Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Mulai 2025, Rumah baru di Tokyo Wajib Gunakan Panel Surya

Gubernur Tokyo Yuriko Koike mencatat minggu lalu bahwa hanya 4 persen bangunan yang memasang panel surya.

16 Desember 2022 | 07.00 WIB

Rumah bertenaga surya digambarkan di Ota, 80km barat laut Tokyo 28 Oktober 2008. Ota adalah kesaksian daya pikat energi terbarukan bagi orang-orang yang sadar energi di Jepang yang miskin sumber daya, tetapi juga biayanya yang tinggi bagi negara yang dibebani utang. (File foto: Reuters)
Perbesar
Rumah bertenaga surya digambarkan di Ota, 80km barat laut Tokyo 28 Oktober 2008. Ota adalah kesaksian daya pikat energi terbarukan bagi orang-orang yang sadar energi di Jepang yang miskin sumber daya, tetapi juga biayanya yang tinggi bagi negara yang dibebani utang. (File foto: Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Semua rumah baru di ibu kota Jepang, Tokyo, yang dibangun oleh pembangun skala besar setelah April 2025, harus memasang panel tenaga surya. Seperti dilansir Reuters pada Kamis, peraturan baru yang disahkan oleh majelis lokal Tokyo ini diharapkan dapat mengurangi emisi karbon rumah tangga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mandat tersebut, yang pertama dari jenisnya untuk kotamadya Jepang, membutuhkan sekitar 50 pembangun besar untuk melengkapi rumah seluas hingga 2.000 meter persegi dengan sumber daya energi terbarukan, terutama panel surya.

Gubernur Tokyo Yuriko Koike mencatat minggu lalu bahwa hanya 4 persen bangunan yang memasang panel surya. Pemerintah Metropolitan Tokyo bertujuan untuk mengurangi separuh emisi gas rumah kaca pada 2030 dibandingkan dengan level pada 2000.

Jepang, penghasil emisi karbon terbesar kelima di dunia, telah berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon pada 2050. Namun, Negeri Sakura itu menghadapi kesulitan karena sangat bergantung pada tenaga panas berbahan bakar batu bara. Ini terjadi setelah sebagian besar reaktor nuklirnya ditutup setelah bencana Fukushima 2011.

“Selain krisis iklim global yang ada, kami menghadapi krisis energi dengan perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan,” Risako Narikiyo, anggota partai regional Koike Tomin First no Kai, mengatakan di majelis pada Kamis. "Tidak ada waktu untuk di sia-siakan."

REUTERS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus