baku Kanal Banjir Barat. Selanjutnya air baku tersebut dialirkan ke IPA Pejompongan untuk diolah menjadi air bersih," katanya.
Dalam operasionalnya, Suez Environeement sebagai induk Palyja bahkan tidak segan menginvestasikan berbagai teknologi terbaik untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat yang tinggal di wilayah barat Jakarta. "Teknologi MBBR di Instalasi Pengambilan Air Baku Kanal Banjir Barat ini adalah yang pertama dan satu-satunya di Indonesia, bahkan Asia Tenggara," ujar Meyritha.
Sebelumnya, pada 2007, Palyja berhasil mengoperasikan kembali IPA Taman Kota dengan menggunakan teknologi biofiltrasi. Teknologi ini juga memanfaatkan mikroorganisme alami dalam air untuk proses pengolahan air bersih. "Padahal IPA Taman Kota ini sempat vakum sejak 1998. Namun, dengan teknologi biofiltrasi yang merupakan satu-satunya di Indonesia, IPA Taman Kota berhasil kita operasikan kembali pada 2007," tutur Meyritha.
Teknologi biofiltrasi merupakan hasil inovasi Palyja bersama BPPT dan dengan dukungan Suez Environeement selaku induk perusahaan. Untuk memonitor pasokan distribusi air baku, Palyja mengembangkan distribution monitor and control center (DMCC). Fungsinya, memonitor debit dan tekanan air dari proses produksi sampai ke jaringan (inlet permanent area dan pipa primer). "Dengan adanya DMCC yang beroperasi selama 24 jam penuh, data tentang gangguan distribusi lebih mudah diakses oleh karyawan Palyja, sehingga penanganannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien," ucap Meyritha.
Palyja juga memiliki teknologi terbaik untuk mengatasi kebocoran air yang menyebabkan gangguan pasokan air secara kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Di bawah supervisi dari tenaga ahli Suez Environeement, karyawan Palyja telah berhasil menciptakan teknologi pendeteksi kebocoran dengan memanfaatkan gas helium. Selain itu, Palyja memiliki teknologi kamera JD7 yang dapat merekam segala bentuk audio dan visual kebocoran di jaringan pipa primer sepanjang 1 kilometer. "Dengan adanya berbagai teknologi tersebut, Palyja telah berhasil menurunkan tingkat kehilangan air atau nonrevenue water menjadi 39,6 persen pada 2014. Sementara itu, sebelum 1998, angkanya mencapai lebih dari 60 persen," kata Meyritha.
Dapatkan informasi program, tips, quiz, kegiatan, suplai air dan lain sebagainya dengan likeFacebook, Twitter , Youtube, Instagram.
Inforial
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini