Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melarang keras warganya mengakses informasi dari luar melalui smartphone atau gadget lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahun lalu, Korea Utara secara terbuka mengeksekusi setidaknya 10 orang yang tertangkap menggunakan jaringan telepon seluler Cina untuk berkomunikasi dengan dunia luar, tulis mirror.co.uk, 23 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun beberapa individu yang paham teknologi berhasil menghindari kontrol ketat pemerintah pada ponsel pintar, kata sebuah kelompok yang berbasis di AS seperti dikutip Reuters, kamis, 28 April 2022.
"Skala peretasan tampaknya masih kecil, tetapi perubahan baru-baru ini pada hukum Korea Utara menunjukkan otoritas nasional melihatnya sebagai masalah serius," demikian pernyataan Lumen, sebuah organisasi nirlaba berbasis di AS yang didirikan untuk memberi warga Korea Utara akses ke informasi tanpa sensor dalam laporan yang dikeluarkan minggu ini.
Sebagian besar pengetahuan yang diperlukan untuk meretas telepon berasal dari warga Korea Utara yang dikirim ke Cina untuk bekerja, seringkali dalam bisnis outsourcing perangkat lunak, kata laporan itu.
Ponsel pintar telah menjamur di Korea Utara, tetapi sangat sedikit orang yang diizinkan mengakses internet global. Perangkat di negara tersebut wajib memiliki aplikasi pemerintah dan kontrol lain yang memantau penggunaan dan membatasi akses.
Bekerja sama dengan ERNW, sebuah layanan Keamanan TI independen yang berbasis di Jerman, penulis laporan tersebut memeriksa smartphone dan tablet Korea Utara untuk kontrol pemerintah, dan mewawancarai dua pembelot yang mengatakan mereka dapat menghindari pembatasan itu sebelum meninggalkan negaranya.
Penelitian tersebut membalikkan asumsi bahwa, terputus dari internet, warga Korea Utara tidak memiliki pengetahuan dan alat untuk dapat melakukan perlawanan yang efektif terhadap mekanisme kontrol informasi negara, laporan tersebut menyimpulkan.
Tujuan peretasan adalah untuk melewati keamanan telepon dan dapat menginstal berbagai aplikasi, filter foto, dan file media yang seharusnya tidak diizinkan.
Laporan tersebut mengatakan nilai jual kembali ponsel juga dapat ditingkatkan dengan mengakses dan menghapus tangkapan layar yang diambil secara otomatis dengan “Trace Viewer”, sebuah aplikasi di setiap ponsel pintar Korea Utara yang mengambil tangkapan layar acak dan menguncinya dari pengguna, untuk mencoba dan menghalangi kegiatan terlarang.
Laporan Lumen mengatakan ada kemungkinan pakar IT pemerintah menanggapi teknik yang dijelaskan oleh peretas dengan menonaktifkan antarmuka USB yang digunakan untuk mengakses telepon.
Korea Utara juga menonaktifkan akses Wi-Fi pada perangkat dan hanya memperkenalkannya kembali baru-baru ini, setelah kontrol seperti kartu SIM, kata sandi, dan perangkat yang didukung telah dirancang untuk memastikan Wi-Fi hanya dapat digunakan dengan tujuan yang disetujui, kata laporan itu.