Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Politisi sayap kanan menyerang mantan kepala Mossad Tamir Pardo karena menuduh Israel menerapkan sistem apartheid terhadap warga Palestina di Tepi Barat, dalam wawancara yang ia berikan kepada Associated Press yang diterbitkan pada Rabu, 6 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Ada negara apartheid di sini,” kata Pardo kepada AP, sambil merujuk pada Tepi Barat, yang berada di luar perbatasan kedaulatan Israel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Di wilayah di mana dua orang diadili berdasarkan dua sistem hukum, itu adalah negara apartheid,” kata Pardo, yang memimpin Mossad pada 2011-2016.
Tamir Pardo menjadi mantan pejabat senior terbaru yang menyimpulkan bahwa perlakuan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat sama dengan apartheid, mengacu pada sistem pemisahan ras di Afrika Selatan yang berakhir pada tahun 1994.
Ini bukanlah sudut pandang yang “ekstrem”, katanya, “ini adalah fakta.”
Dalam percakapannya dengan AP, Pardo mengatakan bahwa kegagalan menyelesaikan konflik Israel-Palestina merupakan ancaman eksistensial yang lebih besar bagi Israel dibandingkan ancaman nuklir Iran.
Israel, kata Pardo, harus menyelesaikan perbatasannya jika ingin tetap menjadi negara Yahudi.
“Israel perlu memutuskan apa yang ia inginkan. Sebuah negara yang tidak memiliki perbatasan tidak memiliki batas-batas,” katanya kepada AP.
Mengingat latar belakang Pardo, komentar tersebut mempunyai pengaruh khusus bagi Israel yang terobsesi dengan keamanan.
Partai Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang berkuasa, Likud, mengatakan mantan bos Mossad itu membuat pernyataan-pernyataan yang ‘keliru’ terhadap negaranya.
“Bukannya membela Negara Israel dan IDF, Pardo malah memfitnah Israel. Pardo – memalukan,” kata Partai Likud.
“Tidak ada negara di dunia yang bertindak melawan terorisme dengan moralitas setinggi yang dilakukan Israel,” tegasnya.
Mereka menunjuk pada status di dalam Israel berdaulat, meskipun pernyataan Pardo terbatas pada Tepi Barat.
“IDF bertindak secara moral untuk melindungi warga Israel sekaligus mencegah cederanya orang-orang tak berdosa. Rumah sakit di Israel merawat orang Yahudi dan Arab, Israel dan Palestina. Orang Arab dan Yahudi belajar dan bekerja bersama di Israel,” kata Likud.
Tepi Barat
Warga Palestina telah lama menuduh Israel melakukan kejahatan apartheid. Pengkritik paling keras terhadap Israel telah melontarkan tuduhan tersebut terhadap Israel yang berdaulat dan Tepi Barat, sementara pihak lain seperti Pardo membatasi tuduhan tersebut hanya pada Tepi Barat.
Tepi Barat, yang merupakan rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina dan setengah juta warga Israel, dibagi menjadi tiga bagian, wilayah A, B, dan C.
Wilayah A dan B, yang meliputi 40% wilayah Tepi Barat, berada di bawah naungan Otoritas Palestina.
Sisa wilayah Tepi Barat, sekitar 60%, berada di bawah kendali militer dan sipil IDF. Hampir setengah juta warga Israel yang tinggal di sana berada di bawah kekuasaan militer IDF namun tetap mempertahankan hak-hak individu yang sama dengan mereka yang tinggal di Israel yang berdaulat. Lebih dari 300.000 warga Palestina yang tinggal di sana, berada di bawah kekuasaan militer IDF, namun tetap mempertahankan beberapa hak dari Otoritas Palestina.
Sistem dua tingkat di bawah kendali IDF inilah yang dirujuk Pardo. Politisi di pemerintahan Netanyahu mendorong penerapan undang-undang Israel kepada warga Israel di Area C sebagai bagian dari kampanye untuk menerapkan kedaulatan di wilayah tersebut.
JERUSALEM POST
Pilihan Editor: Australia Menolak Penambahan Penerbangan Qatar Airways