Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BABAK kedua pergolakan Iran sudah banyak diramalkan -- tapi
cukup mengejutkan juga kekerasan dan kenangan yang terjadi.
Para demonstran pendukung ulama besar Ayatullah Khomainy unjuk
perasaan mereka. Pemerintah, di bawah tokoh moderat Shapour
Bakhtiar, mencoba menghalangi kembalinya sang Ayatullah ke tanah
air dari pengasingannya di Perancis - dengan menutup lapangan
udara Teheran. Protes ratusan ribu pendukung Khomeiny dihadapi
dengan sikap keras tentara -- dan sampai Senin pekan ini
dikabarkan 27 orang tewas dan 300 orang terluka. Bakhtiar
dikutuk oleh hampir setiap goIongan oposisi, kecuali oleh para
pendukungnya yang pekan lalu berdemonstrasi sebentar unjuk gigi.
Perpecahan di Iran kini memang mulai jelas, dan nampaknya yang
di atas ingin tetap para pendukung Khomeiny. Dr. Bakhtiar,
Perdana Menteri yang ditunjuk Shah sebelum raja itu meninggalkan
negerinya, kelihatannya belum menampakkan keampuhannya. Meskipun
buat beberapa hari ini ia telah ditopang Angkatan Bersenjata dan
dengan cara gampang mengurungkan tampilnya Khomeiny di Teheran
yang panas. Dalam satu langkah misalnya ia telah keliru.
Bakhtiar mengumumkan bahwa kecuali Khomeiny, semua ayatullah di
Iran mendukungnya. Tapi esoknya Ayatulah Syariat Madari -- yang
semula dikenal moderat dan berbeda faham dengan Khomeiny --
menyatakan oposisinya pada pemerintahan Bakhtiar.
Alias Asfahani
Mungkin tak ada jalan lain bagi Bakhtiar, selain harus menemui
sang Ayatullah yang kini tinggal di dusun Perancis 40 km dari
Paris itu langsung. Dari para jurubicara Ayatullah, terutama
lewat ahli farmokologi Dr. Ibrahim Yazdi yang selalu
mendampinginya, Bakhtiar hanya akan diterima Khomeiny dengan
syarat: sang Perdana Menteri harus lebih dulu mengundurkan diri
dari jabatannya -- yang menurut Khomeiny "tidak sah".
Persyaratan begini pernah dikemukakan juga kepada Ketua Dewan
Perwalian yang ditunjuk Shah Iran mewakili tahta kerajaan,
Seyyed Jalal Teherani. Ternyata Teherani takluk.
Akankah Bakhtiar menyerah, di hadapan Khomeiny bila ia tiba di
Perancis pekan ini? Sampai tulisan ini diturunkan belum ada
beritanya. Sementara para pengikut Khomeiny nampaknya bersikap
tak akan ada kompromi -kecuali bila Bakhtiar bergabung dengan
mereka -- cukup banyak juga yang berharap sikap Khomeiny akan
melunak. Terutama dunia Barat. Kejatuhan Bakhtiar akan
melenyapkan harapan terakhir Amerika Serikat maupun negeri
seperti Perancis -- yang selama ini berharap bisa berbaik-baik
dengan Khomeiny.
Sikap anti-Barat Ayatullah Khomeiny sudah terkenal. Banyak
kepentingan dagang Barat terancam. Namun lebih berat lagi,
seperti dikatakan seorang pejabat Deparlu di Washington, ialah
kerugian strategi militer AS jika Khomeiny meneruskan sikap anti
Amerikanya dan lebih dekat ke Uni Soviet. Di perbatasan Iran-Uni
Soviet selama ini AS dapat memonitor apa yang terjadi di negeri
komunis besar itu.
Maka tak mengherankan bila kecemasan akan unsur komunis dalam
gerakan pendukung Khomeiny kian keras di kalangan intelijen
Barat. Khomeiny sendiri membantah keras hal itu. Namun wawancara
Newsweek dengan Sekretaris Pertama Partai Komunis Iran yang
dilarang, Tudeh, pekan lalu menarik perhatian. Kepada wartawan
Ed Behr dari Newsweek, Noureddin Kianouri mengatakan
dukungannya kepada Khomeiny -- termasuk niatnya mendirikan
Republik Islam. Ketika ditanya adakah Partai Tudeh mengadakan
kontak akhir-akhir ini dengan orang-orangnya Khomeiny, Kianouri
mengatakan: "Saya tak dapat menjawab itu."
Newsweek sendiri, dalam terbitan 11 Desember 1978, menyebut nama
"seorang Suriah misterius" di dekat Khomeiny. Namanya Sadegh
Ghotzbadeh, alias Asfahani. Menurut sumber intelijen Perancis,
orang ini, yang berada di Perancis selama 10 tahun terakhir,
punya hubungan langsung dengan Partai Komunis Perancis dan
Italia -- dan juga bekerja rapat dengan Dinas Rahasla Lybia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo