Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Human Rights Watch Sebut Hukum Pidana Brunei Barbar

Human Rights Watch menyatakan hukum pidana Brunei Darussalam barbar dan mendesak Sulatan Hassanal Bolkiah merevisi undang-undang itu.

3 April 2019 | 11.30 WIB

Sultan Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah dan Ratu Saleha duduk menyapa warga saat merayakan 50 tahun bertakhta di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, 5 Oktober 2017. Sultan Bolkiah merupakan Sultan Brunei ke-29. AFP PHOTO/Roslan RAHMAN
Perbesar
Sultan Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah dan Ratu Saleha duduk menyapa warga saat merayakan 50 tahun bertakhta di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, 5 Oktober 2017. Sultan Bolkiah merupakan Sultan Brunei ke-29. AFP PHOTO/Roslan RAHMAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -  Human Rights Watch mengemukakan hukum pidana pemerintah kerajaan Brunei Darussalam yang efektif berlaku mulai hari ini, 3 April 2019 menimbulkan ancaman besar terhadap hak-hak dasar terutama bagi orang-orang yang paling rentan di negara itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Hukum sharia memberlakukan hukuman mati dengan cara melempari batu pelaku seks di luar nikah, seks anal, dan aborsi. Amputasi anggota tubuh bagi pelaku pencurian dan 100 cambukan untuk lesbian.


Baca: Los Angeles Ikut Boikot Hotel Milik Brunei, Ini Seruan Mereka

Hukuman ini diberlakukan untuk usia dewasa maupun remaja. Sedangkan jika pelaku berusia anak-anak, maka mereka dijatuhi hukuman cambuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hukum pidana baru Brunei pada intinya barbar, menjatuhkan hukuman zaman kuni untuk tindakan yang bukan seharusnya sebagai kejahatan," kata Phil Robertson, wakil direktur Asia untuk Human Rights Watch dalam pernyataan persnya.

"Sultan Hassanal harus segera menangguhkan amputasi, raham dan semua hukuman lainnya yang melanggar hak manusia," kata Robertson.


Human Rights Wathc meminta Brunei untuk segera menarik KUHP Pidana Syariah tahun 2013 dan merevisi hukuman itu sesuai dengan ketentuan HAM internasional.

Sultan Hassanal Bolkiah pertama kali mengumumkan Undang-undang Shariah dan Hukum Pidana pada Oktober 2013. Saat itu pemerintah Brunei menyatakan undang-undang baru itu diterapkan dalam tiga tahap. Tahap pertama, memberlakukan hukuman denda atau penjara pada April 2014. Tahap kedua dan ketiga akan diperkenalkan selama dua tahun ke depan yang hukumannya meliputi, amputasi, cambuk, rajam sampai tewas.

Sehubungan derasnya protes masyarakat internasionala atas hukuman itu, pemerintah Brunei menunda pelaksanaan hukuman itu.


Baca: Penerapan UU Baru, LGBT di Brunei Terancam Dirajam Sampai Mati


Namun, jaksa agung Brunei pada 29 Maret 2019 secara diam-diam memngeluarkan pemberitahuan bahwa undang-undang itu akan diberlakukan secara penuh pada 3 April 2019.

Kantor Perdana Menteri Brunei pada 30 Maret lalu, mengeluarkan pernyataan untuk menahan kemarahan global terhadap undang-undang pidana yang disebut kejam bahwa undang-undang itu untuk menghormati dan melindungi hak semua orang secara sah.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus