Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lakukan, demi hari depan

Ribuan anak petani tebu di pulau negros dihantui wabah kelaparan. dengan turunnya dekrit land reform para petani mengeluh, mereka yang biasanya menggantungkan pada majikan. kini harus berdiri sendiri.

1 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Musuhmu adalah orang-orang kaya. Kau mesti mengatakan ini terus terang pada mereka. Dan jika kau todongkan senjatamu di antara kedua mata musuhmu, lakukan itu tanpa amarah ataupun belas kasihan. Lakukan itu sebagai suatu kewajiban, lakukan itu demi hari depan. (MASS, Sionel Jose, hlm. 152) DI Filipina ternyata bukan kaum tidak berpunya itu yang menodongkan senjata, tapi tentara -- yang selalu dianggap sebagai alat orang-orang kaya -- yang memberondong massa petani. Pada suatu hari, Januari berselang, massa petani di bawah pimpinan Jaime Tadeo berbondong ke Malacanang, dengan tujuan menuntut land reform. Tapi tentara pasukan elite marinir -- entah atas perintah siapa, menghadang massa dan memberondong mereka. Lima belas orang tewas puluhan luka-luka. Darah sudah tertumpah, arang sudah tercoreng di kening Cory. Untuk pertama kali, wanita dari keluarga kaya iu menghadapi sesuatu yang tidak disukai almarhum suaminya, yakni dimusuhi kaum miskin. Hal itu tak boleh terjadi. Dan Cory segera minta maaf. Atas perintahnya gerbang Malacanang dipentang lebar untuk delegasi petani. Dalam kesempatan itu -- dengan mata berkaca-kaca -- Cory menjanjikan land reform. Sekarang, ribuan anak petani tebu dihantui wabah kelaparan di Pulau Negros. Departemen Kesehatan memperkirakan, sepanjang tahun 1986, ada 156.000 anak yang nyaris mati kelaparan di sana. Sepuluh tahun lalu, 300.000 petani tebu beroleh nafkahnya dari perkebunan tebu, kini hampir separuh dari jumlah itu menganggur. Tampaknya, nasib petani Filipina belum akan segera berubah. Di Nueva Ejica, Luzon, petani Alipio Baut tetap hidup di sebuah pondok kumuh dan menggarap sawahnya secara tradisional: dengan bajak, arit, selebihnya, tangan kosong. Sejak memperoleh tanah, Baut tak mungkin lagi mengharapkan pembagian bibit, pupuk, dan pestisida dari majikannya yang baik hati, seperti yang terjadi sebelum land reform. Semua itu harus dibeli dari Bank Pembangunan Daerah, yang menetapkan harga jauh lebih tinggi. Dulu Baut -- seperti umumnya petani Filipina -- bisa mengandalkan majikannya untuk menanggung makan seluruh keluarganya, berikut bibit, pupuk, dan pestisida, sedangkan sekarang jaminan yang sama tidak mungkin ia peroleh dari Bank Pembangunan Daerah itu. Tidak heran jika Baut lebih senang pada sistem lama, menyerahkan lebih dari 50% hasil pertaniannya kepada tuan tanah dengan ketentuan: nafkahnya sekeluarga terjamin, ketimbang menggarap tanah sendiri, tanpa nafkah terjamin. "Uang tabungan saya semua lari ke Bank Pembangunan Daerah," ujar Baut kecewa. Pemilikan tanah ternyata tidak membawa perbaikan nasib. Ketergantungan petani Filipina pada tuan tanah di sana adalah ketergantungan mental dan struktural, yang hanya secara bertahap bisa dihilangkan. Dan ini agaknya bukan hal baru bagi pemerintah, juga tidak asing bagi Cory pribadi, yang tentu tidak bisa menutup mata terhadap ratusan anak yang kekurangan makan di ladang keluarganya: Hacienda Lusta. Kemiskinan petani itu telah mendorong tokoh revolusioner Ka Lucio dalam novel Sionel Jose berkata, "Todongkan senjatamu, lakukan itu sebagai suatu kewajiban, lakukan demi masa depan ...." I.S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus