Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=#FF9900>AMERIKA SERIKAT</font><br />Mimpi Buruk Abang Sam

Seorang ayah bunuh diri setelah menembak mati istri dan kelima anaknya. Akibat tekanan ekonomi.

2 Februari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"NAMA saya Ervin Lupoe, istri saya Ana Lupoe, putri sulung kami Brittney, 8 tahun, putri kembar kami Jaszmin-Jassely, 5 tahun, dan putra kembar kami Benjamin-Christian, 2 tahun 4 bulan.”

Pembukaan surat Ervin Antonio Lupoe, 40 tahun, yang difaks ke stasiun televisi KABC-TV, seakan mendorong orang menyimpulkan bahwa dia sudah punya segalanya. ”Kami selalu melihat dia tampak bahagia,” kata Vic Tuvera, rekan kerjanya di Rumah Sakit Kiaser Permanente, Los Angeles Barat, Amerika Serikat. ”Saya kenal dia orang baik dan pekerja keras.”

”Setiap kali aku telepon, dia selalu sedang bekerja,” ujar Josephine Lupoe, 83 tahun, nenek Ervin. ”Sepertinya dia bekerja sepanjang waktu.” Menurut Josephine, yang tinggal di Atlanta, mereka sudah lama tak bersua. ”Terakhir kami bercakap, dia menelepon saya, mengabarkan istrinya tengah menanti kelahiran anak kembar. Dia terdengar sangat ceria. Kami semua gembira karena akan punya sepasang anak kembar.”

Namun rupanya, Selasa pagi pekan lalu, Ervin dan istrinya punya pikiran lain. ”Setelah melalui cobaan berat itu, istriku merasa lebih baik kami mengakhiri hidup,” kata Ervin dalam suratnya. Tidak hanya mereka berdua, tapi juga kelima anaknya. Alasan Ervin, ”Kenapa mesti meninggalkan anak kami ke tangan orang lain.”

Dan pagi itu, Ervin melaksanakan niatnya. Dia menembak mati istrinya, putri sulungnya, putri kembarnya, dan putra kembarnya. Sebelum akhirnya bunuh diri dengan revolver di tangan, Ervin sempat menelepon 911 pukul 08.22 mengaku menemukan istri dan kelima anaknya tewas di rumah.

Empat menit kemudian polisi tiba di rumah Ervin di Wilmington, tak berapa jauh dari pelabuhan Los Angeles. Bau mesiu masih kuat menguar dalam rumah dua lantai itu. Jasad Ervin bersama tiga putrinya ditemukan di ruang tidur utama lantai atas. Sepucuk revolver ditemukan di samping mayat Ervin. Mayat istri dan putra kembarnya di kamar tidur belakang.

”Selama 32 tahun, saya tidak pernah menemukan kasus seperti ini,” kata Kenneth Garner, Wakil Kepala Kepolisian Los Angeles. Garner menduga, masalah keuangan yang mendorong Ervin nekat mengakhiri hidup seluruh keluarganya.

Suratnya ke KABC juga menyiratkan hal itu. Beberapa pekan sebelumnya, Ervin dan istrinya kehilangan pekerjaan. Mereka, keduanya karyawan Rumah Sakit Kiaser Permanente, dipecat karena dianggap memalsukan penghasilan untuk mendapatkan perawatan anak di lembaga sosial. ”Menyadari kami tak lagi punya pekerjaan, dengan lima anak, kami tak tahu lagi harus ke mana. So here we are,” tulis Ervin, putus asa.

Dalam tiga bulan terakhir, ini bukan kasus pertama di Los Angeles. Awal Oktober tahun lalu, Karthik Rajaram, 45 tahun, menembak mati ibu mertuanya, istrinya, dan tiga anaknya, sebelum bunuh diri. Padahal apa yang kurang dari keluarga Rajaram ini? Dia adalah salah satu India perantauan yang sukses di negeri Abang Sam (AS).

Teman-temannya menggambarkan Karthik sebagai orang yang brilian. Dia lulus dari Institut Teknologi India di Chennai, India, kemudian mendapat gelar master of business administration dari Universitas California Los Angeles. Karthik sempat bekerja di Sony Pictures dan PricewaterhouseCoopers. Tiga anaknya juga mewarisi kecerdasan bapaknya. Mereka tinggal di Sorrento Pointe, perumahan mahal di California.

”Tapi mentalnya tidak stabil,” kata Greg Robinson, mantan mentornya di Pricewaterhouse. David Gerken, rekan kerjanya di Price, mengatakan Karthik terlalu serius memikirkan kariernya. ”Dia tidak pernah rileks,” ujar Sue Karns, tetangganya. Persoalan mental ini yang membuat Karthik kesulitan mendapat pekerjaan beberapa bulan terakhir. Apalagi ketika ekonomi Amerika Serikat sedang ”sakit”. Putus asa, kata Antonio Villaraigosa, Wali Kota Wilmington, gampang menghampiri mereka yang kehilangan pekerjaan.

Bermula dari kredit macet perumahan, ekonomi AS tersungkur. Perusahaan-perusahaan gulung tikar atau mengurangi karyawannya. Selama Desember lalu saja, jumlah karyawan yang diberhentikan sekitar 226 ribu. Sepanjang 2008, lebih dari 3,6 juta orang berubah status menjadi penganggur. Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja AS, total jumlah penganggur di negeri itu saat menutup tahun 2008, 11,1 juta orang atau 7,2 persen dari angkatan kerja.

Sapto Pradityo (LA Times, New York Times, KABC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus