Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Khomeinis Dan Komunis

Kalangan intelijen barat cemas akan adanya unsur komunis dalam gerakan pendukung Khomeiny. Para pendukung Khomeiny unjuk rasa menentang pemerintahan Shapour Bakhtiar. (ln)

3 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BABAK kedua pergolakan Iran sudah banyak diramalkan -- tapi cukup mengejutkan juga kekerasan dan kenangan yang terjadi. Para demonstran pendukung ulama besar Ayatullah Khomainy unjuk perasaan mereka. Pemerintah, di bawah tokoh moderat Shapour Bakhtiar, mencoba menghalangi kembalinya sang Ayatullah ke tanah air dari pengasingannya di Perancis - dengan menutup lapangan udara Teheran. Protes ratusan ribu pendukung Khomeiny dihadapi dengan sikap keras tentara -- dan sampai Senin pekan ini dikabarkan 27 orang tewas dan 300 orang terluka. Bakhtiar dikutuk oleh hampir setiap goIongan oposisi, kecuali oleh para pendukungnya yang pekan lalu berdemonstrasi sebentar unjuk gigi. Perpecahan di Iran kini memang mulai jelas, dan nampaknya yang di atas ingin tetap para pendukung Khomeiny. Dr. Bakhtiar, Perdana Menteri yang ditunjuk Shah sebelum raja itu meninggalkan negerinya, kelihatannya belum menampakkan keampuhannya. Meskipun buat beberapa hari ini ia telah ditopang Angkatan Bersenjata dan dengan cara gampang mengurungkan tampilnya Khomeiny di Teheran yang panas. Dalam satu langkah misalnya ia telah keliru. Bakhtiar mengumumkan bahwa kecuali Khomeiny, semua ayatullah di Iran mendukungnya. Tapi esoknya Ayatulah Syariat Madari -- yang semula dikenal moderat dan berbeda faham dengan Khomeiny -- menyatakan oposisinya pada pemerintahan Bakhtiar. Alias Asfahani Mungkin tak ada jalan lain bagi Bakhtiar, selain harus menemui sang Ayatullah yang kini tinggal di dusun Perancis 40 km dari Paris itu langsung. Dari para jurubicara Ayatullah, terutama lewat ahli farmokologi Dr. Ibrahim Yazdi yang selalu mendampinginya, Bakhtiar hanya akan diterima Khomeiny dengan syarat: sang Perdana Menteri harus lebih dulu mengundurkan diri dari jabatannya -- yang menurut Khomeiny "tidak sah". Persyaratan begini pernah dikemukakan juga kepada Ketua Dewan Perwalian yang ditunjuk Shah Iran mewakili tahta kerajaan, Seyyed Jalal Teherani. Ternyata Teherani takluk. Akankah Bakhtiar menyerah, di hadapan Khomeiny bila ia tiba di Perancis pekan ini? Sampai tulisan ini diturunkan belum ada beritanya. Sementara para pengikut Khomeiny nampaknya bersikap tak akan ada kompromi -kecuali bila Bakhtiar bergabung dengan mereka -- cukup banyak juga yang berharap sikap Khomeiny akan melunak. Terutama dunia Barat. Kejatuhan Bakhtiar akan melenyapkan harapan terakhir Amerika Serikat maupun negeri seperti Perancis -- yang selama ini berharap bisa berbaik-baik dengan Khomeiny. Sikap anti-Barat Ayatullah Khomeiny sudah terkenal. Banyak kepentingan dagang Barat terancam. Namun lebih berat lagi, seperti dikatakan seorang pejabat Deparlu di Washington, ialah kerugian strategi militer AS jika Khomeiny meneruskan sikap anti Amerikanya dan lebih dekat ke Uni Soviet. Di perbatasan Iran-Uni Soviet selama ini AS dapat memonitor apa yang terjadi di negeri komunis besar itu. Maka tak mengherankan bila kecemasan akan unsur komunis dalam gerakan pendukung Khomeiny kian keras di kalangan intelijen Barat. Khomeiny sendiri membantah keras hal itu. Namun wawancara Newsweek dengan Sekretaris Pertama Partai Komunis Iran yang dilarang, Tudeh, pekan lalu menarik perhatian. Kepada wartawan Ed Behr dari Newsweek, Noureddin Kianouri mengatakan dukungannya kepada Khomeiny -- termasuk niatnya mendirikan Republik Islam. Ketika ditanya adakah Partai Tudeh mengadakan kontak akhir-akhir ini dengan orang-orangnya Khomeiny, Kianouri mengatakan: "Saya tak dapat menjawab itu." Newsweek sendiri, dalam terbitan 11 Desember 1978, menyebut nama "seorang Suriah misterius" di dekat Khomeiny. Namanya Sadegh Ghotzbadeh, alias Asfahani. Menurut sumber intelijen Perancis, orang ini, yang berada di Perancis selama 10 tahun terakhir, punya hubungan langsung dengan Partai Komunis Perancis dan Italia -- dan juga bekerja rapat dengan Dinas Rahasla Lybia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus