Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin diberhentikan oleh Mahkamah Konstitusi dengan tuduhan pelanggaran etika yang “berat.” Dalam putusan pada Rabu, 14 Agustus 2024, MK menyatakan Srettha tidak memiliki integritas untuk menduduki jabatan perdana menteri Thailand karena mengangkat seorang menteri yang pernah menjalani hukuman penjara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Taipan properti ini didapuk menjadi perdana menteri Thailand sejak Agustus tahun lalu. Ia memenangkan suara parlemen untuk menjadi perdana menteri setelah pemilihan umum yang ketat di mana partainya, Pheu Thai, hanya menempati posisi kedua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kurang dari setahun kemudian, taipan properti Thailand berusia 62 tahun yang beralih menjadi politisi itu diberhentikan dari jabatan perdana menteri berdasarkan perintah pengadilan. Akibatnya Thailand pun terjerumus dalam kekacauan politik. Kenaikan Srettha ke posisi terpilih tertinggi di negara berpenduduk sedikitnya 66 juta orang itu hampir sama cepat dengan lengsernya ia dari puncak kekuasaan.
Taipan Properti Sebelum Menjadi Politisi
Lahir pada tahun 1963, Srettha memiliki gelar sarjana teknik sipil dari Universitas Chulalongkorn Bangkok dan gelar magister administrasi bisnis dari Claremont Graduate School di Amerika Serikat.
Srettha Thavisin, yang tingginya 1,91 meter dan penggemar berat sepak bola, memulai kariernya sebagai asisten manajer di Procter & Gamble multinasional di Thailand sebelum bergabung dengan Sansiri, bisnis pengembangan properti milik keluarganya. Dia menjabat sebagai presiden dan kepala eksekutif perusahaan, yang nilainya diperkirakan sekitar US$ 880 juta di pasar saham Thailand. Sebelum pemilu tahun lalu, ia mengundurkan diri pada April.
Srettha adalah kepercayaan miliarder yang juga mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Keluarga Shinawatra mendirikan partai Pheu Thai. Srettha sangat disukai di komunitas bisnis, dengan sekitar 66 persen dari 100 CEO yang disurvei oleh surat kabar Krungthep Turakij mengatakan dia adalah pilihan utama untuk menjadi perdana menteri.
Setelah debut politiknya, Srettha Thavisin mengatakan bahwa keputusasaan yang dirasakannya terhadap Thailand lah yang membawanya ke dunia politik. “Kita, Anda, melihat sekeliling Anda sendiri saat Anda berada di puncak piramida, Anda tidak hanya melihat pada tingkat yang sama. Anda melihat ke bawah tentang bagaimana orang lain hidup,” katanya pada bulan April.
“Saya merasa sedih dengan apa yang telah saya lihat. Karena kesenjangan sosial, dalam hal pendidikan, dalam hal mendapatkan layanan kesehatan, dalam hal hal-hal mendasar seperti mendapatkan makanan, ini masih belum seperti yang seharusnya bagi negara yang memiliki potensi besar seperti Thailand.”
Peduli Terhadap Hak Asasi Manusia
Srettha Thavisin berkampanye dengan janji-janji stimulus ekonomi, keadilan sosial, dan pemerintahan yang baik. Ia mengatakan bahwa prioritasnya selama 100 hari pertama pemerintahan adalah mengatasi kenaikan biaya hidup, mengakhiri wajib militer, memastikan kesetaraan pernikahan bagi pasangan sesama jenis, dan menyusun konstitusi baru yang mewakili keinginan rakyat.
Selama kampanye, ia memperkenalkan kebijakan unggulan Pheu Thai yang menawarkan bantuan 10.000 Baht (US$ 295) melalui dompet digital bagi mereka yang berusia 16 tahun ke atas untuk dibelanjakan di komunitas mereka.
Ia juga mengatakan bahwa Pheu Thai “peduli terhadap hak asasi manusia.” Menurut dia, sembilan tahun pemerintahan yang didukung militer di negara tersebut telah menyebabkan banyaknya warga negara Thailand yang memiliki keterampilan tinggi melarikan diri dari negara tersebut.
Diberhentikan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi mengadili kasus Srettha Thavisin atas petisi dari sekelompok 40 senator yang menuduh Srettha melanggar standar etik. Dalam putusannya, majelis hakim mengatakan Srettha jelas menunjukkan kurangnya integritas ketika ia memutuskan untuk menunjuk Pichit Cheunban sebagai menteri Kantor PM dalam perombakan kabinetnya pada 27 April lalu.
Penunjukan tersebut dilakukan Srettha meski mengetahui Pichit telah didiskualifikasi untuk jabatan tersebut karena ia tidak jujur dan telah dipenjara pada 2008 silam atas dugaan berusaha menyuap pejabat Mahkamah Agung. Ia pun diberhentikan oleh MK pada Rbau, 14 Agustus 2024 atas pelanggaran etika yang “berat.”
REUTERS | AL JAZEERA | THE NATIONAL
Pilihan editor: Lagi, WHO Umumkan Cacar Monyet Darurat Kesehatan Global