Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANYAK pejabat keamanan Indonesia yang bernapas lega, setelah Air Force One - pesawat kepresidenan AS meninggalkan Indonesia, membawa Presiden Reagan ke Tokyo, Jumat pekan silam. Selama Reagan mampir di Bali, memang banyak petugas yang was-was atas keamanannya. Maklum, kunjungan itu terjadi pada saat situasi masih tegang, hanya dua pekan setelah AS menyerbu Libya - yang sering dituding AS sebagai dalang terorisme internasional. Kini, tiga pekan setelah Operasi El Dorado Canyon yang menewaskan 37 orang dan melukai 160 orang itu, situasi pun masih cukup tegang. Bagai dua ayam jago yang bertarung, AS dan Libya masih terus sesumbar dan saling memelototi. Reagan, misalnya, mengancam akan menghantam lagi Libya, bila perlu juga Syria dan Iran bila kedua negara ini terbukti ikut mendukung teroris. "Kita telah membuktikan, tidak seorang pun bisa membunuh orang Amerika dan kemudian membanggakannya. Tak seorang pun," katanya. Tapi Qadhafi, seperti biasa, tak kurang tajam mulutnya. "Dia seorang fanatik," ujarnya tentang Reagan. Reagan, katanya, adalah seorang "aktor yang gagal" yang kemudian menjabat presiden dengan kekuasaan besar. "Dia menderita karena usia yang lanjut dan kanker. Ia ingin mengakhiri dunia di akhir hidupnya," katanya. Pemimpin Libya ini tidak menutup kemungkinan terjadinya serangan AS lagi ke negerinya. Ia malah menyebut kemungkinan Libya masuk Pakta Warsawa "untuk melindungi diri dari kemungkinan serbuan AS lagi". Serbuan itu memang bisa saja terjadi karena AS malah memperbesar kekuatan militernya di Laut Tengah. Pekan lalu, kapal induk nuklir Encerpnse melewati Terusan Suez dan memasuki Laut Tengah. Kapal perang berbobot 76 ribu ton ini, dikawal lima kapal perang lain, bergabung dengan dua kapal induk lainnya Coral Sea dan America yang sudah ada di sana. Bantuan ini membuat kekuatan armada AS di Laut Tengah menjadi lebih dari 30 kapal dengan sekitar 240 pesawat terbang - jauh lebih dari cukup untuk menghantam Libya lagi. Pekan lalu, Menlu AS George Shultz mengisyaratkan, serangan terbuka semacam Operasi El Dorado Canyon memang masih mungkin terjadi. Namun, dalam wawancara dengan jaringan televisi CBS itu ia berulang kali menegaskan kecenderungannya untuk lebih baik melakukan suatu operasi tertutup yang terbatas terhadap Libya ia mengatakan upaya ini tidak termasuk usaha membunuh Qadhafi "karena hal itu tidak sesuai dengan cara berpikir kita tentang apa yang mesti dilakukan". Toh AS tampaknya tetap ingin menyingkirkan Qadhafi dengan segala cara (lihat Mendongkel sang Kolonel). Alternatif lain yang disebut Shultz: sanksi ekonomi dan tekanan diplomatik. Dan itulah yang kemudian dilakukan Amerika. Reagan memang telah menggariskan, tindakan AS terhadap terorisme internasional harus berdasar tiga pedoman. Menghantam langsung sasaran yang ada kaitan dengan teroris, tidak mengorbankan penduduk sipil, dan juga tidak membahayakan keselamatan tentara AS. Ternyata tak semua sekutu AS di Eropa. Setuju dengan kebijaksaaan AS. Tapi setelah operasi 15 April pelan-pelan situasi berubah. Gelombang teror yang melanda Eropa Barat membantu mengubah sikap negara-negara yang terkena. Dua pekan lalu sebuah bom meledak di pusat kota London, di depan bangunan bertingkat enam yang dipakai kantor British Airways dan American Express. Tidak ada korban. Seorang diplomat AS ditembak di Yaman Utara, luka-luka. Sedang di Lyon, Prancis, seorang warga Inggris yang memimpin kantor cabang sebuah perusahaan AS ditembak dan tewas. Di Beirut, suatu kelompok ekstrem bernama Organisasi Revolusioner Muslim Sosialis mengaku telah mengeksekusi Alex Collet, 64, seorang wartawan Inggris yang diculik 13 bulan silam. Sedang di London, polisi berhasil menggagalkan usaha meledakkan sebuah pesawat terbang El Al - maskapai penerbangan Israel - dan menahan seorang Palestina yang dituduh mendalangi usaha itu. Perubahan sikap negara-negara sekutu AS di Eropa itu tampaknya juga untuk meredakan sikap anti Eropa yang timbul di masyarakat AS. Sikap ini merupakan reaksi ketidakpuasan orang Amerika terhadap masyarakat AS yang mengecam dan menyalahkan serangan AS terhadap Libya. Salah satu akibat ketidakpuasan ini adalah anjloknya jumlah turis AS ke Eropa. Memang, ketakutan terhadap teror ikut mendorong turunnya jumlah wisatawan Amerika ini. Namun, diduga sebab utama tetap itu: kekecewaan masyarakat AS terhadap negara-negara Eropa Barat. Tapi, pekan lalu, negara-negara Eropa Barat mulai melaksanakan keputusan bersama para menteri luar negeri mereka 21 April lalu untuk memperkeras sikap terhadap Libya. Di London, awal pekan lalu PM Margaret Thatcher mengumumkan keputusannya untuk mengusir 336 warga Libya yang belajar di bidang penerbangan di Inggris dengan alasan keamanan. Kantor Biro Rakyat (kedutaan) Libya di London sendiri telah ditutup sejak terbunuhnya seorang polwan Inggris oleh tembakan dari dalam kedubes ini pada 1984. Negara-negara Eropa Barat lain juga melakukan tindakan yang sama. Senin pekan lalu, Belgia mengusir 7 diplomat Libya dari kedutaannya di Brussel. Pemerintah Italia juga memerintahkan Libya memotong jumlah diplomatnya dari 46 orang menjadi 10 orang. Tindakan Italia ini menarik karena Italia - yang pernah menjajah Libya - selama ini dikenal sebagai negara Eropa yang paling erat hubungannya dengan bekas jajahannya itu. Italia merupakan pembeli terbesar minyak Libya, sedang perdagangan kedua negara mencapai US$ 4 milyar. Libya dengan serta merta membalas. Rabu pekan lalu, Libya mengusir lebih dari seratus warga Inggris, Italia, dan Spanyol yang selama ini bekerja di berbagai perusahaan di Libya. Saling usir ini jelas memperburuk hubungan Libya dengan Masyarakat Eropa. Yang bergembira tampaknya AS. Menlu Shultz menganggap tindakan sekutunya itu menunjukkan "makin banyak orang yang sama pandangannya dengan AS dalam menghadapi terorisme". Namun, ada juga dugaan, tekanan ekonomi dan diplomatik yang dilancarkan Masyarakat Eropa ini justru untuk mencegah eskalasi sikap AS terhadap Libya, misalnya dengan melakukan serbuan lagi. Selain membalas mengusir warga Eropa, Libya juga berusaha menggalang negara-negara Arab dengan menyerukan untuk melakukan sanksi terhadap AS. Tripoli mengharap, KTT Arab yang direncanakan di Maroko untuk membahas serangan AS terhadap Libya, akan memutuskan hal itu. Sementara itu, akibat serbuan AS, Qadhafi diduga akan merombak pemerintahan dan AB Libya. Isyarat itu muncul pekan lalu setelah sebuah tajuk rencana yang ditulis Sayed Qaddafadam - seorang keponakan Qadhafi - dalam mingguan resmi Jamahiriyah yang mengecam keras AB Libya. Tajuk ini menyerukan dilakukannya "pembersihan" dalam pemerintahan dan tentara. "Kita harus mawas diri, untuk melihat bagaimana kita bersikap sewaktu krisis terjadi, siapa yang bingung, yang panik, yang melakukan kesalahan, dan siapa yang tenang." Beberapa sumber diplomatik Barat menduga, Qadhafi akan menindak sejumlah unit tentara Libya yang dianggap tidak becus. Misalnya pasukan penangkis udara yang baru menembak 10 menit setelah serangan. Padahal, waktu itu pesawat-pesawat tempur AS sudah terbang kembali ke pangkalan. Kabarnya, sekitar 2 ribu tentara Libya juga lari meninggalkan posnya tatkala serangan terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo